20 tahun yang lalu, desa seluas 461 ha ini adalah desa yang subur di pesisir utara Jawa, di Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Banjir Rob sering melanda desa ini, tapi biasanya dalam 1 atau 2 jam langsung surut. Desa Timbulsloko hanya 1 dari 10 desa yang tergenang banjir Rob di Jawa Tengah.
Sejak tahun 2012, banjirnya semakin parah dan lama, tidak pernah surut, dengan ketinggian bisa mencapai 2 meter.
Dosen Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Islam Sultan Agung, Semarang, Mila Karmilah menduga, rob di Demak terjadi akibat pembangunan yang dilakukan secara masif di kawasan Pelabuhan Tanjung Emas, Kota Semarang.
Warga dengan swadaya dan gotong royong, membangun rumah panggung dan akses jalan jembatan kayu.
Membangun tanggul, sampai membuat lomba desain rumah layak huni dan segala macam rencana, sudah terealisasikah?
Mata pencaharianpun berubah, dari petani sawah menjadi petani tambak. Yang tidak sanggup bertahan akhirnya pergi meninggalkan desanya, dari 400 keluarga saat ini tersisa 103 keluarga yang bertahan.
Peringatan proklamasi ke-78 kemarin membuat kita terharu. Ketika warga desa Timbulsloko dengan swadaya dan seadanya mengadakan upacara bendera dengan khidmat ditengah genangan air yang mengepung desa mereka.
Sementara kalian dengan biaya negara, pakaian mewah bersuka cita di istana sambil bergoyang dan tersenyum ceria..
Inikah makna merdeka?
Sudah hampir 10 tahun mereka menderita. Apakah menunggu sampai desa ini tertutup habis air laut dan hilang dari Peta Indonesia?
Apakah ini akan diteruskan atau harus ada PERUBAHAN?
*) Ditulis oleh : Ivan Azhar
Editor : Syaiful Anwar