Kekejaman Oknum Debt Collector BNI, Gus Tjetjep Terkapar, Polisi Membisu

Reporter : M Ruslan
Pengeroyokan terhadap Gus Yasin

Malam itu seharusnya menjadi malam biasa bagi Gus Tjetjep M. Yasien. Usai berjamaah Maghrib di Masjid Roudhotul Falah, ia melangkah santai menuju rumah makan sederhana milik Bapak Proko untuk berbuka puasa. Namun, siapa sangka, momen damai itu berubah menjadi malam kelam yang membawa luka fisik dan batin mendalam.

Sekelompok debt collector, yang mengaku dari Bank Negara Indonesia (BNI), datang mengamuk di rumah makan tersebut. Target mereka: hutang kartu kredit yang diduga milik pemilik rumah makan. Namun entah bagaimana, mereka salah sasaran. Gus Tjetjep, seorang aktivis sosial yang tak tahu-menahu soal perkara itu, dituduh sebagai pengacara pemilik hutang.

Baca juga: Rampas Mobil Debitur, Oknum Debt Collector Dilaporkan ke Polda Jatim

Kekeliruan ini berujung pada aksi brutal. Lima belas debt collector mengepung dan menghujani Gus Tjetjep dengan pukulan tanpa ampun. Tidak peduli bahwa pria sepuh ini bukan lawan sepadan. Tidak peduli bahwa puluhan Polisi dari Polsek Karangpilang jajaran Polrestabes Surabaya, berdiri tak jauh dari tempat kejadian.

Ya, Polisi ada disana. Bukan untuk melindungi, tetapi hanya untuk menjadi saksi bisu kekerasan yang mencoreng keadilan. Mereka diam. Mereka mematung. Sebuah pemandangan yang membuat siapa pun bertanya: di mana tanggung jawab aparat penegak hukum?

Gus Tjetjep akhirnya roboh. Tubuhnya lemas, wajahnya pucat, dan tak lama kemudian ia muntah-muntah. Saat melapor ke Polrestabes Surabaya, kondisinya semakin memburuk hingga pingsan. Ambulans dikerahkan untuk membawanya ke Rumah Sakit Pelabuhan. Diagnosa sementara: gegar otak ringan.

Ini bukan hanya cerita tentang seorang aktivis yang menjadi korban salah sasaran. Ini adalah cerita tentang ketidakadilan yang nyata. Tentang bagaimana hukum, yang seharusnya melindungi, seakan kehilangan daya di hadapan segerombolan penagih hutang yang membawa kekerasan sebagai senjata.

Gus Tjetjep adalah sosok yang dikenal vokal membela hak-hak rakyat kecil. Namun malam itu, suaranya dibungkam oleh tangan-tangan kejam yang bahkan aparat pun enggan menghentikannya.

Keluarga Gus Tjetjep, terutama putranya Azhar S. M., kini menuntut keadilan. Mereka menyerukan agar kasus ini diusut tuntas, agar hukum benar-benar berdiri tegak. Namun, pertanyaannya: apakah seruan ini akan dijawab? Atau akankah kisah ini berakhir sebagai salah satu dari banyak cerita tentang hukum yang tak kunjung berpihak pada korban?

Yang jelas, malam itu bukan hanya Gus Tjetjep yang roboh. Malam itu, keadilan pun terkapar.

Pengakuan Gus Yasin

Tjetjep Muhammad Yasin dikeroyok oleh 10 sampai 15 orang diduga Debt Collector pada Senin malam (13/1/2025). Menurut pria yang akrab disapa Gus Yasin tersebut, saat itu dirinya hendak berangkat sholat Isya di masjid Roudhotul Falah, Griya Kebraon Selatan, Kecamatan Karangpilang, Kota Surabaya. Sebelum itu, ia mampir di rumah makan untuk beli makanan cap cay.

"Biasanya saya pesan dulu makanan terus saya tinggal ke masjid. Pulangnya dari masjid, baru saya ambil pesanan. Tapi pada saat itu saya melihat ada banyak pria berkulit hitam yang mendatangi lokasi rumah makan tersebut," cerita Gus Yasin.

Baca juga: Debt Collector Dilaporkan ke Polrestabes Surabaya Atas Dugaan Pencurian Mobil Debitur

Kata Gus Yasin, pria bertampang sangar itu berjumlah sekitar 15 orang dan hendak menagih utang kepada pemilik rumah makan. Sempat terjadi cekcok antara nasabah dan para debt collector.

"Yang saya tahu mereka hendak menagih utang. Pemilik rumah makan punya tagihan kartu kredit. Kebetulan saya ada disana mau pesan makan untuk berbuka puasa. Dan saya berusaha untuk meredakan suasana. Sayangnya mereka tidak terima. Saya sudah bilang kalau saya pengacara. Tapi sepertinya mereka tidak mau tahu," tambah Ketua Harian Pergerakan Penganut Khitthah Nahdliyyah (PPKN) ini.

Selang berikutnya, mulai terjadi gesekan dan tarik menarik. Gus Yasin yang berusaha melerai malah dikeroyok para Debt Collector.

"Tiba-tiba saya dipiting dan dipukul di bagian kepala. Dikeroyok ramai-ramai. Saya berusaha melawan tapi sebatas bertahan. Kepala saya bagian tengkuk dipukuli. Perut saya ditendang. Diinjak. Bahkan setelah saya terjatuh, tetap saja kepala saya dipukuli. Mereka sama sekali tidak memiliki rasa kemanusiaan," ujarnya.

Mirisnya, lanjut Gus Yasin, saat pengeroyokan itu terjadi ada lima anggota Polisi dari Polsek Karangpilang dan beberapa warga setempat yang satu jam sebelumnya sudah ada di tempat kejadian.

"Ada lima anggota Polisi tapi tak bisa berbuat apa-apa saat saya dikeroyok. Mereka memang berusaha melerai, tapi saya tetap dihajar beramai-ramai," tandas Gus Yasin.

Baca juga: Polres Purwakarta Ringkus Oknum Debt Collector

Atas kejadian itu, Gus Yasin langsung dibawa ke Polrestabes Surabaya untuk melaporkan tindak penganiayaan tersebut.

Saat bercerita ke wartawan, Gus Yasin terdengar kesakitan.

"Saya sudah tidak kuat. Kepala saya pusing seperti mau pingsan. Mereka mukul kepada saya berkali-kali. Ini mau ke rumah sakit untuk menjalani perawatan dan visum. Ini masih menunggu suratnya dari Polrestabes Surabaya dan nunggu dijemput anak," keluh Gus Yasin yang diketahui kemudian dalam keadaan tidak sadar.

Hal ini diperkuat dengan pernyataan Azhar S M, anak Gus Yasin, bahwa ayahnya dalam keadaan tidak di kantor Polrestabes Surabaya.

"Ketika melapor ke Polrestabes Surabaya, bapak saya muntah-muntah dan kemudian pingsan di Polresta Surabaya. Beliau dibawa dengan ambulance ke Rumkit Pelabuhan. Dan hasil pemeriksaan sementara, bapak saya didiagnosa gegar otak ringan," kata Azhar sembari meminta doa kesembuhan untuk ayahnya. (*)

Editor : Zainuddin Qodir

Peristiwa
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru