Santri Bunuh Santri, Ah, Sudah Biasa!

Reporter : -
Santri Bunuh Santri, Ah, Sudah Biasa!
Gapura Pondok Pesantren (Ponpes) Husnul Khotimah
advertorial

Delapan belas santri berusia belasan tahun, malam itu, Kamis (30/11/2023), berkumpul merencanakan sesuatu. Tetapi bukan untuk tolabul ilmi, melainkan hendak menggebuki seorang temannya karena suatu masalah. Persekongkolan itu pun berhasil. Para oknum santri Pondok Pesantren (Ponpes) Husnul Khotimah Kuningan, Provinsi Jawa Barat, itu menghajar HM (18 tahun) selama berjam-jam hingga husnul khotimah.

Asal mula pembunuhan HM ini belum begitu jelas. Ada yang mengatakan karena satu perselisihan paham, ada juga yang menyebut korban dituduh mencuri sehingga harus diberi hukuman setimpal. Namun, alih-alih menyelesaikan masalah ke pihak kesantrian, rupanya teman-teman korban memilih membuka pengadilan yang sesuai selera.

Asal tahu saja, di sebagian pesantren terkadang masih ada praktik persidangan gelap. Yaitu suatu mahkamah yang tidak resmi yang dilakukan malam hari dengan lampu mati.

Pengadil-pengadilnya ya santri, bisa santri senior atau satu angkatan. Biasanya tersangka dijebloskan ke dalam ruangan gelap dan segera dikerubungi beberapa orang. Selanjutnya Anda bisa membayangkan sendiri.

Yang menimpa santri HM pun begitu. Pada pukul 23.00 WIB, dia dimasukkan ke dalam ruangan gudang di lantai 3. Setelah itu ia dipukuli dan dikata-katai kasar oleh belasan algojo yang notabene ia kenal.

Kalau penganiaya merasa capek, dia bisa ngaso dulu, bergantian dengan yang lain. Mungkin bagi mereka seperti, anggap saja sedang riyadhoh alias berolahraga.

Penganiayaan itu berlangsung hampir tiga jam. Tentu tidak ada aturan. Menjambak, mencekik, menyerang kepala dengan dengkul, grappling, rear naked choke, bebas. Sebagai bayangan saja, laga UFC paling hebat sekalipun cuma akan berlangsung lima ronde dikali lima menit.

Sesudah dipukuli habis-habisan malam itu, HM tidak lagi berkutik meski masih bernapas. Kemudian para penganiaya memindahkannya ke sebuah ruang di lantai satu. Korban ditinggalkan seorang diri disitu dengan pintu dikunci.

Keesokan petang, keberadaan korban baru diketahui oleh wali santri. Maka HM dilarikan ke Klinik Ponpes, kemudian ke Rumah Sakit Juanda sebelum dipindahkan lagi ke RSUD 45 Kuningan.

Pada Ahad malam, korban dioperasi oleh kepala dokter bedah umum. Namun, pada Senin pagi, kondisi korban tiba-tiba memburuk hingga tidak terselamatkan.

Kasus ini masih dalam proses hukum. Dari 18 tersangka, 6 di antaranya berstatus bukan anak. Pihak ponpes mengaku kebobolan dalam kasus ini. Sebab menurut klaim mereka, selama puluhan tahun pesantren beroperasi, belum pernah terjadi peristiwa seperti ini.

Setiap ada kasus bullying di pesantren yang tersorot luas, orang-orang berharap tidak akan ada lagi kasus serupa. Dan harapan itu omong kosong. Mau bukti?

Tidak sampai dua pekan setelah kasus penganiayaan HM, seorang santri berinisial AH (14 tahun) yang menimba ilmu di Ponpes Raudhatul Mujawwidin Unit 6 Rimbo Bujang, Tebo, Jambi, meninggal dunia karena dianiaya senior.

Kasus ini bahkan sempat ditutup-tutupi. Awalnya dikatakan AH meninggal kesetrum listrik, tetapi belakangan ditemukan bekas luka benda tumpul yang mengindikasikan bekas penganiayaan.

Selain itu, pihak Ponpes tidak memberitahu lebih dulu kabar kematian tersebut kepada keluarga korban alih-alih langsung mengkafani jasad AH dengan alasan tidak ingin membuat keluarga korban berduka.

Kemudian, kasus penganiayaan santri kembali terulang. Pada awal Januari 2024 seorang santri berusia 14 tahun di Blitar dikeroyok teman-temannya sampai koma sebelum akhirnya meninggal dunia. Pemicunya karena korban dituduh mencuri uang.

Kasus kekerasan di pesantren yang berakibat fatal juga terjadi di Gontor, Kabupaten Ponorogo, pada Agustus 2022, yang mengakibatkan seorang santri asal Kota Palembang meninggal dunia.

Awal mulanya korban dihukum karena menghilangkan dan merusak barang. Kasus ini sempat menimbulkan kontroversi karena satu dan lain hal. Bahkan, untuk menyelesaikan masalah tersebut, Wakil Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin yang biasanya santai terpaksa turun tangan.

Kasus kekerasan di pondok pesantren mungkin saja akan terjadi lagi. Selama tidak ada perubahan radikal yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait, korban demi korban bakal berjatuhan. Orang-orang prihatin, tapi hanya sesaat. Dan nantinya mereka akan mengatakan, “Ah, itu sudah biasa.”

*) Source : Creepylogy

Editor : Syaiful Anwar