Dugaan Arogansi Oknum Polisi kepada Anak Jenderal TNI Bintang 2

Reporter : Mahmud
Joan Maria Louise Mantiri

Trauma dan tekanan psikis masih membekas dalam diri Joan Maria Louise Mantiri, anak dari pensiunan jenderal bintang 2 di Tentara Nasional Indonesia (TNI). Kejadian demi kejadian yang dialami pada Rabu siang, 4 Juni 2025, tidak hanya menyisakan pengalaman traumatik. Sejumlah barang berharga peninggalan warisan leluhurnya juga hilang. Nilainya mencapai ratusan miliar rupiah.

Joan Maria Louise Mantiri merupakan korban eksekusi gedung IMKA (Ikatan Masehi untuk Kepemudaan Am) yang dikelola YMCA (Young Men’s Christian Association). Gedung seluas kurang lebih 3.800 m2 tersebut awalnya gedung yang asalnya dari seorang pedagang kaya dari Perancis yang membangun gedung itu sama persis seperti gedung tempat tinggal istrinya di Perancis.

Pada zaman penjajahan Belanda, Gedung itu diberi sumbangan Angkatan Laut Belanda dan Angkatan Darat Belanda supaya bisa menjadi Club House mereka, yang akhirnya mereka saat diusir dari Indonesia menjadi Gedung Pasukan Berani Mati Tentara Jepang. Setelah itu diserahkan untuk maksud kemanusiaan, yaitu untuk pendidikan dan kegiatan kepemudaan yang bernama bernama Internatio Algemene Maatschappij voor Jongeren atau Amsterdamsche Maatschappij Voor Jongeren atau disebut AMVJ atau disebut Young men's Christian Association atau sekarang bernama Ikatan Masehi Kepemudaan Am yang tidak ada hubungannya dengan Yayasan Ikatan Masehi Kepemudaan Amanah, yaitu IMKA Yayasan buatan yang baru oleh oknum dibuat supaya mirip dengan nama IMKA (Am) . Lokasinya berada di Jalan Kombes Pol M. Duryat Nomor 9 Kelurahan Embong Kaliasin, Kecamatan Genteng, Kota Surabaya.

Joan Maria Louise Mantiri menempati gedung tersebut sejak puluhan tahun, yang difungsikan sebagai sekolah TK (Taman Kanak Kanak) IMKA. Joan Maria Louise Mantiri sebagai Kepala Sekolah TK IMKA setelah mendapat izin pendirian secara resmi dari Kementerian Pendidikan pada tahun 2009.

Namun, Lie Mie Ling menggugat kepemilikan gedung YMCA tersebut dengan alasan yang tidak masuk akal. Terjadilah eksekusi. Ekskusi dilakukan oleh Pengadilan Negeri (PN) Surabaya atas permohonan dari Lie Mie Ling, berdasarkan penetapan pengadilan nomor 1025/Pdt.G/2022/PN Sby. Saat dilakukan eksekusi, terjadi kericuhan. Polisi dari Polrestabes Surabaya yang seharusnya mengayomi, malah dianggap melakukan pembiaran dan bertindak arogan.

Akibatnya, Joan Maria Louise Mantiri mengalami sejumlah luka saat ingin menyelamatkan barang-barang miliknya yang berada di dalam gedung YMCA (Young Men’s Christian Association).

“Saat eksekusi, saya ditarik dan tangan saya dicakar oleh oknum berseragam Polrestabes Surabaya. Saya tidak tahu namanya karena pada saat itu ricuh. Oknum Polrestabes Surabaya saat itu juga bertindak agresif. Ikut merobohkan pagar gedung bersama-sama ada bukti Video yang tampil di Televisi saat itu dan setelah merobohkan pagar ditinggalkan begitu saja tanpa dilakukan pengamanan. Akibatnya, banyak orang tak dikenal masuk dan beberapa barang berharga saya dijarah,” ungkap Joan Maria Louise Mantiri dalam percakapan dengan Lintasperkoro pada Senin, 25 November 2025.

Barang berharga yang paling bernilai bagi Joan Maria Louise ialah Koin bergambar Liberty yang dibuat pada tahun 1793. Koin tersebut merupakan peninggalan dari leluhurnya, kemudian diwariskan ke buyutnya. Dari buyutnya tersebut sampai diwariskan ke Ibu dari Joan Maria Louise.

“Koin itu turun dari nenek moyangku, lalu ke buyut, kemudian diwariskan ke Mama. Mama ngasih ke aku. Itu kenanganku dari leluhur. Koin bergambar patung Liberty itu cuma ada di Museum Amerika Serikat. Nilainya jika di uangkan, mencapai Rp 149 miliar. Dan itu jadi buruan para kolektor dunia. Koin itu hilang saat eksekusi,” ucap Joan Maria Louise.

Joan Maria Louise menjelaskan, koin bergambar patung Liberty dibungkus dalam kain dan ditaruh di dalam kotak. Kotak yang berisi koin bergambar patung Liberty tersebut diletakkan di atas meja printer.

Saat dilakukan eksekusi, meja beserta kotak yang di dalamnya berisi koin bergambar patung Liberty sudah hilang. Dia sudah mencarinya, namun tidak ditemukan.

“Itu peninggalan leluhur saya yang paling berharga,” ujar Joan Maria Louise.

