Mbah Boncolono dan Rawarontek dari Kediri

Reporter : -
Mbah Boncolono dan Rawarontek dari Kediri
Mbah Boncolono
advertorial

Ada sosok pendekar yang berasal dari Kediri Jawa Timur yang sakti Mandraguna. Uniknya, pendekar ini dikenal sebagai 'Maling Gentiri' yang mencuri untuk orang-orang yang membutuhkan. Robin Hood dari Kediri, julukannya.

Mungkin masyarakat Kediri sudah tidak asing dengan nama tersebut, dimana Mbah Boncolono ini menjadi salah satu tokoh legenda dari kota yang dikenal dengan sebutan Kota Tahu. Makamnya sendiri masih sering dikunjungi oleh beberapa orang.

Berbeda dengan kisah seorang yang menyalahgunakan ilmu kanuragan untuk berbuat semena-mena, Mbah Boncolono justru mempergunakan ilmu itu untuk menolong orang banyak. Beliau adalah seseorang dengan kesaktian Rawarontek yang mempergunakan ilmunya itu untuk menolong kaum lemah pada era penjajahan Belanda.

Mbah Boncolono selalu mendermakan hartanya yang didapat dari kolonial Belanda untuk diberikan kepada rakyat miskin. Karena sepak terjangnya itulah masyarakat menyebutnya dengan nama panggilan Maling Gentiri.

Dalam “Wali Berandal Tanah Jawa” tertulis, Mbah Boncolono yang juga disebut Maling Gentiri memiliki saudara tua yang bernama Maling Kapa. Dua bersaudara ini merupakan maling sakti yang selalu beroperasi di malam hari. Keduanya adalah murid Sunan Ngerang, seorang ulama besar di kawasan pesisir Juwana, Provinsi Jawa Tengah. 

Mereka mengunduh ilmu kesaktian dari gurunya, dan hanya menyasar orang-orang kaya yang zalim.

"Sebagai hamba agama yang saleh, tentu saja hasil perampokan mereka dibagikan kepada fakir miskin dan orang yang sedang mengalami kesusahan," demikian yang tertulis dalam “Wali Berandal Tanah Jawa”.

Di Kediri, ulah Mbah Boncolono Gentiri membuat kaki tangan kompeni kelabakan. Mereka tak menyangka bakal mendapat gangguan yang bertubi-tubi. Apalagi saat Tumenggung Mojoroto dan Tumenggung Poncolono beserta murid-muridnya menyatakan menjadi sekutu Mbah Boncolono. Aksi penjarahan semakin menjadi-jadi.

Mbah Boncolono dicintai rakyat. Saat terkepung, pencuri budiman tersebut selalu berhasil meloloskan diri. Konon, cukup mengandalkan seberkas cahaya, dia bisa menyusup ke dalam bangunan melalui lobang sekecil apa pun.

Begitu juga saat terkepung. Cukup merapatkan diri ke tembok, tiang atau pohon di dekatnya, Mbah Boncolono akan lenyap dalam sekejap. Mbah Boncolono konon juga kebal senjata.

Dia seperti tidak merasakan peluru-peluru yang memberondong tubuhnya. Kalau pun ambruk, ia akan hidup lagi, sehat seperti sedia kala. Konon ketika jasadnya menyentuh tanah, maka ia akan hidup kembali.

Sayembara menarik perhatian sejumlah pendekar pribumi. Mereka mengetahui rahasia kelemahan ilmu Mbah Boncolono dan siap menukar dengan imbalan uang besar. Kompeni bergerak melakukan penggerebekan.

Mbah Boncolono yang dalam keadaan terkepung, akhirnya berhasil diringkus. Atas bocoran rahasia dari pribumi peserta sayembara, kompeni Belanda memotong tubuh Mbah Boncolono menjadi dua bagian. Kesaktian rawa rontek tidak akan berfungsi selama tubuh yang terpotong tersebut, dipisahkan oleh sungai.

Setelah Mbah Boncolono berhasil dihabisi, jasadnya kemudian dimakamkan secara terpisah antara kepala dan badannya.

Untuk kepala dimakamkan di Ringin Sirah (sekarang berada di belakang Kediri Mall), sedangkan untuk badannya dimakamkan di Bukit Maskumambang, Kelurahan Pojok, Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri. Yang mana disana tubuhnya dimakamkan dekat dengan Tumenggung Mojoroto dan Pancolono yang konon kabarnya mereka adalah saudara seperguruan.

Kabarnya kini lokasi dimana Mbah Boncolono dimakamkan telah menjadi cagar budaya di Kota Kediri, tepatnya di bukit Maskumambang, dimana lokasi itu merupakan puncak tertinggi yang ada di Kediri. Untuk sampai di lokasi makam, pengunjung harus menaiki anak tangga sebanyak 473.

Demikian secuil kisah tentang Mbah Boncolono. Jika tambahan atau koreksi atas informasi ini, boleh informasi ke kami. (*)

*) Source : diosetta

Editor : Ahmadi