Tewasnya seorang wanita berinisial DSA (29 tahun), menjadi perdebatan. Pihak Polrestabes Surabaya menyatakan, DSA meninggal dunia karena penganiayaan. Pelakunya ialah Ronald Tannur (31 tahun), putra dari Anggota DPR RI dari Fraksi PKB, Edward Tannur.
Tentang pernyataan pihak Polrestabes Surabaya tersebut ditentang oleh Ketua Umum (Ketum) Persatuan Jurnalis Indonesia (PJI), Hartanto Boechori. Hartanto bersikukuh bahwa DSA tewas bukan akibat kelalaian Ronald Tannur, melainkan dibunuh.
Baca juga: Ketua Umum PJI Mengecam Keras Kekerasan Terhadap Wartawan oleh Preman Tambang di Tuban
"Waktu itu, sikap saya selaku Ketua Umum Persatuan Jurnalis Indonesia, meminta agar Penyidik Polrestabes Surabaya menerapkan pasal Pembunuhan 338 KUHP dan Pasal 351 ayat 3 KUHP terhadap Ronald, yang jadi Tersangka penganiayaan kepada DSA, janda beranak 1 yang juga kekasih Tersangka. Kejadiannya di Surabaya Barat pada Rabu dini hari (4/10/2023).
Sebelumnya, Ronald hanya dijerat oleh Polrestabes Surabaya dengan pasal 351 ayat 3 KUHP (Penganiayaan menyebabkan kematian) atau pasal 359 KUHP (Karena kelalaian menyebabkan kematian). Penerapan padal tersebut sempat dipertanyakan oleh Hartanto.
“Itu kelalaian cap apa,?” tanya Hartanto.
Pada Selasa sore, 10 Oktober 2023, Hartanto mendapat kabar jika Tersangka Ronald telah dijerat pasal pembunuhan sesuai pasal 338 KUHP dan pasal 351 ayat 3 KUHP tentang Penganiayaan menyebabkan kematian.
"Sesuai harapan saya termaksud dalam tulisan sikap saya," tegas Hartanto.
Mewakili semua anggota PJI, Hartanto mengapresiasi respons cepat tanggap Kapolrestabes Surabaya, Kombes Pol Pasma Royce dan Kasatreskrim Polrestabes Surabaya, AKBP Hendro beserta jajaran yang telah responsif dan menegakkan hukum yang benar kepada Tersangka Ronald.
"Tindakan ini tidak hanya mencerminkan keberanian untuk menentukan sikap, tetapi juga menegaskan komitmen Polri menjaga keadilan dan kepercayaan masyarakat. Masyarakat mengetahui dari berbagai media bahwa ayah Tersangka ialah anggota DPR RI (Anggota DPR RI Komisi IV, namun saat ini yang bersangkutan sudah dicopot oleh partainya, PKB akibat perbuatan keji dan biadab yang dilakukan anaknya)," kata Hartanto.
Ditegaskan Hartanto, tulisan “sikap” itu dibuat untuk ikut menjaga marwah Polri.
"Sebelumnya saya ketahui tengah terjadi polemik dan gelombang perasaan gundah serta potensi ketidakpercayaan di tengah masyarakat terhadap Polri atas ketimpangan hukum yang dinilai masyarakat diterapkan kepada Tersangka Ronald yang 'anak pejabat'. Walau melakukan penganiayaan dan pembunuhan dengan cara sangat keji serta biadab melewati batas akal sehat dan nurani kemanusiaan, namun oleh Polisi hanya dijerat pasal hukum relatif ringan. Tentunya masyarakat menduga ada korelasi antara ayah Tersangka pelaku yang pejabat dengan ringannya penerapan hukum kepada Tersangka," katanya.
Hartanto menduga, ketimpangan hukum itu terjadi akibat adanya intervensi dari “pihak atas”. Dan untuk itulah, dia membuat tulisan sikapnya untuk mendukung Kapolrestabes Surabaya dan Kasat Reskrim beserta jajaran Polrestabes Surabaya agar berani menerapkan hukum yang sebenarnya bagi Tersangka.