Joan Maria Louise menyebutkan, barang antik lainnya yang hilang ialah piring yang harganya mencapai Rp 2 miliar. Piring tersebut juga peninggalan dari buyutnya yang selama ini dia jaga.

“Ada piring antik harga Rp 2 miliar hilang saat dieksekusi. Barang-barang saya dibawa ke gudang Pengadilan Surabaya di Jalan Kasuari Surabaya. Sebagian dibawa ke gudang Polrestabes Surabaya. Saya disuruh ambil disana. Saat saya ambil di gudang tersebut, barang-barang antik saya tidak ada. Pihak Pengadilan Surabaya maupun Polrestabes Surabaya saat eksekusi, tidak mencatat barang-barang yang ada. Asal eksekusi dan memindahkan barang orang. Ini sudah pidana menghilangkan barang orang,” tegas Joan Maria Louise.

Tidak cuma kehilangan barang antik bernilai miliaran rupiah. Barang-barang berharga milik Joan Maria Louise juga hilang saat dieksekusi oleh Pengadilan Surabaya. Beberapa barang tersebut, yaitu jam tangan merk Alexander Cristy, kompor panggangan listrik sebanyak 20 unit dalam kondisi baru, jam bermerk lainnya seharga jutaan rupiah, pakaian dan meja.

Bahkan, meja Café milik Joan Maria Louise tampak digunakan oleh pedagang di sekitar Gedung YMCA (Young Men’s Christian Association). Joan Maria Louise heran, karena meja tersebut sebelumnya berada di dalam gedung dan saat dieksekusi hilang.

“Semua ini karena kecerobohan dari pihak Pengadilan dan Aparat Kepolisian yang tidak bertanggungjawab dan membiarkan terjadi penjarahan barang-barang saya. Diantara begitu banyak barang berharga saya yang hilang, saya cuma ingin koin bergambar Liberty dikembalikan. Mereka saat eksekusi katanya mau tanggungjawab kalau ada barang yang hilang. Sekarang dimana tanggungjawabnya?” tegas Joan Maria Louise.

Menurut Joan Maria Louise, selama ini dia diam karena masih mengumpulkan sejumlah bukti-bukti. Kini, setelah bukti-bukti tercukupi, Joan Maria Louise melakukan langkah hukum, yakni melaporkan oknum penanggungjawab keamanan eksekusi dari Polrestabes Surabaya ke pihak Bidang Profesi dan Keamanan (Propram) Polda Jawa Timur.

Laporan pengaduan telah disampaikan ke Bidang PROPRAM Polda Jawa Timur pada 20 November 2025, dengan bukti lapor Nomor : B/207/XI/WAS.2.4/2025/Bidpropram.

Bukti lapor ke Bid Propram Polda Jawa Timur

Dia juga akan melaporkan pihak-pihak lain saat eksekusi dengan pasal pidana penjarahan ke Bareskrim Polri. Karena eksekusi itu, Joan Maria Louise kehilangan barang-barang antik serta barang berharga.

“Saya laporkan oknum Polrestabes Surabaya ke PROPAM, karena pihak Polrestabes Surabaya yang merobohkan pagar duluan, lalu membiarkan orang-orang masuk tanpa pengamanan dan menjarah barang-barang saya. Untuk pidana penjarahan, saya akan lapor ke Bareskrim Polri,” tegas Joan Maria Louise.

Alasan Joan Maria Louise melaporkan pasal pidana, karena proses eksekusi terhadap tanah bekas gedung IMKA tidak sah dan cacat prosedur. Karena eksekusi dilakukan tidak melalui tahapan-tahapan serta mekanisme yang benar, diantaranya adalah konstatering.

“Konstatering adalah tahapan awal sebelum Pengadilan melakukan tahapan aamaning atau teguran resmi dari Pengadilan. Sebelum proses eksekusi, Pengadilan Surabaya melakukan proses sita eksekusi, namun dalam faktanya belum pernah dilakukan. Dan Saya tidak pernah menerima dokumen dari Pengadilan Surabaya maupun dari Polrestabes Surabaya akan dilakukannya eksekusi. Karena proses hukum belum inkrach, masih PK (Peninjauan Kembali) tahap 1. Kok bisa dilakukan eksekusi. 3 hari sebelum eksekusi, ada surat dari Komisi 3 DPR RI supaya eksekusi ditunda. Tapi Pengadilan memaksa eksekusi,” ungkap Joan Maria Louise dengan heran akan keadilan di negeri ini.

Joan Maria Louise akan memperjuangkan keadilan atas kejadian yang menimpa dirinya. Dia yakin, ada secercah harapan dari proses keadilan yang diperjuangkan saat ini.

“Selama saya tinggal di gedung IMKA, saya gak kenal dengan Lie Mie Ling. Tiba-tiba dia muncul menggugat. Lie Mie Ling menggugat papa yang tidak ada hubungannya dengan gedung IMKA itu. Saya menempati gedung itu karena ditunjuk jadi Kepala Sekolah TK IMKA,” ujar putri kedua dari Laksanama Muda (Laksda) Purnawirawan Frits AC Mantiri ini. Laksda Purnawirawan Frits AC Mantiri merupakan mantan Gubernur Akademi Angkatan Laut (AAL) ke-22, periode tahun 1999 sampai 2021., yang juga Penasihat ARPG (Aliansi Relawan Prabowo – Gibran) Jawa Timur. (*)

Editor : S. Anwar

Peristiwa
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru