Jepang dan nuklir merupakan dua hal yang saling berkaitan erat. Pasalnya dalam perjalanan sejarahnya, Jepang menjadi satu-satunyanegara yang pernah menjadi korban serangan bom atau atau nuklir. Tepatnya pada akhir Perang Dunia Kedua.
Meskipun begitu, pengalaman pahit Jepang akan nuklir tidak lantas membuat Negeri Matahari Terbit tersebut merasa trauma. Justru sekarang nuklir menjadi salah satu sumber energi andalan Jepang. Pasalnya sebagai negara maju yang membutuhkan pasokan energi dalam jumlah besar, wilayah Jepang tidak memiliki banyak sumber daya alam.
Lepas dari manfaat yang dimilikinya, nuklir juga menyimpan bahaya. Jika zat radioaktif dari nuklir sampai masuk ke tubuh manusia, maka zat tersebut bisa menimbulkan gangguan kesehatan pada manusia, misalnya kanker. Yang lebih memusingkan lagi, sekali masuk ke dalam tubuh manusia, zat radioaktif hampir mustahil untuk dikeluarkan.
Hisashi Ouchi adalah contoh dari orang Jepang yang harus merasakan sendiri bagaimana berbahayanya nuklir jika sampai masuk ke dalam tubuh manusia. Saking besarnya zat radioaktif yang masuk ke dalam tubuhnya, Hisashi pun meninggal dalam kondisi yang amat mengenaskan. Menjelang akhir hayatnya, kulit Hisashi dilaporkan sampai meleleh dan ia mengeluarkan darah dari matanya!
Sebelum kita membahas soal bagaimana Hisashi meninggal dengan kondisi demikian mengenaskan, kita bahas dulu mengenai sosok Hisashi itu sendiri. Hisashi Ouchi lahir pada tahun 1965. Menariknya, hanya berselang 4 tahun sebelum Hisashi lahir, Jepang membangun reaktor nuklir pertamanya di Tokaimura.
Saat Hisashi tumbuh, ia lama kelamaan mulai menunjukkan ketertarikan akan energi nuklir. Ketertarikan tersebut lantas mendorong Hisashi untuk menempuh pendidikan di bidang nuklir. Selepas menyelesaikan studinya, Hisashi kemudian bekerja di reaktor nuklir Tokaimura.
Sejak reaktor Tokaimura didirikan, sebanyak 1/3 kebutuhan listrik penduduk Prefektur Ibaraki dipasok oleh reaktor tersebut. Namun di balik manfaat yang disediakannya, reaktor tersebut kelak juga bakal menjadi lokasi dari rentetan insiden berbahaya.
Pada bulan Maret 1997, terjadi peristiwa kebocoran di reaktor Tokaimura. Akibat peristiwa tersebut, sebanyak puluhan orang harus terpapar oleh radiasi berbahaya. Namun demi mencegah timbulnya kepanikan, pemerintah Jepang lebih memilih untuk menutup-nutupi insiden tersebut.
Terjadinya Bencana yang Mengubah Total Hidup Hisashi Tahun 1999, para ilmuwan di reaktor Tokaimura melakukan eksperimen untuk mencari tahu apakah uranium untuk bahan bakar reaktor bisa disiapkan melalui proses yang lebih cepat. Namun akibat terlalu sibuk melakukan eksperimen, mereka tidak memiliki cukup waktu untuk menyediakan bahan bakar reaktor.
Dalam kondisi tergesa-gesa, para ilmuwan tersebut memasukkan zat campuran uranium ke dalam ember logam. Apa yang terjadi kemudian adalah bencana. Campuran uranium tadi meledak dan kemudian memancarkan cahaya biru yang penuh dengan radiasi.
Peristiwa naas ini terjadi pada tanggal 30 September 1999. Ada 3 orang yang sedang berada di ruangan ketika ledakan terjadi. Hisashi adalah salah seorang di antara mereka.
Begitu ledakan terjadi, bangunan reaktor pun kemudian dikosongkan untuk mengantisipasi kalau-kalau radiasi dari ledakan tadi menyebar ke bagian lain bangunan. Hisashi beserta kedua orang rekannya beramai-ramai dipindahkan ke fasilitas nuklir di Chiba.
Saat diperiksa, kadar radioaktif yang ada dalam tubuh Hisashi dilaporkan mencapai 17 sievert. Sebagai informasi, manusia normalnya bakal tewas jika sampai terpapar radiasi dengan kadar 7 sievert atau lebih. Tingginya kadar radioaktif yang ada pada Hisashi sekaligus menjadikan Hisashi sebagai orang dengan zat radioaktif terbanyak dalam tubuhnya.
Saat Hisashi dilarikan ke ruangan khusus untuk menerima perawatan intensif, kondisi Hisashi sudah begitu mengenaskan. Ia sudah dalam kondisi tak sadarkan diri, namun mulutnya terus menerus muntah. Hisashi juga terlihat mengalami kesulitan untuk bernapas.
Sekujur tubuh Hisashi nampa dipenuhi luka bakar dari ledakan uranium. Yang lebih membuat ngeri lagi, darah juga terus merembes keluar dari mata Hisashi.
Saat darah Hisashi diperiksa, dokter merasa begitu terkejut karena sel darah putih yang ada dalam tubuhnya sudah hampir habis. Sel darah putih berfungsi untuk membunuh kuman penyakit yang memasuki tubuh. Tanpa adanya sel darah putih, Hisashi kini terancam meninggal akibat infeksi dari kuman penyakit di udara bebas.
