Singapura adalah sebuah negara kecil di Asia Tenggara yang memiliki sejarah panjang. Awalnya, Singapura adalah sebuah desa nelayan kecil yang tidak dikenal. Namun, lokasinya yang strategis di jalur perdagangan Selat Malaka menjadikannya tempat yang diinginkan banyak kerajaan dan negara.
Pada awal abad ke-19, Singapura adalah bagian dari Kesultanan Johor, sebuah kerajaan Melayu yang berkuasa di Semenanjung Malaya dan Kepulauan Riau. Namun, pada tahun 1819, seorang pejabat dari British East India Company, Sir Stamford Raffles, tiba di Singapura. Raffles melihat potensi strategis Singapura sebagai pelabuhan bebas yang bisa bersaing dengan pelabuhan-pelabuhan lain di wilayah tersebut yang dikuasai oleh Belanda.
Pendudukan oleh Inggris
Pada 6 Februari 1819, Raffles menandatangani perjanjian dengan Sultan Hussein Shah dari Johor dan Temenggong Abdul Rahman, yang memberi izin kepada Inggris untuk mendirikan sebuah stasiun perdagangan di Singapura.
Dalam waktu singkat, Singapura berkembang pesat sebagai pusat perdagangan bebas di Asia Tenggara. Pedagang dari berbagai negara, termasuk China, India, Arab, dan Eropa, mulai berdatangan ke Singapura, membawa barang-barang dagangan mereka untuk diperjualbelikan.
Singapura menjadi bagian dari British Straits Settlements pada tahun 1826, bersama dengan Penang dan Malaka. Pada tahun 1867, Straits Settlements menjadi koloni mahkota Inggris, yang berarti Singapura langsung di bawah pemerintahan Inggris. Singapura terus berkembang sebagai pusat perdagangan yang ramai dan juga sebagai pusat administrasi di kawasan Asia Tenggara.
Kependudukan Jepang dan Dampaknya
Selama Perang Dunia II, Singapura menjadi target penting bagi Jepang. Pada 15 Februari 1942, setelah serangan kilat yang cepat, pasukan Jepang berhasil merebut Singapura dari tangan Inggris dalam apa yang kemudian dikenal sebagai "Malaise Penaklukan Singapura." Periode pendudukan Jepang di Singapura berlangsung hingga tahun 1945 dan meninggalkan dampak yang mendalam pada masyarakat lokal. Pendudukan ini ditandai dengan kekerasan, penindasan, dan penderitaan bagi penduduk Singapura.
Setelah kekalahan Jepang pada akhir Perang Dunia II, Singapura kembali di bawah kekuasaan Inggris. Namun, pengalaman pendudukan Jepang meningkatkan kesadaran politik di kalangan penduduk Singapura dan memicu gerakan untuk kemerdekaan dan pemerintahan sendiri.
Menuju Kemerdekaan
Pada tahun 1959, Singapura mendapatkan pemerintahan sendiri dalam urusan dalam negeri, meskipun Inggris tetap bertanggung jawab atas pertahanan dan kebijakan luar negeri. Pemimpin gerakan kemerdekaan, Lee Kuan Yew, terpilih sebagai Perdana Menteri pertama Singapura pada tahun yang sama. Partai yang dipimpinnya, People's Action Party (PAP), memenangkan pemilihan umum dengan mayoritas besar.
Namun, tantangan besar masih menanti Singapura. Pada tahun 1963, Singapura memutuskan untuk bergabung dengan Federasi Malaysia sebagai cara untuk mendapatkan kemerdekaan penuh dari Inggris. Akan tetapi, perselisihan politik dan etnis antara pemerintah pusat Malaysia dan pemerintah Singapura menyebabkan ketegangan yang memuncak dalam kerusuhan rasial pada tahun 1964. Ketegangan ini membuat situasi semakin sulit untuk mempertahankan persatuan dalam federasi.
Kemerdekaan dan Pembangunan Ekonomi
Pada 9 Agustus 1965, setelah serangkaian negosiasi yang sulit, Singapura dikeluarkan dari Federasi Malaysia dan secara resmi menjadi negara merdeka. Ini adalah momen yang tidak terduga dan penuh ketidakpastian bagi Lee Kuan Yew dan rakyat Singapura. Namun, Lee Kuan Yew segera bergerak cepat untuk membangun negara yang baru merdeka ini. Pemerintahannya fokus pada industrialisasi, pembangunan infrastruktur, serta investasi dalam pendidikan dan perumahan.
Singapura, yang pada awal kemerdekaannya adalah negara kecil tanpa sumber daya alam yang, mulai berkembang pesat berkat kebijakan-kebijakan ekonomi yang pro-bisnis dan ramah investor. Pemerintah mengundang perusahaan-perusahaan asing untuk berinvestasi di Singapura, dan dengan demikian, menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan taraf hidup penduduk.
Lee Kuan Yew juga menekankan pentingnya stabilitas politik dan sosial sebagai fondasi untuk pembangunan ekonomi. Pemerintah menerapkan kebijakan ketat dalam hal keamanan, ketertiban, serta hubungan ras dan agama, yang pada akhirnya membantu menciptakan lingkungan yang kondusif untuk pertumbuhan ekonomi.
Pusat Keuangan dan Perdagangan Global
Dalam beberapa dekade setelah kemerdekaannya, Singapura berhasil mentransformasi dirinya menjadi salah satu negara terkaya dan paling maju di dunia. Dengan lokasinya yang strategis, pelabuhan-pelabuhan modern, dan kebijakan ekonomi yang cermat, Singapura kini menjadi pusat keuangan dan perdagangan global. Selain itu, Singapura juga dikenal sebagai negara dengan sistem pendidikan, perawatan kesehatan, dan infrastruktur yang sangat maju.
Singapura tetap mempertahankan posisinya sebagai salah satu Negara yang ekonominya paling kompetitif di dunia, dan pemerintahnya terus berinovasi untuk menjaga daya saing di tengah perubahan global. Singapura juga menjadi contoh bagaimana sebuah negara kecil tanpa sumber daya alam bisa mencapai kemajuan luar biasa melalui kebijakan yang tepat, ketekunan, serta visi yang jelas. (*)
*) Souce :@_iamrobot_
Editor : Syaiful Anwar