Pendiri Law Firm "Integrity", Denny Indrayana, melaporkan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Anwar Usman, tentang dugaan pelanggaran Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi. Laporan itu dimasukkan secara online di website Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (RI) pada Minggu, 27 Agustus 2023. Rencananya, laporan akan disampaikan secara langsung (hardcopy) ke Mahkamah Konstitusi pada Senin, 28 Agustus 2023.
Adapun dugaan pelanggaran etika yang diajukan pada intinya adalah karena Ketua MK RI, Anwar Usman tidak mengundurkan diri dari tiga perkara uji materi Pasal 169 huruf (q) UU Pemilu, terkait pengujian konstitusionalitas syarat umur capres-cawapres "Berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun". Ketiga perkara yang seharusnya Anwar Usman mengundurkan diri itu adalah permohonan Perkara Nomor 29/PUU-XXI/2023, Nomor 51/PUU-XXI/2023, dan Nomor 55/PUU-XXI/2023.
Baca juga: KPU Bangkalan Ajak Masyarakat Gunakan Hak Pilih di Pemilu 2024
Padahal Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi yang tertuang dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 9 Tahun 2006, khususnya Prinsip Ketakberpihakan, pada penerapan Butir 5 huruf b mengatur:
"Hakim konstitusi – kecuali mengakibatkan tidak terpenuhinya korum untuk melakukan persidangan - harus mengundurkan diri dari pemeriksaan suatu perkara apabila hakim tersebut tidak dapat atau dianggap tidak dapat bersikap tak berpihak karena alasan-alasan di bawah ini: b. Hakim konstitusi tersebut atau anggota keluarganya mempunyai kepentingan langsung terhadap putusan".
"Karena tiga perkara itu berhubungan langsung dengan kepentingan keluarga Anwar Usman, dalam hal ini adalah kakak iparnya, yaitu Presiden Jokowi, dan anak pertama Jokowi, yaitu Gibran Rakabuming Raka, dalam hal potensi dan peluang maju sebagai kontestan dalam Pilpres 2024, maka seharusnya Anwar Usman mundur dari penanganan perkara-perkara tersebut," kata Denny Indrayana.
Dikatakan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini, meskipun Gibran (dan Jokowi) bukanlah Pemohon atau pihak terkait dalam perkara tersebut, namun sudah menjadi fakta politik bahwa banyak partai politik dan berbagai kalangan menunggu putusan Mahkamah Konstitusi terkait syarat umur capres dan cawapres tersebut, yang sekali lagi salah satunya berkaitan dengan peluang Gibran Rakabuming Raka berkompetisi pada Pilpres 2024. Serta, meskipun putusan MK bersifat erga omnes, artinya berlaku untuk semua orang, namun dalam hal syarat umur capres-cawapres, yang dapat maju sebagai pasangan calon dalam Pilpres, tentu hanyalah sangat sedikit orang.
Faktanya, saat ini Gibran adalah figur dari sangat sedikit orang yang berkepentingan langsung dengan putusan Mahkamah Konstitusi tersebut. Karenanya, Anwar Usman harus mundur dari memeriksa permohonan tersebut karena terkait langsung dengan kepentingan yaitu Gibran (dan Jokowi).
Baca juga: Surat Terbuka Kepada Anies Baswedan dari Orang Dekat Presiden Jokowi
"Karena perkara pengujian syarat umur tersebut sedang berlangsung, pemeriksaan etik dimohonkan harus segera dilakukan untuk menghadirkan kepastian hukum serta menjamin kehormatan, kewibawaan dan menjaga kemerdekaan kelembagaan Mahkamah Konstitusi. Saya selaku Pelapor meminta agar Anwar Usman dinyatakan melanggar Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi, dan karenanya: diputuskan harus mundur dari perkara-perkara uji syarat umur capres-cawapres tersebut; atau diputuskan melakukan pelanggaran etika berat dan diberhentikan sebagai hakim konstitusi, atau minimal sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi," kata Denny Indrayana. (dry)
Lampiran surat laporan :
Baca juga: Ratusan Warga Dukuh Pakis Surabaya Deklarasi Dukungan ke Prabowo - Gibran
Editor : Bambang Harianto