Surat dari Dokter Ratna Setia Asih untuk Presiden Prabowo Subianto

Reporter : Redaksi
Surat dari Dokter Ratna Setia Asih

Seorang dokter bernama Ratna Setia Asih mengirim surat ke Presiden Prabowo Subianto. Surat tertanggal 7 November 2025 yang ditulis dari Pangkalpinang tersebut berisi perihal kriminalisasi dan pemerasan kepada dokter.

Lintasperkoro mengutip isi surat tersebut dengan isi sebagai berikut :

Baca juga: Kejanggalan dalam Pengusutan Kasus Kepala SMAN 1 Luwu Utara

Salam sejahtera untuk bapak Presiden Republik Indonesia beserta jajaran di pemerintahan, semoga tetap berada dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa dalam menjalankan tugas dan pengabdiannya kepada nusa dan bangsa.

Saya yang bertandatangan dibawah ini:

Nama : dr. RATNA SETIA ASIH Sp.A., M.Kes.

Umur :45 Tahun,

Pekerjaan: PNS RSUD Depati Hamzah Kota Pangkalpinang.

Alamat : : Jl. Liong Boen No. 85, RT. 006- RW. 002, Kelurahan Melintang, Kota Pangkalpinang.

Status : TERSANGKA perkara Laporan Polisi No: LP/B/217/XII/2024/SPKT/POLDA tanggal 12 Desember 2024 jo. Surat Ketetapan tentang Penetapan Tersangka Nomor : S.Tap/35/VI/RES.5/2025 POLDA BABEL.

Adapun surat ini disampaikan tentang adanya kriminalisasi dan diskriminasi penegakan hukum terhadap diri saya oleh Majelis Disiplin Profesi Konsil Kesehatan Indonesia (KKI) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia bersama-sama Aparat Penegak Hukum Republik Indonesia, diuraikan sebagai berikut :

1. Bahwa, (Almarhum) Pasien anak mengalami sakit demam diberikan perawatan :

- Tanggal 27 November 2024 berobat di Klinik praktik dr. Fuji,

- Tanggal 29 November 2024 berobat di praktik dr. Novi,

- Tanggal 30 November 2024 berobat kembali di Klinik praktik dr. Fuji dilakukan pemeriksaan darah dan dianjurkan ke Rumah Sakit,

- Tanggal 30 November 2024 berobat ke RSUD Depati Hamzah.

- Tanggal 1 Desember 2024 Pasien dinyatakan meninggal dunia.

Bahwa, dari ketiga (3) Fasilitas Kesehatan setidaknya terdapat delapan (8) orang dokter yang telah merawat Pasien.

2. Bahwa, atas kematian Pasien, Pihak Keluarga membuat Laporan Polisi di Polda Kepulauan Bangka Belitung, kemudian delapan (8) dokter terlibat diperiksa Penyidik dan Majelis Disiplin Profesi KKI, dan ditetapkan satu (1) orang dokter sebagai Tersangka Tunggal sebagaimana rekomendasi Majelis Disiplin Profesi KKI, yaitu saya sendiri dengan sangkaan Pasal 440 ayat (1), dan ayat (2) Undang -Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan :

Ayat (1):

Baca juga: Prospek Gerakan Gibran Jadi Wapres 2 Periode

"Setiap Tenaga Medis atau Tenaga Kesehatan yang melakukan kealpaan yang mengakibatkan Pasien luka berat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah)".

Ayat (2):

“Jika kealpaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kematian, setiap Tenaga Medis atau Tenaga Kesehatan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)".

3. Bahwa, menyikapi permasalahan dimaksud, saya melalui kuasa hukum telah mengajukan surat keberatan ke Penyidik Polda Kepulauan Bangka Belitung, ke Majelis Disiplin Profesi KKI, ke Konsil Kesehatan Indonesia, ke Kementerian Kesehatan Indonesia, dan ke Jaksa Penuntut Umum Kejati Bangka Belitung, dan terakhir melakukan PUU terhadap Pasal 307 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 di di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, untuk kesemua upaya dimaksud saya tidak mendapatkan Kepastian Hukum dan keadilan apa pun.