Baca juga: Persatuan Jurnalis Indonesia DPC Gresik Gelar Rapat Koordinasi
"Dalam masyarakat yang demokratis, partisipasi publik dan opini masyarakat bagian penting dari pembentukan kebijakan hukum yang adil dan transparan," katanya.
Kecepatan dan ketepatan Kapolrestabes Surabaya beserta jajaran dalam merespons opini masyarakat, sebuah contoh baik tentang bagaimana lembaga penegak hukum seharusnya bekerja untuk menjaga kepercayaan dan keadilan dalam sistem hukum.
Lembaga penegak hukum seyogyanya dapat “menarik” masyarakat bekerja bersama demi menciptakan lingkungan hukum adil dan bermartabat dengan menegakkan transparansi hukum untuk menciptakan iklim kepercayaan masyarakat kepada sistim hukum dan penegak hukum.
"Saya harap hukum ditegakkan setegak-tegaknya sampai semua tingkatan hukum dan peradilan. Pers wajib berfungsi sebagaimana amanat Undang undang Pers dan khususnya anggota PJI agar benar-benar mengawal penegakan hukum terhadap Tersangka Ronald sampai semua tingkatan persidangan. Laporkan ke saya bila ada yang ‘menceng’ atau ‘miring’. Kita sikapi bersama," katanya.
Untuk diketahui, Ronald Tannur menganiaya dan membunuh korban DSA (29 tahun) pada Rabu dini hari (4/10/2023) di salah satu mall di Surabaya Barat. Pelaku menendang DSA, “mengepruk” korban dengan botol, mencekik dan tindakan penganiayaan lain.
Setelah itu yang dinilai masyarakat keji serta biadab, DSA yang sudah lemas tak berdaya dilindas dan diseret dengan mobil sampai 5 meter. Setelah itu, Ronald bahkan memvideo DSA yang sedang meregang nyawa.
Baca juga: Ketua Umum PJI : Terbitkan Peraturan Kapolri untuk Mengakomodir Hak Wartawan
Hasil otopsi korban DSA juga relatif sangat parah, menggambarkan kekejian dan kebiadaban pelaku; terdapat luka memar pada kepala belakang, leher kiri kanan bekas cekikan, anggota gerak atas, dada tengah dan kanan, lutut kanan, tungkai kaki atas atau paha, kemudian pada punggung kanan, resapan darah pada perut bawah dan kulit leher kanan-kiri, patah tulang iga ke 2 sampai 5, luka memar pada paru dan organ hati.
Dalam proses penyidikan, penyidik Kepolisian Resor Kota Besar Surabaya mengubah pasal yang disangkakan kepada Ronald dengan Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan.
Sebelumnya, penyidik menerapkan Pasal 351 Ayat (3) KUHP tentang penganiayaan berat yang menyebabkan kematian korban dan atau Pasal 359 KUHP. Penyidik kemudian melakukan gelar perkara hingga ditemukan fakta baru yang menunjukkan adanya unsur perbuatan pembunuhan oleh tersangka GRT kepada pacarnya tersebut.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Surabaya, Ajun Komisaris Besar Polisi Hendro Sukmono, mengatakan, fakta-fakta baru ditemukan dari hasil rekonstruksi dan keterangan tambahan dari saksi-saksi. Gelar perkara pun digelar pada Selasa kemarin, yang melibatkan sejumlah ahli, di antaranya ahli pidana dan forensik. Fakta baru itu diperoleh ketika korban duduk tak berdaya di sisi mobil milik tersangka, setelah mengalami tindakan kekerasan dari tersangka di lift dan basement. Di parkiran, tersangka lantas masuk ke dalam mobil dan duduk di kursi pengemudi.
Tanpa memberi aba-aba, tersangka lalu melajukan mobilnya sehingga sebagian tubuh korban terlindas mobil. Nah, tanpa mengingatkan korban saat mobil dijalankan itulah yang disangkakan terhadap tersangka melakukan perbuatan pembunuhan. (pan)
Editor : Syaiful Anwar