Guru di Surabaya Diintimidasi dan Diancam Wanita Asal Magetan

Reporter : Redaksi
Ibu EP saat menyerahkan uang Rp 40 juta ke IS untuk DP mobil

Inisial EP, seorang pensiunan Kepala Sekolah di salah satu negeri di Kota Surabaya trauma dengan kalimat intimidasi dan ancaman yang dikirim oleh wanita asal Kabupaten Magetan, yakni Saudari (Sdri) IS (34 tahun) melalui pesan di nomor Whatsapp miliknya. Pesan yang membuat pikirannya hampir depresi tersebut juga dialamatkan kepada nomor pribadi putrinya berinisial Sdri. PABS.

“Kirim WA (Whatsapp) ke saya dan putri saya. Mbak IS mau melaporkan saya ke Polisi. Itu yang membuat saya seketika hampir depresi. Anak saya juga tidak bisa tenang saat mengajar di sekolah karena diintimidasi dan ditagih terus,” kata EP kepada wartawan disampaikan pada Minggu sore, 12 Oktober 2025.

Baca juga: Pensiunan Guru Laporkan Warga Bogem atas Dugaan Penipuan dan Penggelapan

Dugaan ancaman dan intimidasi yang dialami EP beserta PABS bermula ketika perkenalan EP dan Sdri. IS pada September 2024. Ketika itu, EP sedang berproses hukum di Surabaya dan butuh dana cepat. Kemudian, seorang perempuan bernama Nurul datang ke rumah EP dengan mengenalkan IS.

Nurul mengatakan kepada EP jika Sdri. IS bisa membantu masalahnya. Dari perkenalan itu, kemudian komunikasi antara EP dan Sdri. IS berlanjut. Selang beberapa hari, Sdri. IS menawarkan EP untuk mengambil 1 unit Honda HRV 1.5L SE CVT secara kredit sebagai salah satu solusi atas dana yang dibutuhkan. Mobil tersebut rencana dijaminkan untuk pendanaan kasus EP.

Penawaran itu disetujui oleh EP. Namun, EP meminta agar pengajuan pembelian 1 unit Honda HRV 1.5L SE CVT bukan atas nama dirinya, melainkan atas nama putrinya berinisial PABS. Keduanya pun sepakat.

Singkat cerita, datanglah Sales dari Dealer Honda Bintang Madiun ke rumah EP didampingi Sdri. IS. Sdri. IS mengarahkan agar EP dengan atas nama anaknya berinisial PABS, mengambil unit Honda HRV 1.5L SE CVT di Dealer Madiun. Sedangkan untuk pembiayannya, diajukan ke salah satu lembaga pembiayaan di Surabaya.

Setelah pengajuan untuk pembelian 1 unit Honda HRV 1.5L SE CVT disetujui oleh Dealer Honda Bintang Madiun dengan salah satu lembaga pembiayaan di Surabaya dengan atas nama PABS, kemudian PABS membayar uang muka (down payment/DP) sebesar Rp 83 juta melalui Sdri. IS yang diserahkan secara cash sebesar Rp 40 juta, sisanya transfer ke rekening BRI nomor 635901002658xxx atas nama Sdri. IS. Angsuran per bulan Rp 8,195 juta selama 72 bulan. Kemudian 1 unit Honda HRV 1.5L SE CVT nomor L 1329 DBA diserahkan oleh Dealer Honda Bintang Madiun ke PABS pada November 2024.

Setelah penyerahan 1 unit Honda HRV 1.5L SE CVT tersebut, PABS tidak lantas memakai mobil yang dibelinya tersebut secara kredit. Tapi mobil Honda HRV 1.5L SE CVT tersebut dititipkan ke Sdri. IS. Sedangkan angsuran tiap bulan, PABS yang membayar melalui Sdri. IS, yang ditransfer ke rekening BRI atas nama Sdri. IS.

Dikatakan EP, angsuran pembelian 1 unit Honda HRV 1.5L SE CVT dibayar oleh PABS melalui rekening Sdri. IS, dan tiap bulannya tidak pernah telat. Namun, EP kaget ketika ada Debt Collector yang datang ke sekolah tempat anaknya mengajar. Ketika itu, Debt Collector tersebut menagih angsuran ke putri EP berinisial PABS.

“Ternyata, putri saya ditagih karena ada keterlambatan angsuran mobil sejak Juli 2025. Padahal anak saya sudah transfer ke rekening Sdri. IS di Bulan Juli 2025 supaya dibayar angsuran mobil, ternyata tidak dibayarkan. Mobil itu katanya mau dikembalikan ke putri saya, ternyata juga tidak dikembalikan sampai sekarang. Katanya, mobilnya digadaikan Rp 125 juta untuk urus kasus saya. Tapi nyatanya, tidak diurus. Uang yang katanya hasil gadai mobil itu, saya gak tahu. Dan saya katanya punya hutang puluhan juta ke Sdri. IS,” jelas EP.

Dari peristiwa itulah, EP dan Sdri. PABS kerap mendapat ancaman dan intimidasi dari Sdri. IS. Bahkan, beberapa chat yang dikirim Sdri. IS ke EP dan PABS mengarah ke dugaan pemerasan.