4. Bahwa, Pasal 440 ayat (1), dan (2) UU Kesehatan memiliki unsur kealpaan yang menyebabkan luka berat hingga kematian, maka sangat beralasan hukum saya meminta dilakukan otopsi terhadap mayit Pasien guna ditemukan jejak luka seper yang dituduhkan agar terpenuhi perbuatan materil ke delapan (8) orang Dokter dimaksud. Fakta hukum saya tidak pernah bertemu dengan pasien maka tidak mungkin saya sebagai pelaku melukai Pasien hingga mati.

5. Bahwa, berdasarkan Pasal 133 ayat (1) KUHAP, berbunyi: "memberikan kewenangan kepada penyidik untuk meminta pemeriksaan otopsi jika diduga ada tindak pidana yang menyebabkan kematian". Maka sangat beralasan hukum saya mengajukan surat permohonan pemeriksaan ulang dan otopsi, namun Penyidik tidak melakukan otopsi dan menyembunyikan sebab kematian Pasien.

6. Penyidik beralasan cukup dengan adanya rekomendasi dari Majelis Disiplin Profesi KKI yang merekomendasi saya seorang untuk diteruskan ke Penyidikan, maka Penyidik sudah dapat menentukan saya sendiri sebagai Tersangka pelaku yang melukai Pasien hingga kematian.

7. Bahwa, kemudian saya melalui Kuasa Hukum mengajukan keberatan ke Majelis Disiplin Profesi KKI atas terbitnya rekomendasi, mengingat saya belum pernah dilaporkan, disidang, dan diputus perkaranya oleh MDP KKI oleh karenanya secara hukum tidak mungkin dikeluarkan rekomendasi pemidanaan.

8. Bahwa, berdasarkan keterangan Penyidik rekomendasi tersebut memuat Putusan MDP KKI yang menyatakan saya telah MELANGGAR STANDAR PROFESI, bahwa berdasarkan fakta hukum Standar Profesi untuk Dokter Anak belum pernah ada, oleh karenanya sangat mustahil saya dinyatakan melanggar standar profesi saya sebagai dokter anak.

9. Bahwa, berdasarkan informasi dari Penyidik dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap perkara ini telah P21 dan akan segera Tahap II untuk dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Kota Pangkalpinang tanpa adanya hasil otopsi penyebab kematian Pasien.

Baca juga: Rizki Juniansyah Diangkat Jadi Letnan Dua TNI

10. Bahwa, keberatan saya adalah atas adanya rekomendasi MDP KKI yang merekomendasikan diri saya sendiri untuk menjadi Tersangka tanpa memberikan rekomendasi kepada tujuh (7) dokter lainnya, bahwa saya keberatan diputuskan melanggar standar profesi yang kitab standar profesinya belum ditandatangani dan disahkan oleh Menteri Kesehatan, bahwa saya keberatan disangkakan melakukan pidana Pasal 440 ayat (1) dan ayat (2) UU Kesehatan mengingat saya tidak pernah melukai Pasien bahkan saya belum pernah bertemu Pasien. 11.Bahwa saya mengajuan permohonan ini kepada bapak Presiden Republik Indonesia tentang adanya upaya kriminalisasi dan pemerasan uang sebesar Rp. 2.800.000.000, (dua miliar delapan ratus juta rupiah) kepada diri saya, sekiraya saya mendapat keadilan dan perlindungan hukum dari bapak.

Demikianlah surat ini disampaikan, atas perkenan bapak Presiden Republik Indonesia elindungi hak hukum saya diucapkan terimakasih.

Hormat Saya

dr. Ratna Setia Asih Sp.A., M.Kes

Tembusan :

1) Bapak Komandan Markas Komando Korem 045/Garuda Jaya,

2) Bapak Kepala Kepolisian Republik Indonesia,

3) Bapak Jaksa Agung Republik Indonesia,

4) Bapak Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia.

Editor : Bambang Harianto

Peristiwa
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru