Gegara Salah Menafsirkan Pasal Golput di UU Pemilu, Akun Polresta Yogyakarta Dihujat

Reporter : -
Gegara Salah Menafsirkan Pasal Golput di UU Pemilu, Akun Polresta Yogyakarta Dihujat
Akun X Polresta Yogyakarta
advertorial

Akun X (Twitter) Polresta Yogyakarta (@polresjogja) memposting himbauan risiko terkena pidana jika golput (golongan putih). Dalam himbauan itu, Akun Polresta Yogyakarta mencantumkan Undang Undang nomor 7 tahun 2017.

Dalam postingannya, akun Polresta Yogyakarta (@polresjogja) menulis :

Baca Juga: Polresta Yogyakarta Berhasil Ungkap Kasus Penyalahgunaan BBM Bersubsidi

Menurut UU No.7 tahun 2017 tentang Pemilu khususnya Pasal 515, ternyata golput bisa dipidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak 36 juta rupiah loh Sobat Polri.

@divisihumaspolri

Akibat dari salah penafsiran terhadap Pasal di Undang Undang (UU) nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu), membuat netizen (pengguna media sosial) banyak menghujat akun @polresjogja.

Seperti dilakukan akun X @MartoArt. Dalam postingannya, dia menyebutkan :

“Di X lagi rame soal jurusan bagi orang yg tak terlalu pintar. Itu debatable, tapi tempat pendidikan bagi orang tolol mah ada di mana, semua dah sepakat. Produknya pedagang kritik. Ternyata golput bisa dipidana penjara..."

Hoax. Penyebar hoax seharusnya ditangkap dan dipidana. Nanti ngeles "maksudnya ngajakin golput".

Zen Rachmat Sugito atau lebih dikenal sebagai Zen RS juga menanggapi postingan @polresjogja. Dalam tanggapannya, Zen RS menulis :

Captionnya “golput bisa dipidana”, posternya “ajakan golput bisa dipidana”. Yang bener yg mana, Min? Beda banget itu, bisa menyesatkan & nakut-nakutin. Plus, ngajak golput yg gimana yg dipidana mbok disebutkan. Atau udah berubah, ya?

Akun X @TaniHitam juga menanggapi,

jangan seenak udel ngartiin ah. wakakaka. Selama gak ada unsur pemaksaan, memberikan uang dan materi tertentu ajakan golput itu sah2 aja. Merusak surat suara sendiri juga sah. Itu kan HAK, boleh dipakai boleh nggak. Bisa bedain HAK dan Kewajiban kan lu.

Dalam Pasal 515 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, disebutkan :

Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada Pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih Peserta Pemilu tertentu atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).

Pakar Hukum Pidana Universitas Parahyangan, Agustinus Pohan dengan tegas menyatakan bahwa masyarakat yang memilih golput tidak bisa dipidana.

“Golput adalah hak, sekalipun itu bukan hal yang baik. Jadi tidak bisa dipidana,” ujarnya dilansir dari ERA, pada Senin (20/11/2023). 

Istilah golput sendiri tak terdapat dalam undang-undang. Namun, UU Pemilu memakai istilah “tidak menggunakan hak pilih” yang disebutkan dalam Pasal 284; Pasal 515 seperti dikutip Polresta Yogyakarta sebagai dalih larangan golput; dan Pasal 523 ayat (3).

Jika mencermati bunyi pasal-pasal tersebut, kita tidak akan menemukan pidana golput. Pasal 284 memang menyinggung larangan mempengaruhi pemilih agar “tidak menggunakan hak pilihnya”, tapi itu terbatas kepada mereka yang memberikan imbalan berupa uang atau materi lain.

Pasal 523 ayat (3) berbunyi:

Setiap orang yang dengan sengaja pada hari pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada Pemilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih Peserta Pemilu tertentu dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).

“Pasal tersebut intinya pada politik uang,” tegas Agustinus. (dry)

Editor : Syaiful Anwar