Lembaga pendidikan apalagi statusnya sekolah negeri selayaknya tidak membebani wali murid perihal iuran sekolah, kegiatan ekstrakulikuler atau kegiatan lainnya. Justru yang terjadi tidak demikian.
Pihak sekolah malahan membebani wali murid dengan iuran yang nilainya fantastis. Seperti yang terjadi di salah satu sekolah dasar (SD).
Baca juga: Komite SMAN 1 Tumpang Klarifikasi Terkait Penarikan Sumbangan ke Siswa Rp 650 Ribu
Data yang diperoleh Tim Lembaga Swadaya Masyarakat Front Pembela Suara Rakyat (LSM FPSR), terdapat iuran yang diperuntukkan berbagai macam kegiatan, mulai dari rekreasi, ijazah, keperluan alat tulis kantor (ATK), seragam batik, dan masih banyak item lainnya. Padahal, sebagian keperluan tersebut bisa dicukupi dengan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) setiap tahunnya.
Aris Gunawan selaku Ketua LSM FPSR menyebutkan bahwa SD tersebut mendapat BOS yang tidak sedikit. Misalkan pada tahun 2022. Dari catatan yang didapat LSM FPSR, di tahun 2022 mendapatkan dana BOS Reguler dan Afkin yang dikucurkan Dinas Pendidikan sebesar Rp 180.495.800. Posisi saat itu, masih memiliki saldo awal Rp 1.349.255, dan koreksi saldo awal Rp 435.755.
Dana BOS dan Afkin yang diterima pada tahun 2022 digunakan oleh pihak SD untuk belanja operasi sebesar Rp 174.495.800, belanja modal peralatan mesin Rp 5.998.500. Total belanja Rp 180.494.300. Dan saldo terakhir setelah belanja tersebut tersisa Rp 915.000.
"Artinya, dana BOS yang dikucurkan ke SDN itu cukup besar. Itu belum anggaran dan realisasi belanja hibah Bosda SD sederajat yang dikucurkan oleh Dinas Pendidikan Gresik sebesar Rp 55.025.530.000, dan bantuan biaya siswa SD dan SMP sebesar Rp 3.019.200.000 di tahun 2022. Dengan besaran seperti itu, seharusnya SDN tidak membenani wali murid atau orang tua siswa dengan modus iuran rekreasi, seragam, atau lainnya," jelas Aris.
Di tahun berikutnya yakni tahun 2023, SDN itu kembali memperoleh dana BOS tahap 1 sebesar Rp 100.800.000 dan tahap 2 senilai Rp 100.799.000.
Penjelasan Aris, iuran atau sumbangan yang dilakukan SDN tersebut kepada wali murid terdiri dari berbagai macam. Antara lain untuk acara perpisahan, siswa kelas 6 harus membayar Rp 125 ribu, dan siswa kelas 1 sampai 5 bayar Rp 60 ribu. Kemudian iuran untuk rekreasi sebesar Rp 700 ribu.
"Setelah saya telpon gurunya, dia bilang kalau iuran Rp 700 ribu, rinciannya Rp 350 ribu untuk rekreasi, Rp 350 ribu untuk ijazah, ATK, dan lain-lain. Tapi informasi dari keluarga saya yang jadi guru, untuk keperluan ijazah itu sudah ada anggarannya dari Diknas. Jadi tidak perlu ada iuran lagi. Itu belum iuran seragam baju batik yang harus ganti setiap 2 tahun sekali. Untuk atasan kain batik wajib beli di sekolah seharga 100 ribu. Untuk masalah seragam, pihak sekolah memaksa wali murid untuk tanda tangan surat pernyataan yang menyatakan bahwa wali murid tidak keberatan dengan harga seragam Rp 100 ribu. Kami sangat kecewa karena pihak sekolah memanfaatkan dunia pendidikan sebagai ajang komersil. Apalagi saat kondisi wali murid dalam situasi sulit," ungkap Aris Gunawan.
Baca juga: Minta Dana Partisipasi HUT RI ke Siswa, Anggaran Pemerintah Kecamatan Wringinanom Diungkap WAGs
Aris juga kecewa karena para wali murid mengadakan iuran untuk memberikan souvenir kenang-kenangan kepada guru.
"Karna pihak sekolah sifatnya mewajibkan para wali murid untuk ikut iuran. Kasihan untuk wali murid yang kurang mampu lalu diwajibkan bayar iuran untuk beli kenang-kenangan berupa perhiasan emas, sedangkan untuk diri sendiri saja tidak mampu beli," tegas Aris. (*)
Editor : Syaiful Anwar