Bupati Pati Naikkan PBB 250%, Warga Menolak Keras

Sebagian besar warga Kabupaten Pati, Provinsi Jawa Tengah, menolak keras kebijakan Bupati Pati, Sudewo, yang menaikkan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Pedesaan dan Perkotaan sebesar 250%. Kebijakan Bupati Pati tersebut dimaksudkan untuk menaikkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Bupati Pati, Sudewo beserta Camat se-Kecamatan Pati dan anggota Paguyuban Solidaritas Kepala Desa dan Perangkat Desa Kabupaten Pati (Pasopati) menyepakati PBB pada tahun 2025 ini naik hingga 250 persen. Kesepakatan tersebut terjadi dalam rapat yang digelar di Pendapa Kabupaten Pati pada Minggu (18/5/2025) kemarin.
Menurut Sudewo, PBB Kabupaten Pati dinaikkan karena sudah 14 tahun tidak naik, dan PAD dari PBB jauh dari kabupaten lain. Kenaikan PBB ini disebut bakal menjadi modal Sudewo untuk membangun Kabupaten Pati.
Meski demikian, banyak warganya menolak kebijakan kenaikan PBB P2. Akibatnya, muncul kegaduhan di masyarakat. Kritisi terhadap kebijakan menaikkan Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaam dan Perkotaan tersebut datang dari berbagai kalangan. Salah satunya dari Institute Hukum dan Kebijakan Publik (INHAKA). Pihak INHAKA menilai, kebijakan Bupati Pati Sudewo yang menaikkan Pajak Bumi Dan Bangunan (PBB) hingga 250 persen membuat rakyat tambah menderita.
Direktur INHAKA, Husaini mengatakan, alasan Bupati Pati menaikkan PBB pada tahun ini kurang tepat.
“Kalau alasan dinaikkannya karena pendapatan PBB lebih rendah daripada kabupaten lain, dan 14 tahun PBB tidak naik, itu ya tidak tepat. Perlu riset terlebih dahulu sebelum adanya kenaikan PBB sebesar 250 persen tersebut. Kabupaten Pati tidak bisa dibandingkan dengan Kabupaten Kudus maupun Jepara,” kata Husaini, Selasa 21 Mei 2025.
Husaini menyebut, kebijakan tersebut harusnya ditelaah dulu dan melalui riset. Dan dicari faktor yang menyebabkan pendapatan PBB lebih kecil dari Kabupaten Jepara, Kudus, dan kabupaten lain.
Husaini berharap Bupati Pati tidak menambah beban rakyat di tengah ekonomi masyarakat yang sedang tidak baik-baik saja. Karena beban rakyat selain PBB masih jauh lebih banyak.
“Menaikkan pendapatan dari pajak kurang bijaksana. Tutup kebocoran anggaran lebih bijak. Dahulukan proyek yang lebih urgent, tidak usah aneh-aneh. Kemarin Pendopo Kabupaten dibangun, padahal belum ada yang rusak, hanya untuk menyesuaikan selera Bupati. Kemudian trotoar mau dibangun juga. Masjid yang baru dibangun mau dibangun lagi juga, hanya menghamburkan duit. Dan manfaatnya sangat kecil untuk rakyat,” kritik Husaini.
Menurutnya, masyarakat tak selayaknya menjadi bahan untuk menjadi sumber PAD. Apalagi kemanfaatan dari pajak tersebut dinilai masih minim dirasakan masyarakat, ditambah lagi banyak pengangguran yang harus lebih diperhatikan. (*)
Editor : Bambang Harianto