Untuk mencegah kondisi Hisashi semakin memburuk, dokter kemudian menempatkan Hisashi dalam sel isolasi khusus yang sudah disterilkan. Selama Hisashi berada di sana, dokter melakukan pemeriksaan pada organ-organ dalam Hisashi.
Mencoba Segala Cara untuk Menyelamatkan Nyawa Tiga hari sesudah insiden, Hisashi kemudian dipindahkan ke rumah sakit di Tokyo. Setibanya di sana, dokter melakukan cangkok kulit secara besar-besaran pada tubuh Hisashi. Hisashi juga terus menerima pasokan tranfusi darah karena organ sumsum dalam tubuhnya tidak bisa lagi menghasilkan darah dalam jumlah yang cukup.
Normalnya jika organ sumsum seseorang sudah tidak lagi berfungsi, maka orang tersebut akan menjalani operasi cangkok sumsum tulang. Namun karena kondisi yang menimpa Hisashi ini merupakan peristiwa langka yang begitu ekstrim, dokter memutuskan untuk beralih menggunakan metode eksperimen yang aslinya masih belum teruji.
Metode eksperimen tersebut adalah dengan melakukan cangkok sel punca (stem cell). Sel punca adalah sel yang bisa berubah menjadi sel-sel penyusun organ tubuh apapun.
Jika eksperimen ini berhasil, organ sumsum Hisashi diharapkan bakal pulih lebih cepat. Saudari Hisashi lantas menyumbangkan sel punca miliknya supaya bisa digunakan pada tubuh Hisashi.
Pada awalnya, metode ini nampaknya mulai bekerja. Namun karena kadar radiasi yang dalam tubuh Hisashi sudah begitu tinggi, kondisi tubuhnya dengan cepat kembali memburuk.
Saat ada sel dari luar yang masuk ke tubuhnya, sel tersebut dengan cepat bakal ikut hancur akibat radiasi. Sebagai akibatnya, kulit hasil cangkokan yang tadinya menyelimuti tubuh Hisashi kini mulai meleleh dan berjatuhan dari tubuhnya.
Merasa putus asa karena kondisinya tidak kunjung membaik, Hisashi meminta supaya dirinya dibiarkan meninggal saja. Namun sanak familinya masih belum menyerah. Mereka memaksa dokter melakukan segala cara supaya Hisashi tetap bisa selamat.
Hisashi Di Ambang Maut
Hari demi hari berlalu. Hisashi kini sudah menjalani perawatan intensif di rumah sakit selama 2 bulan. Hingga kemudian pada suatu hari, jantung Hisashi mendadak berhenti berdenyut.
Dokter kemudian menggunakan alat kejut jantung supaya jantung Hisashi berdenyut kembali. Awalnya metode tersebut berhasil dan Hisashi berhasil lolos dari maut. Namun hanya berselang beberapa menit kemudian, jantung Hisashi lagi-lagi berhenti berdetak.
Seolah sedang bergumul dengan malaikat maut, dokter kembali menggunakan alat kejut jantung untuk memaksa jantung Hisashi berdenyut kembali. Dalam rentang waktu 1 jam, jantung Hisashi total sempat berhenti berdenyut sebanyak 3 kali.
Namun terhentinya denyut jantung Hisashi selama beberapa menit juga membawa konsekuensi bagi tubuhnya. Saat jantungnya berhenti berdenyut, sel-sel tubuhnya ada yang berhenti menerima pasokan oksigen. Sebagai akibatnya, sel-sel tersebut ada yang mengalami kematian.
Saat jantung Hisashi berhenti berdenyut selama beberapa kali, semakin banyak pula sel-sel organ Hisashi yang mengalami kematian. Saat sel-sel otaknya juga ikut terpengaruh, hanya masalah waktu sebelum tubuh Hisashi menyerah pada keadaan.
Tanggal 21 Desember 1991, Hisashi akhirnya meninggal dunia setelah jantungnya berhenti berdetak dan organ-organ dalamnya mengalami kerusakan parah. Sesudah hampir 3 bulan berjuang untuk hidup, Hisashi akhirnya menghembuskan napas terakhirnya.
Jatuhnya Korban Baru Sesudah Hisashi
Selain Hisashi, ada 2 orang lain yang juga sedang berada di ruangan ketika ledakan terjadi. Mereka adalah Masato Shinohara dan Yutaka Yokokawa. Masato meninggal pada tanggal 27 April 2000. Seperti halnya Hisashi, Masato juga meninggal setelah menjalani perawatan intensif selama berbulan-bulan lamanya.
Nasib Yutaka di lain pihak jauh lebih beruntung. Karena dosis radiasi yang masuk ke dalam tubuhnya tidak separah Hisashi dan Masato, Yutaka berhasil selamat setelah menjalani perawatan intensif selama 3 bulan.
Namun Yutaka tidak bisa langsung menghirup napas lega. Karena ia saat itu bertindak sebagai atasan dari Hisashi dan Masato, Yutaka dianggap lalai dan divonis bertanggung jawab atas kematian 2 orang bawahannya pada bulan Oktober 2000.
Yutaka dan kedua orang bawahannya sendiri ternyata bukanlah satu-satunya korban dari insiden ledakan di reaktor Tokaimura. Kendati tidak ada lagi korban jiwa susulan yang timbul, sebanyak lebih dari 600 warga sekitar dilaporkan terpapar oleh radiasi tingkat rendah.
Reaktor Tokaimura sendiri masih tetap beroperasi sesudah insiden naas ini. Namun menyusul timbulnya bencana gempa dan tsunami dahsyat di Jepang pada tahun 2011, reaktor Tokaimura ditutup dan tidak lagi beroperasi hingga sekarang. (*)
*) Penulis : Arya
Editor : Bambang Harianto