Kisah Pembunuh Heroik oleh Ayah Kandung di Semarang

Reporter : Redaksi
Sutikno Miji

Sutikno Miji (59 tahun) mengepruk anaknya, Guntur Surono (22 tahun) dengan kayu dan hebel hingga terkapar tewas. Ia mengaku terpaksa melakukan itu demi menyelamatkan istri dan anaknya yang lain. Meski begitu Sutikno terancam 15 tahun penjara.

Peristiwa ini terjadi pada Senin (1/1/2024) pukul 15.00 WIB. Waktu itu, Sutikno sedang asyik ngulek sambal bawang di dapur rumahnya di Mijen, Kota Semarang. Bersamaan itu, Guntur pulang dan segera membuat keributan dengan adiknya, Jario. Pada awalnya Sutikno tidak menyadari hal itu.

Baca juga: Aipda Junet, Anggota Polisi yang Bekingi Sabung Ayam Jadi Tersangka

Lalu Sutikno dengar istrinya, Darsih tiba-tiba melengking, "Pak, iki lho piye, anakmu pada tukaran. Adike arep dipateni."

Diberitahu begitu, Sutikno buru-buru meninggalkan cobeknya. Dan ternyata istrinya benar. Ia lihat sendiri Guntur sedang menantang Jario dengan pentungan.

Sutikno berusaha melerai, namun Guntur makin beringas. Ia mengambil pisau dapur lalu berusaha menyerang. Tak mau Darsih dan Jario terluka, Sutikno menyuruh mereka berdua menyingkir. 

"Biar ini bapak yang urus, kalian minggir ke dalam," kata Sutikno.

Selanjutnya tinggal Sutikno dan Guntur saja. Duel tak terhindarkan lagi. Guntur yang sudah mabuk minuman dan menenggak pil koplo menyerang dengan membabi buta. Namun Sutikno berhasil menangkisnya dan membuat pisau di tangan Guntur terlepas jatuh.

Meski Guntur tak lagi bersenjata, Sutikno kadung diliputi amarah. Berikutnya ia mengambil sebuah balok kayu lalu mengepruk kepala Guntur. Pemuda itu rubuh. Tak puas hanya rubuh, Sutikno menambahnya dengan mengeprukkan hebel ke kepala korban.

Sesudahnya korban tidak berkutik lagi. Sutikno segera melaporkan kejadian itu kepada warga setempat, kemudian meneruskannya ke kantor Polisi. Aparat pun mengamankannya ke dalam ruang tahanan.

Beberapa waktu kemudian, Polrestabes Semarang menggelar konferensi pers. Di hadapan wartawan, Sutikno menangisi perbuatannya. Ia mengakui kesalahannya dan hanya bisa pasrah dengan hukuman yang bakal menjeratnya.

Baca juga: Oknum Anggota Polsek Genuk Ditangkap, Diduga Jadi Panitia Judi Sabung Ayam

Sutikno mengaku terpaksa melakukannya demi menyelamatkan Darsih dan si bungsu, Jario. Apalagi di hari kejadian, korban memang sempat memukuli ibunya. Tak hanya itu, korban juga sudah lama berperilaku kasar terhadap keluarga. Ia pernah mengancam membunuh. Kalau berbuat onar, jangan ditanya.

Korban sehari-hari menganggur, mabuk-mabukan, dan mengkasari keluarga. Jangankan orang-orang di rumah, tetangga di lingkungannya saja kerap merasa resah dengan perilaku Guntur. Oleh sebab itu pula, Sutikno mendapatkan simpati dari masyarakat sekitar.

Gejala kenakalan Guntur sudah terlihat sejak SMP. Ia senang merongrong. Kalau maunya tidak dipenuhi, atau sedikit tersinggung saja, ia bisa berbuat onar. Bertahun-tahun lamanya, Sutikno dan lainnya memendam masalah itu dengan sabar. Bahkan, gara-gara perilaku korban, Sutikno dan lain-lain terpaksa mengungsi ke rumah orang tua Darsih yang lumayan jauh jaraknya. Bagi Sutikno, tidak masalah mengungsi asalkan hidupnya tidak dibikin uring-uringan karena polah Guntur.

Beberapa waktu belakangan, Guntur mengalami kecelakaan yang cukup parah sehingga perlu dirawat. Melihat anaknya sedang susah, Sutikno tidak tega juga. Ayah tetaplah ayah. Karena itu ia memutuskan kembali ke rumah untuk membantu merawat Guntur.

Sutikno berharap setelah kecelakaan itu Guntur mungkin berubah. Ternyata tidak. Setelah pulih, ia melanjutkan hobinya sebagai begajulan hingga ajal menghentikannya. Bagi Guntur, memang benar rumus kehidupan Gen Z. Hidup ini dibagi menjadi tiga tahap; Dilahirkan ke dunia; Apa-apaan ini; mati.

Baca juga: Kepala Desa Bedono Ditangkap Polisi Terkait Jual Beli Tanah Terdampak Tol Demak

Meski ini menjadi kasus pembunuhan yang bisa melahirkan momen oalah pantesan, tetap saja Sutikno terancam hukuman. Saat itu Polisi menyatakan dengan tegas, tidak ada restorative justice untuk kasus pembunuhan.

Sutikno Miji dijerat dengan Pasal 44 ayat (3) Undang Undang Republik Indonesia (RI) Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan/atau pasal 338 KUHPidana dan/atau pasal 351 ayat (3) KUHPidana dengan ancaman hukuman paling lama 15 tahun.

Bagaimana kelanjutan kasus ini? Ada selentingan kasus ini jalan di tempat. Yang menarik, belum menemukan riwayat pendaftaran perkara di pengadilan yang berwenang, baik itu register perkara Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), penganiayaan, apalagi pembunuhan. (*)

*) Source : Creepylogy

Editor : Syaiful Anwar

Peristiwa
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru