Nah.. Kami dapat melihat jelas sebuah motor Jupiter milik korban yang hilang, terparkir di depan sebuah kamar kos. Temuan itu membuat kami semua semakin percaya diri.
“Mulai dari pintu itu! Ayo. Gass!” Dan kami pun bergerak.
Baca juga: Prahara Rumahtangga Berujung Maut di Desa Wage
Langsung saja kami berenam menuju sebuah kamar yang terletak di ujung lorong.
“To..Tanto..” Kami ketuk pintu dan memanggil Tanto.
Setelah beberapa kali ketukan, pintu itu pun terbuka. Terlihat wajah Tanto yang masih sembab khas orang yang baru saja bangun tidur.
“Selamat ulang tahun..” Ucapan selamat itupun membuat Tanto semakin kaget.
Langsung saja kami mengamati kamar dan memeriksa beberapa barang milik Tanto. Tas ransel, STNK, dompet, HP, dan kunci motor menjadi barang prioritas yang kami amankan saat itu.
“Kamu kenal Mega kan To? Tau kan Mega sudah meninggal?” Kami melontarkan pertanyaan untuk menguji Tanto.
“Hah? Meninggal, Pak?” Jawab Tanto dengan ekspresi yang meragukan.
“Hmm.. Jangan gitu lah.. Itu motor siapa, To?” Balas kami dengan sarkas.
“Oh, itu memang dulu motor Mega, Pak. Tapi sudah saya beli kemarin.” Tanto memberikan pembelaan yang menurutnya akan berhasil.
“Terus ini HP siapa To?” Kami bertanya sembari menunjukkan sebuah HP milik korban yang kami juga temukan di dalam kamar Tanto.
“Oh itu HP nya Mega rusak, Pak. Makanya saya bawa dulu untuk dibetulkan.” Tanto masih berpegang dengan keyakinannya.
Tak ingin berlama-lama berdebat, kami pun segera membawa Tanto ke Polres untuk melakukan pendalaman pemeriksaan. Tak lupa, kami juga membawa barang bukti yang kami temukan di kamar Tanto.
Di perjalanan menuju Polres, Tanto masih saya berpegang dengan keterangan yang dilontarkannya tadi. Dia memperoleh motor dengan cara membeli pada korban dan menguasai HP korban karena ingin diperbaiki.
Sesampainya di kantor, kami membawa Tanto ke ruang interogasi. Di sana, kami kembali menanyakan asal muasal barang korban yang ada di Tanto. Bedanya, kali ini kami juga menghadirkan orang tua korban dan Anjar sebagai pembanding keterangan Tanto.
“Jadi Pak.. Tanto bilang motor Jupiter ini didapat dari membeli kepada korban.” Jelas saya kepada orang tua korban.
“Boten, Pak. Tanto boten nate tumbas motor niku. Riyin niko, kulo ingkang tumbas motore dateng tiyang sepuh Tanto.” Jawab orang tua Mega.
(Bukan, Pak. Tanto tidak pernah membeli motor itu. Dulu, saya yang membeli motor itu dari orang tua Tanto.)
Tanto hanya bisa terdiam tertunduk mendengar jawaban orang tua Mega. Tapi sebentar.. Orang tua Mega membeli motor dari orang tua Tanto? Mereka saling mengenal?
Setelah itu orang tua Mega menjelaskan kalau beberapa bulan lalu ketika Tanto merantau ke Jakarta, dirinya membeli motor milik adiknya yang juga adalah ibu dari Tanto. Motor itu kemudian diberikan kepada Mega sebagai modal merantau berjualan nasi bebek.
Baca juga: Satu Orang Jadi Tersangka di Kasus Kekerasan Antar Kelompok Pemuda
Jadi, Mega dan Tanto ini sepupu? Ya ampuun.. Apa yang di pikirannya sehingga membuatnya sampai berbuat sejauh itu?
“Nah.. ini apa, To? Ini apa, To?” Percakapan kami disela oleh anggota yang sedang memeriksa isi tas Tanto.
Anggota itu mengambil sebuah plastik berisi serbuk putih dan menunjukkan ke Tanto. Tanto pun masih terdiam.
Anjar yang juga berada di ruangan itu, segera saja bersuara.
“Ya itu bungkusan plastik yang saya lihat dibawa Tanto dan ditaruh di minuman Mega, Pak.”
“Jadi gimana, To? Masih mau beralasan?” Saya lemparkan pertanyaan ke Tanto untuk mempertegas posisinya.
“Nggih, Pak. Kulo salah. Kulo sing matine Mega. Kulo sakit hati, Pak.” Tanto pun menyerah. Dia menjawab pertanyaan kami dengan muka tertunduk seakan tak berani memandang wajah orang tua Mega.
Setelah itu, Tanto menjelaskan semua runtutan kejadian pembunuhan itu. Tanto memang berencana untuk membunuh Mega dengan cara mencampurkan potas ke dalam minuman Mega. Tanto sengaja mengajak Mega dan Anjar untuk minum-minum agar mendapatkan kesempatan.
Setelah Mega meninggal, Tanto pun mengambil sepeda motor, HP, uang sejumlah Rp 142 ribu hasil penjualan bebek, dan cincin batu akik milik Mega. Tanto lalu memanipulasi Anjar agar tidak menceritakan kejadian ini dan mengarang cerita.
Alasan Tanto merencanakan pembunuhan ini karena dirinya sakit hati karena motornya telah dijual tanpa sepengetahuannya saat Tanto sedang bekerja di Jakarta. Motor Jupiter yang saat ini menjadi milik Mega secara sah. Ya. Semua ini hanya karena sebuah motor Jupiter.
Baca juga: Sok Jago Bawa Golok di Jalan, Pria Asal Berbek Ditangkap Sat Samapta Polresta Sidoarjo
Semua misteri sudah terjawab. Meninggalnya Mega bukan karena miras oplosan, tapi karena racun yang dicampurkan oleh Tanto. Dan bunga mawar yang bertaburan, sengaja dihadirkan untuk memanipulasi tindakan saksi mahkota.
Akhirnya tunai sudah. Sebuah misteri yang tak membutuhkan waktu lama untuk terungkap, namun syarat akan pesan. Pesan akan pentingnya merawat iman sebagai dasar untuk berpikir, bertindak, dan menilai arti kehidupan.
Kalau saja hari-harimu kadang penat, ambil sedikit waktu untuk rehat. Berhatilah-hatilah untuk mengambil keputusan ketika hati sedang senang-senangnya atau sedang dalam kuasa amarah. Lihat dengan mata, pikir dengan kepala, dan amalkan dengan rasa.
“Jam berapa ini, Pak Bud?”
“Jam 4 pagi, Ndan.” Balas Pak Budi.
“Nah, bener kan kata saya. Udalah, saya pergi dulu.”
“Lho mau kemana, Ndan?”
“Mau balik ke Batu. Masih bisa healing dikit ini.”
Pukul 6.30 pagi, saya telah sampai kembali di lokasi camping semalam. Ketika tanggungjawab telah ditunaikan, saya rasa saya berhak untuk pagi yang indah ini. Melanjutkan masa rehat yang terjeda. (end)
*) Penulis : Kompol Tiksnarto Andaru Rahutomo (Kasatreskrim Polresta Sidoarjo)
Editor : Syaiful Anwar