Dark Side Of Issac Newton

Reporter : -
Dark Side Of Issac Newton
Sir Isaac Newton
advertorial

Hidup Sir Isaac Newton adalah hidup yang “kering kerontang”. Dia tak punya hobi, tak pernah menikah, dan nyaris tak punya kisah asmara dengan seorang perempuan.

Ahli matematika hebat itu melakukan hal-hal buruk di usia 19 tahun: mengancam akan membakar rumah orang tuanya dengan orang tuanya di dalamnya; mencoba menggunakan uang palsu; dan bahkan memukuli seorang pemuda bernama Arthur Storer. (Newton menulis daftar pengakuan di buku catatan Fitzwilliam-nya tahun 1662, yang menyertakan kutipan: "mengalahkan Arthur Storer.)

John Wickins adalah satu2nya teman akrabnya. Mereka berdua lulusan Universitas Cambridge dan tinggal satu kamar di asrama kampus. “Mereka tinggal bersama selama 20 tahun,” kata Rob Iliffe, profesor sejarah dari Universitas Sussex, kepada PBS.

Persis 289 tahun lalu menurut kalender Gregorian, Sir Isaac Newton meninggal pada usia 84 tahun. Terlahir prematur di keluarga miskin, sejak muncul di dunia, Newton tak pernah melihat ayahnya, yang meninggal beberapa bulan sebelumnya. Sang ibu meninggalkannya di desa bersama nenek.

Tapi Newton tumbuh menjadi anak jenius dan ilmuwan hebat. Barangkali hanya nama Albert Einstein yang bisa menyamai popularitas Newton.

“Nature, and Nature’s Laws, lay hid in Night. God said, Let Newton be! and All was Light,” penyair dari Inggris, Alexander Pope, menulis puisi untuk Newton.

Semasa hidupnya, terutama setelah dia mati, Newton dipuja-puji seperti orang suci. Voltaire, filsuf asal Prancis, yang hadir saat upacara pemakaman di Westminster Abbey, London, menggambarkan bagaimana Isaac Newton dikubur. Enam orang bangsawan tinggi memegang kain penutup liang lahat.

“Dia dimakamkan bak seorang raja yang telah membahagiakan rakyatnya,” Voltaire menulis, seperti dikutip ChristianityToday.

Hukum gerak dan gravitasi Newton mengubah cara pandang orang tentang cara kerja alam semesta. Tapi Isaac Newton, yang tertutup, punya rahasia. Rahasia yang tak dia bagi kepada orang lain. “Rahasia” itu dia tuangkan dalam ribuan lembar manuskrip, lebih dari 10 juta kata.

Seandainya disusun, manuskrip warisan Newton cukup untuk membuat lebih dari 100 novel. Newton tak menunjuk siapa ahli waris manuskripnya. Dan lebih dari separuh manuskrip yang baru terungkap setelah kematian Newton itu sama sekali belum pernah dibaca orang lain.

Jika membaca manuskrip itu, bukan sains, bukan pula matematika—dia profesor matematika di Universitas Cambridge—yang jadi perhatian utama Newton.

Manuskrip Sir Isaac NewtonManuskrip Sir Isaac Newton

“Sekitar separuhnya soal agama, dan hampir 1 juta kata mengenai alkimia,” kata Sarah Dry kepada Wired beberapa waktu lalu.

Doktor sejarah dari Universitas Cambridge ini menulis buku The Newton Papers: The Strange and True Odyssey of Isaac Newton’s Manuscripts. Alkimia merupakan “persilangan” antara ilmu kimia dan hal-hal berbau mistis.

Pada masa itu, para ahli alkimia, termasuk Newton, percaya bahwa logam bisa diurai hingga elemen paling kecil dan disulap menjadi jenis logam yang lebih mulia, seperti emas. Beberapa pekan lalu, Bonhams di Pasadena, Amerika Serikat, melelang salah satu manuskrip alkimia yang ditulis oleh Isaac Newton.

Dalam manuskrip itu, Newton menulis ulang rumus bagaimana membuat merkuri atau raksa “filosofis” yang dicetuskan oleh George Starkey, ahli alkimia dari Amerika. Proses ini merupakan satu tahap untuk membuat “batu filsuf”, material yang konon bisa digunakan untuk menyulap logam biasa jadi emas, bahkan bisa membuat hidup manusia abadi.

