Usaha tambang jenis galian c yang dijalankan Nely Rahmawati di Dusun Setembel, Desa Gambiran, Kecamatan Gambiran, Kabupaten Banyuwangi, terhenti di tangan personil Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polresta Banyuwangi. Tambang tersebut tidak dilengkapi perizinan usaha tambang sebagaimana terdiri atas Izin Usaha Pertambangan (IUP), IUP Khusus, IUP Khusus sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak Perjanjian, Izin Pertambangan Rakyat (IPR), Surat Izin Pertambangan Batuan (SIPB) izin penugasan, Izin Pengangkutan dan Penjualan, IUJP, dan IUP untuk Penjualan.
Nely Rahmawati ditangkap personil Satreskrim Polresta Banyuwangi pada Kamis, 25 September 2024 sekira pukul 13.15 WIB. Satreskrim Polresta Banyuwangi yang dikoordinir oleh Agus Romadhon bersama dengan Adi Triyoko juga mengamankan beberapa orang serta barang bukti yang ada kaitannya dengan kegiatan penambangan tersebut.
Baca juga: Yayak Dipidana 5 Bulan Penjara di Kasus Tambang Ilegal Banyuwangi
Pada saat M Agus Romadhon bersama dengan Adi Triyoko melakukan pemeriksaan di lokasi tambang di Dusun Setembel, Desa Gambiran, didapatkan hasil jika usaha pertambangan tersebut belum memiliki dokumen perijinan dari Pemerintah namun telah melakukan penjualan hasil tambang berupa sirtu (pasir batu), tanah urug, dan batu.
M Agus Romadhon bersama dengan Adi Triyoko kemudian menginterogasi Nely Rahmawati dan menanyakan apakah Nely Rahmawati memiliki Surat Izin terkait kegiatan penambangan tersebut. Nely Rahmawati berdalih jika hanya melakukan aktivitas pemerataan lahan berdasarkan berita acara nomor BABPDEMS/VII/2024 tentang musyawarah perataan Tanah Kas Desa (TKD) Desa Tamansari, Kecamatan Tegalsari, Kabupaten Banyuwangi, tahun 2024.
Nely Rahmawati mengakui jika syarat-syarat perijinan yang harus dimiliki setiap melakukan penambangan tanah urug sirtu (pasir batu) dan batu adalah musyawarah desa (Musdes) Pemerintah Desa (Pemdes) Rekom Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang dikeluarkan dari Dinas ESDM Provinsi Jawa Timur. Untuk rekom Dinas ESDM Provinsi Jawa Timur masih dalam proses pengurusan.
Pada saat itu, M Agus Romadhon bersama dengan Adi Triyoko juga menanyakan kepada Nely Rahmawati, sejak kapan kegiatan penambangan seluas 4 hektar tersebut mulai beroperasi. Nely Rahmawati mengaku jika kegiatan penambangan tersebut beroperasi sejak 20 Juli 2024.
Dalam melakukan kegiatan penambangan tersebut, Nely Rahmawati mempekerjakan Dimyati sebagai Operator eskavator merek Hyundai warna kuning.
Ada pula Nungky Ricko Yuda Efrianto sebagai checker di lokasi tambang yang mempunyai tugas antara lain pencatatan pengeluaran tanah uruk pasir dan batu serta menerima uang hasil penjualan material tambang dari pembeli.
Untuk sistem penjualannya, yakni hasil penambangan berupa sirtu (pasir batu), tanah urug, dan batu, tersebut dijual kepada siapa saja pembeli yang datang dan mau membeli. Ketika pembeli datang, Nungky Ricko Yuda Efrianto selaku checker menerima pembayaran dari pembeli supir truk.
Untuk tanah uruk hasil pertambangan tersebut dijual ke masyarakat umum dengan harga Rp 100.000 per rit, sedangkan sirtu dijual ke masyarakat umum dengan harga Rp150.000 per rit.
Barang bukti yang diamankan dari penambangan tanpa izin yang dilakukan oleh Nely Rahmawati tersebut antara lain 1 unit eksavator merek HYUNDAI warna kuning beserta kunci kontaknya ; 1 buku catatan, 1 bolpoint, uang hasil penjualan sejumlah Rp 2.155.000 ; 1 unit handphone merek OPPO Reno 8 4G warna pelangi.
Baca juga: Yayak Dipidana 5 Bulan Penjara di Kasus Tambang Ilegal Banyuwangi
Berdasarkan surat pemberitahuan dari Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM PTSP) Provinsi Jawa Timur Nomor 5001672219711672024 tanggal 4 Oktober 2024, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Jawa Timur tidak pernah mengeluarkan Izin Usaha Pertambangan IUP, IPR, atau IUPK atas nama Nely Rahmawati.
Atas perbuatannya itu, Satreskrim Polresta Banyuwangi menetapkan Nely Rahmawati sebagai tersangka. Perbuatan Nely Rahmawati sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 158 Jo Pasal 35 Undang Undang Republik Indonesia Nomor 3 tahun 2020 tentang perubahan atas Undang Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja Menjadi Undang Undang.
Kini, Nely Rahmawati sedang diadili di Pengadilan Negeri Banyuwangi, dengan nomor perkara 10/Pid.Sus-LH/2025/PN Byw. Sidang dakwaan dilaksanakan pada Senin, 13 Januari 2025. Dakwaan dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), Agus Hariyono. Nely Rahmawati terancam pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
Sebelumnya, tambang galian C di Tanah Kas Desa (TKD) Tamansari, yang dikelola Nely Rahmawati menuai protes dari aktivis lingkungan. Bahkan, Camat Tegalsari tidak tahu adanya tambang tersebut.
Nely Rahmawati menjalankan tambang di atas lahan TKD Tamansari atas perintah tertulis dari Akbar Mukahvi selaku Kepala Desa (Kades) Tamansari. Perintah itu tidak ditampik oleh Akbar Mukahvi. Diakuinya, Nely Rahmawati diperintah oleh berdasarkan surat perintah penataan lahan.
Baca juga: Yayak Dipidana 5 Bulan Penjara di Kasus Tambang Ilegal Banyuwangi
Surat perintah itu ditujukan kepada Corneles Yohanis Sapulete dengan alamat Jayapura, dan Nelly Rahmawati, beralamat Pasar Minggu, Jakarta.
Dalam surat perjanjian yang dibuat antara Pemerintah Desa (Pemdes) dan kedua orang yang beralamat di luar Kabupaten Banyuwangi tersebut, dijelaskan jika Pemdes Tamansari menerima kondisi gumuk TKD menjadi lahan persawahan. Sedangkan hasil tanah dari pengerukan menjadi milik Corneles Yohanis Sapulete dan Neli Rahmawati.
Sugiarto selaku Ketua Komunitas Sadar Hukum kemudian melaporkan pengelola tambang tersebut ke Polresta Banyuwangi. Dia beralasan, tambang di atas tanah kas desa (TKD) Tamansari di Kecamatan Gambiran telah mengingkari hasil audensi di kantor Kecamatan Gambiran pada 31 Juli 2024. Pelaku tambang tetap melakukan kegiatan penambangan, mengeruk, memindahkan, dan menjual.
“Ini kegiatan ilegal, karena belum mengantongi rekomendasi dari Bupati karena tanah TKD. Saya pastikan laporan masuk ke Polresta,” ucap Sugiarto pada Agustus 2024 lalu. (*)
Editor : Bambang Harianto