Kelakuan 5 oknum Debt Collector ini terbilang berani. Dia menjemput paksa Heris Choiruman ke markas Polres Mojokerto Kota.
Di markas Polres Mojokerto Kota tersebut, Heris Choiruman mendapat intimidasi. Bahkan, oknum Debt Collector tersebut berlagak seperti anggota Polisi yang membuat Heris Choiruman dan istrinya, Anjiroh Mufidah, terintimidasi.
Baca juga: 8 Bulan Laporan Warga Nganjuk di Polres Mojokerto Dianggurin
Peristiwa yang dialami pasangan suami istri asal Desa Medali, Kecamatan Puri, Kabupaten Mojokerto, dialami pada Selasa siang, 9 September 2025.
Dari pengakuan Heris Choiruman kepada wartawan, peristiwa tersebut bermula ketika beberapa orang berbadan tegap mendatangi rumahnya. Saat itu, di rumahnya hanya ada istrinya.
Sejumlah orang tersebut menggedor pintu rumahnya dengan keras agar segera dibukakan pintunya. Begitu pintu rumahnya dibuka, beberapa orang tersebut menanyakan keberadaannya.
"Istri saya bilang, saya tidak ada di rumah. Beberapa orang tersebut memaksa istri saya menjemput di sekolah. Dapat telpon dari istri, saya pulang ke rumah," jelas Heris Choiruman pada Kamis, 11 September 2025.
Menurut keterangan Heris Choiruman, setelah ia pulang ke rumahnya, ia langsung ditanya oleh beberapa orang tersebut mengenai keberadaan mobil Avanza yang dibelinya secara kredit. Heris menyangka, mereka adalah Intel Kepolisian.
Tapi Heris Choiruman tidak langsung menunjukkan keberadaan mobilnya. Beberapa orang itu pun memaksa Heris Choiruman masuk ke mobil yang dibawa oknum Debt Collector untuk dibawa ke Polres Mojokerto Kota.
Heris Choiruman minta agar diberi kesempatan menunggu istrinya pulang dulu dari menjemput anaknya di sekolah. Namun, oknum Debt Collector tersebut tidak menghiraukan dan tetap membawa Heris Choiruman ke dalam mobilnya.
Waktu di dalam mobil, Heris Choiruman ketakutan dan merasa jiwanya terancam. Dia mengalami tekanan psikologis, seperti dibentak. Bahkan diancam akan dipenjarakan.
"Di dalam mobil saya di bentak-bentak, diperlakukan seperti maling. Kap mobil digedor-gedor. Saya merasa ketakutan, kemudian saya di bawa ke Polres Mojokerto Kota," ungkap Heris Choiruman.
Setibanya di Polres Mojokerto Kota, Heris Choiruman disuruh mengaku keberadaan mobil Avanza miliknya. Karena ketakutan, akhirnya Heris Choiruman mengakui bahwa mobil Avanza tersebut titipkan ke ke temannya bernama Imam.
Baca juga: Vonis Penjara untuk Komplotan Penyalahguna Solar Subsidi di Mojokerto
"Disitu saya disuruh langsung telpon dan mendatangkan Imam. Saya juga disuruh bikin surat pernyataan dan disuruh menandatangani berkas dokumen yang isinya saya tidak tahu. Karena dilarang untuk membaca. Selain itu, selama di Polres Mojokerto Kota, saya ditanya oleh salah satu anggota Polres Mojokerto Kota terkait keberadaan mobilnya dengan nada kasar, seperti saya sebagai pelaku kejahatan," ujar Heris Choiruman.
Perlakuan kasar yang diterima Heris Choiruman ialah saat ponselnya (HP) dirampas oleh seseorang bernama Hendro dan Rizal. Heris Choiruman berkata, dia tidak boleh telpon siapapun.
"Kemudian HP saya digunakan untuk menghubungi Imam melalui aplikasi pesan singkat," singkat Heris Choiruman.
Setelah itu, sekitar pukul 17.30 WIB, staf Lembaga Bantuan Hukum Perlindungan Konsumen (LBH-PK) yang diketuai oleh Sadak datang dan menjemput Heris Choiruman di Polres Mojokerto Kota. Heris Choiruman kemudian diantar ke tempat Ketua Garda Majapahit, Dedy.
"Disitu saya mengetahui kalau kelima orang tersebut bukan anggota Intel Polisi, melainkan Debt Collector yang bernama Hendro, Antok, Rizal, Hendrik, Pindang. Dari kejadian tersebut, saya merasa sangat ketakutan dan trauma atas tindakan yang mereka lakukan. Seakan saya ini penjahat atau maling, sehingga diperlakukan seperti itu selama berada di Polres Mojokerto Kota.
Ketua Firma Hukum ELTS, Agus Sholahuddin ikut menanggapi terkait masalah ini. Menurutnya, kasus ini sangat memprihatinkan tidak berkeprimanusian.
Baca juga: Para Terduga Pelaku Penyalahgunaan Solar Subsidi di SPBU Mojokerto
"Kok bisa Debt Collector bekerja sama dengan oknum anggota kepolisian. Dan kok bisa premanisme berkedok Debt Collector keluar masuk Polres Mojokerto Kota. Padahal sudah jelas premanisme yang berkedok Debt Collector harus segera ditangkap. Apalagi berani membawa konsumen dan berlaga seperti oknum anggota," tegas Agus Sholahuddin.
Agus Sholahuddin mengimbau agar jangan sampai anggota Kepolisian dibuat alat untuk mengintimidasi atau menakut-nakuti.
"Karena sudah jelas fidusia ini adalah perdata. Bila seseorang tidak bisa membayar angsuran atau sudah menunggak, silakan gugat fidusianya terlebih dahulu. Dan kalau terbukti unit dihilangkan, silahkan laporkan pidananya. Ingat, bila ada suatu kasus pidana maupun perdata, yang didahulukan adalah perdatanya dulu baru kemudian pidananya," tegas Agus Sholahuddin.
"Tugas utama Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) adalah memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, bukan malah ikut mengintimidasi atau membantu seorang bisa dikatakan premanisme yang berkedok Debt Collector. Hal ini diamanatkan dalam Pasal 30 ayat (4) UUD 1945 dan Undang Undang nomor 2 Tahun 2002, yang menegaskan Polri sebagai alat negara yang bertugas menjaga keamanan dan ketertiban dalam negeri," ungkap Agus Sholahuddin.
Agus Sholahuddin menegaskan akan mengawal dan melaporkan serta menjadi Penasehat Hukum korban jika korban merasa membutuhkan keadilan biar premanisme yang berkedok Debt kolektor itu juga jera dan tidak akan mengulangi perbuatan tersebut. (*)
Editor : S. Anwar