“Besar kemungkinan Newton pernah menguji coba rumus itu,” kata James Voelkel, kurator Yayasan Chemical Heritage, kepada LiveScience.

Padahal pemerintah Inggris kala itu melarang alkimia lantaran khawatir mata uang negara tersebut terganggu oleh banjir emas palsu. Selama puluhan tahun, Newton menekuni alkimia. Tapi bukan manuskrip-manuskrip alkimia yang jadi “rahasia gelap” Newton. Ribuan lembar penafsiran Newton atas ayat-ayat dalam Injil-lah yang jadi kontroversi.

Tak lama setelah Isaac Newton meninggal, dan setelah sekilas membaca tulisan Newton, Catherine Barton dan suaminya, John Conduitt, segera memanggil seorang anggota Royal Society untuk memeriksa manuskrip peninggalan Newton. Catherine merupakan keponakan jauh Newton. Pada masa tuanya, Newton lebih banyak melewatkan hari-hari bersama keluarga Catherine.

“Manuskrip itu tak layak dipublikasikan,” anggota Royal Society itu menarik kesimpulan.

Selama beberapa tahun, Newton sempat menjadi Presiden Royal Society, tempat para ilmuwan paling top Inggris berhimpun. Entah bagian mana dari catatan-catatan Newton yang dia baca hingga anggota Royal Society tersebut menyimpulkan seperti itu.

Pada beberapa bagian, isi manuskrip Newton memang membuat jidat berkerut. Dalam satu manuskrip yang kini tersimpan di Perpustakaan Nasional Israel, Yerusalem, Newton menuliskan ramalannya bahwa dunia ini akan berakhir pada tahun 2060. Angka itu diperoleh Newton setelah dia menghitung “petunjuk-petunjuk” yang tertulis dalam Kitab Daniel di Kitab Perjanjian Lama.

Kendati hidupnya dihabiskan untuk belajar dan meneliti matematika dan fisika, ada ribuan lembar ulasan tafsir Newton atas ayat-ayat dalam Kitab Injil. Kabarnya, dia memiliki puluhan Kitab Injil dalam pelbagai bahasa dari pelbagai masa. Ada satu tulisan Newton yang, jika disebarluaskan kala itu, barangkali bakal bikin geger.

Berlawanan dengan keyakinan Gereja Katolik kala itu, Newton menolak doktrin Trinitas. Newton, menurut Simon Schaeffer, profesor sejarah di Universitas Cambridge, mengimani bahwa Tuhan Mahakuasa.

“Dia percaya bahwa Yesus adalah Putra Tuhan, tapi tidak setara dengan Tuhan,” kata Simon.

Di mata Newton, doktrin yang dianut gereja tersebut, menurut sejarawan Gale E. Christianson, berlawanan dengan Perintah Pertama Tuhan, yakni ”Jangan ada padamu Allah lain di hadapan-Ku”. Kendati Newton punya keyakinan yang berseberangan dengan Gereja, menurut Rob Iliffe, agama merupakan hal utama dalam hidupnya.

“Jika tulisan anti-Trinitas itu sampai bocor saat dia masih mengajar di Cambridge, kariernya bakal tamat saat itu juga.... Dan dia bakal dikucilkan, bahkan mungkin dijebloskan ke dalam penjara,” kata Stephen Snobelen, profesor sejarah di Universitas King's College, Kanada.

Lantaran pertimbangan inilah Catherine Barton dan suaminya menyimpan rapat-rapat manuskrip Newton, bahkan hingga bertahun-tahun setelah kematian sang jenius.

Hanya setahun setelah kematian Newton, William Whiston, profesor matematika di Universitas Cambridge yang menggantikan Newton, menulis buku A Collection of Authentic Records. Whiston menuding Newton menolak doktrin Trinitas, sama seperti dia. Tapi tak ada yang percaya pada klaim Whiston. Baru ratusan tahun kemudian terungkap bahwa klaim Whiston benar adanya. (*)

Referensi:

Penulis/Editor: Sapto Pradityo

Desainer: Fuad Hasim

Editor : Syaiful Anwar