PT Sumber Hidup Chemindo, Perusahaan yang Diduga Perdagangkan Sianida Ilegal

Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri bersama dengan Subdit IV Tipidter Ditreskrimsus Polda Jawa Timur menangani kasus dugaan tindak pidana perdagangan sianida secara ilegal yang dilakukan oleh Direktur PT Sumber Hidup Chemindo. Dalam penanganan tersebut, Tim gabungan dari Bareskrim Polri dan Ditreskrimsus Polda Jawa Timur telah menerbitkan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) tanggal 14 April 2025.
Berkaitan hal tersebut, Direktur PT Sumber Hidup Chemindo dikenakan melanggar Pasal 8 (1) a, e dan f Jo Pasal 62 (1) tentang Perlindungan Konsumen dan/atau Pasal 24 (1) Jo Pasal 106 dan/atau Pasal 32 (1) a Jo 109 tentang Perdagangan.
Baca Juga: Bareskrim Polri Ungkap 9 Kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang di Kalimantan Utara
Dikonfirmasi terkait hal tersebut, pihak PT Sumber Hidup Chemindo memilih bungkam. Permohonan wawancara yang dikirim ke PT Sumber Hidup Chemindo dengan alamat di Jalan Bawean nomor 41 Surabaya, pada 28 April 2025, sampai berita ini tayang, belum ada jawaban.
PT Sumber Hidup Chemindo yang didirikan sejak tahun 1988 adalah perusahaan yang fokus pada penyediaan berbagai macam barang kimia dan bahan baku, seperti pembuatan pupuk, sabun, atau barang lainnya.
Kini, PT Sumber Hidup Chemindo berurusan dengan hukum setelah Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri berhasil mengungkap kasus perdagangan ilegal sianida di dua lokasi, di Jawa Timur, yakni di Surabaya dan Pasuruan.
Hal itu seperti disampaikan oleh Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Jatim, Kombes Pol Jules Abraham Abast saat konferensi pers di lokasi pergudangan Margo Mulia Indah Tandes, Surabaya, Kamis (8/5/2025).
Dikatakan oleh Kombes Pol Jules, lokasi pertama di Surabaya adalah tempat penyimpanan sianida yaitu pergudangan Jalan Margo Mulia Indah Blok H/9A, Tandes, Surabaya. Sedangkan lokasi kedua berada di Jalan Gudang Garam, Gempol Kabupaten Pasuruan.
"Dari tangan tersangka, tim Bareskrim Polri menyita barang bukti 1.092 drum sianida berwarna putih, 710 drum sianida berwarna hitam dari Hebei Chengxin Co.Ltd China dan 296 drum sianida berwarna putih tanpa stiker," ujar Kombes Pol Jules.
Selain itu, ada 250 drum sianida berwarna hitam tanpa stiker, 62 drum berwarna telur asin dari Taekwang Ind.Co.Ltd Korea PPI dilengkapi hologram, 88 drum berwarna telur asin dari Taekwang Ind.Co.Ltd Korea PPI tanpa hologram dan 83 drum sianida dari PT Sarinah.
"Sementara di gudang kedua yakni di Pasuruan, Tim Bareskrim Polri mengamankan 3.520 drum sianida merek Guangan Chengxin Chemical, yang berwana telur asin," terang Kombes Jules Abraham Abast.
Dikesempatan yang sama, Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Bareskrim Polri, Brigjend Pol Nunung Syaifuddin mengatakan, pengungkapan ini berawal dari adanya informasi perdagangan bahan kimia berbahaya jenis sodium cyanide (sianida). Atas dasar informasi tersebut, pada 11 April 2025, Dittipidter Bareskrim Polri melakukan penyelidikan di sebuah gudang PT SHC (Sumber Hidup Chemindo) di Surabaya.
Tim Dittipidter Bareskrim Polri juga memintai keterangan terhadap sejumlah orang, salah satunya inisial SE yang merupakan Direktur PT Sumber Hidup Chemindo.
"TKP ada dua. Pertama di gudang Jalan Margo Mulia Indah Blok H/9A, Tandes, Surabaya. Kedua yang berada di Kabupaten Pasuruan," ujar Brigjend Pol Nunung Syaifuddin.
Dikatakan Brigjend Pol Nunung Syaifuddin, saat proses penggeledahan sedang berlangsung, ada info mau masuk lagi 10 kontainer sianida dari Cina. Bahkan saat penggeledahan sempat pengiriman 10 kontainer berisi sianida yang sedang dalam perjalanan itu mendadak dialihkan dari gudang di Surabaya.
"Karena disini ada penggeledahan, maka dialihkan oleh owner ke gudang yang ada di Pasuruan," jelasnya.
Baca Juga: Bareskrim Polri Ungkap Perdagangan Ilegal Sianida di Surabaya dan Pasuruan
Setelah melakukan serangkaian penyelidikan dan penyidikan, akhirnya SE selaku Direktur PT Sumber Hidup Chemindo ditetapkan sebagai tersangka kasus impor bahan kimia berbahaya jenis sianida.

"Berdasarkan hasil pemeriksaan saksi dan barang bukti, sementara ini baru satu tersangka dengan inisial SE selaku Direktur PT SHC," tegasnya.
Modus yang digunakan SE yakni melakukan impor bahan kimia berbahaya itu dari Cina menggunakan dokumen perusahaan lain, yaitu perusahaan pertambangan emas yang tidak berproduksi. Dalam penyidikan terungkap tersangka beroperasi selama kurang lebih satu tahun, dengan total telah mengimpor sebanyak kurang lebih 494,4 ton (9.888 drum) sianida.
SE terbukti memperdagangkan sianida itu tanpa ijin usaha, untuk bahan kimia berbahaya tersebut.
Informasi yang diterima Polisi, para pihak yang membeli sianida dari tersangka ini diduga para penambang emas ilegal yang tersebar di beberapa wilayah di Indonesia.
Menurut Brigjend Pol Nunung, dalam pengirimannya dilakukan dengan melepas label merek pada drum.
"Hal itu dilakukan pelaku dengan tujuan menghilangkan jejak terhadap pendistribusian sianida, yang tidak boleh diperdagangkan kembali," paparnya.
Baca Juga: Bareskrim Polri Ungkap Peredaran 192 Bungkus Sabu di Aceh
Dari bisnis ini, SE telah memiliki puluhan pelanggan tetap dengan jumlah pengiriman rata-rata 100-200 drum dalam satu kali pengiriman, dengan harga Rp 6 juta untuk masing-masing drumnya.
Masih kata Brigjend Pol Nunung, tidak menutup kemungkinan ada pihak lain dari internal ataupun eksternal perusahaan ini, atau yang berkaitan dengan proses masuk barang ini dari luar negeri.
"Ini terus kita dalami, jadi masih ada peluang penambahan tersangka," jelasnya.
Omzet dari perdagangan gelap sianida ini mencapai miliaran rupiah dalam kurun waktu satu tahun beroperasi.
Hasil pemeriksaan, omzet selama satu tahun dari 2024-2025 ada 9.888 drum diimpor sebanyak 7 kali.
"Dalam kurun waktu tersebut, omzet yang kita sita Rp 59 miliar dengan estimasi harga per-drumnya Rp 6 juta," terangnya.
Atas perbuatannya, tersangka dijerat menggunakan Pasal 24 ayat (1) Juncto Pasal 106 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan dengan ancaman pidana penjara paling lama 4 tahun atau denda paling banyak Rp 10 miliar, dan atau Pasal 8 ayat (1) huruf a, e, dan f Juncto Pasal 62 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan ancaman pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp 2 miliar. (*)
Editor : Syaiful Anwar