Karena sudah tidak kuat lagi dengan ancaman dan intimidasi tersebut, EP dan PABS memberikan Kuasa atas kasusnya tersebut kepada Advokat Dodik Firmansyah, yang beralamat kantor di Jalan Peneleh nomor 128 Surabaya.

Setelah mendapatkan Kuasa Hukum dari EP dan PABS, Dodik Firmansyah ingin menyelesaikan perkara kliennya tersebut dengan Sdri. IS secara kekeluargaan. Pada Minggu sore (12/10/2025), Dodik Firmanyah dan kliennya datang ke rumah Sdri. IS di Desa Bogem, Kecamatan Kawedanan, Kabupaten Magetan, dengan diantar oleh Ketua RT setempat.

Baca juga: Dodik Firmansyah Kunjungi Kantor DPC MADAS Gresik

Saat tiba di rumah Sdri. IS sekitar jam 16.00 WIB, Sdri. IS tidak ada di rumahnya. Dodik Firmansyah dan kliennya disambut oleh ibu dari Sdri. IS berinisial Tr. Saat ditemui, Ibu Tr tidak tahu menahu tentang kendaraan 1 unit Honda HRV 1.5L SE CVT.

“Klien kami bilang, Ibu Sdri. IS mengatakan jika 1 unit Honda HRV aman karena dipakai oleh ibunya. Malahan saat ditanya, ibunya tidak tahu menahu tentang mobil tersebut. Berarti Sdri. IS sudah ada indikasi kebohongan,” jelas Dodik Firmansyah.

Untuk tetap menyelesaikan secara kekeluargaan, Dodik Firmansyah dan kliennya menunggu kepulangan Sdri. IS. Saat berkomunikasi melalui telpon, Sdri. IS meminta agar menunggu dirinya pulang sekitar beberapa menit sejak jam 16.00 WIB. Dodik Firmansyah masih setia menunggu hingga jam 21.00 WIB. Tapi, Sdri. IS belum juga pulang di rumahnya.

Geram karena niat baiknya untuk menyelesaikan secara kekeluargaan diabaikan oleh Sdri. IS, Dodik Firmansyah dan kliennya pulang.

“Kami datang ke rumah Ibu Sdri. IS dengan harapan bisa diselesaikan secara kekelurgaan. Tapi tidak ditemui. Ya sudah, kami akan mengambil langkah-langkah berikutnya, termasuk kemungkinan akan melaporkan yang bersangkutan dengan dugaan intimidasi dan pemerasan,” kata Dodik Firmansyah.

Sdri. IS saat dikonfirmasi melalui sambungan telpon Whatsapp membantah dituduh melakukan intimidasi, ancaman, atau pemerasan. Diakui Sdri. IS, dia mengirim kalimat dengan kata-kata kurang pantas ke EP karena saat itu, dia sedang emosi.

Baca juga: Klarifikasi BRI Unit Kunir atas Polemik Nasabah yang Pakai Jasa Pengacara

“Saya mengancam melaporkan ke Polisi karena kondisi saya emosi. Saya awalnya tidak kenal dengan Ibu EP. Ibu EP tahu kemana larinya uangnya itu, ada bukti transfer,” kata Sdri. IS.

Sdri. IS kembali menegaskan, jika dia tidak pernah melakupan upaya pemerasan ke EP. Dan semua uang dari EP atau PABA, ada hitungannya.

“Saya tidak memeras. Dan itu ada hitunganya. Ibu EP sebelum mengenal saya, ada hitunganya. Dan sebelum sidang (kasus EP), Ibu EP tak kasih catatannya, dan dia mengiayakan waktu di Surabaya dan Sidoarjo. Sedangkan uang itu larinya kemana, dia tahu sendiri. Bukan saya menipu atau saya memeras, ndak. Memang waktu itu saya nagih. Wajarlah aku nagih. Kadang aku nesu (marah) itu wajar. Kalau memang ada hitunganya dan datanya ada. Ibu EP harus menyelesaikan kekurangannya kepada saya agar sama-sama enak,” kata Sdri. IS.

Terkait dengan tidak menemui langsung Dodik Firmansyah dan EP beserta PABS saat mendatangi rumahnya, Sdri. IS berkilah jika dia tidak senang rumahnya didatangi berama-ramai. Sdri. IS juga tak mau ibunya dilibatkan.

“Aku juga gak enak dengan ibuku. Jangan smpai melibatkan ibu. Anakku masih kecil. Saya bantu Ibu EP itu lebih-lebih. Itu juga ada bukti transfernya. Kalau memang ada kendala, saya juga gak tahu. Kalau memang mau diselesaikan, ayo. Tapi gak bisa malam ini,” ujar Sdri. IS yang meminta waktu untuk diselesaikan di luar rumahnya.

“Saya sudah WA (Whatsapp) ke Ibu EP. Bu dicari solusi bareng-bareng. Sini terselesaikan, ibunya juga terselesaikan,” lanjut Sdri. IS. (*fin)

Editor : Bambang Harianto

Peristiwa
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru