Pabrik Polisi ya di Mojokerto

lintasperkoro.com
Reruntuhan bekas Istana Majapahit di SPN Mojokerto

Saya mengunggah foto reruntuhan bekas Istana Majapahit di Sekolah Polisi Negara (SPN) Polda Jatim di Bangsal, Kabupaten Mojokerto.

MERDEKAAAA!!!!

Baca juga: Kapolsek Simokerto Ajak Masyarakat Makan dan Joget Bersama Rayakan HUT Bhayangkara ke 78

Itu yang diteriakkan semua orang di Jawa Timur termasuk di Mojokerto beberapa saat setelah Proklamasi 17 Agustus 1945. 

Beda dengan suasana di Jakarta. Disana semua serba ketakutan, menyanyikan lagu Indonesia Raya saja sembunyi-sembunyi. Rapat Raksasa IKADA pun penuh rasa ketakutan.

Beda. Ini Mojokerto, bangga dengan kemerdekaannya.

Saat kemerdekaan semua pada kacau balau karena tentara Jepang masih berkeliaran dan sangat bengis. Sementara tentara sekutu sudah turun di Surabaya dan ada pertempuran besar di sana.

Pertempuran yang jauh dari teori pertempuran. Persenjataan nyaris sama kuatnya (senjata rampasan dari Jepang). Jumlah manusia kita jauh lebih besar. Nah, kualitas manusia ini yang jauh. Hanya segelintir orang yang paham teori perang. 

Salah satu pihak yang paham teori perang modern ialah kalangan santri karena dididik di klan-klan militer Jepang berkat perjuangan Pak Wachid (Ayahanda Gus Dur).

Singkat cerita, kita kalah bertempur di akhir Desember 1945. Semua mundur termasuk ke Mojokerto.

Ini dimulai kisahnya.

Mungkin sudah takdir bahwa Mojokerto merupakan pabrik Polisi. Ini dilakukan oleh Kombes M Duryat (Kepala Kepolisian Karesidenan Surabaya). Saat mundur ke Mojokerto langsung melihat Pabrik Gula Bangsal. (kelak akan menjadi Sekolah Polisi Negara).

Dipilihnya pabrik gula ini pertama letaknya strategis. Kedua bangunan sudah siap. Nah, yang ketiga adalah identitas. Pabrik gula ini adalah bekas istana Majapahit terakhir (sesuai catatan Raden Adipati Kromodjojoadinegoro). 

Ini dianggap semangat Gajah Mada dengan Bhayangkaranya akan melecut polisi-polisi muda yang akan dididik di SPN, Sekolah Polisi Negara Bangsal.

Masalahnya, Pabrik Gula Bangsal ini dipakai oleh tentara Jepang sebagai bengkel alat perang mereka. Jadi, tempat ini setelah merdeka harus dipersiapkan. Dibangun dulu, kemungkinan memakan waktu 2 tahunan.

Dipakailah tempat pendidikan kepolisian sementara dulu. Dipakai dulu komplek bangunan Pabrik Gula Sentanen Lor difungsikan sebagai tempat kepolisian. Ini dipakai sejak pertempuran 10 November. Pemakainya dari kalangan Militer dan Polisi Indonesia. Tapi tempatnya kurang memadai. Jadi pendidikan benar-benar harus baik. 

Dipilihlah pusat pendidikan Polisi di Pacet yang diresmikan oleh M. Doerjat. Salah satu pengajarnya ialah Doerjat sendiri yang lulusan OSVIA (sekarang IPDN). Dulu jaman belanda lulusan OSVIA itu akan menjadi mantri Polisi. Setelah mantri Polisi, dapat memilih karir menjadi Camat, Jaksa atau Polisi. Kebetulan Doerjat ini memilih menjadi Polisi Belanda.

Kurikulum sekolah?

Yang penting bisa "mbedhil dulu". Pendidikannya cuma 2 minggu. Setelah itu mereka dikirim ke garis depan pertahanan untuk bertempur dengan gaji 70 Gulden (kalau sekarang Rp 3,5 juta).

Para siswanya diasramakan dengan menempati bangunan sekitar Desa Claket di Kecamatan Pacet, bekas asrama kesusteran milik Gereja Katolik Surabaya yang ditinggalkan penghuninya akibat penjajahan Jepang.

Disana hanya sementara. Lalu para siswa bersiap pindah ke Sekolah Polisi Negara yang sudah dibangun di Bangsal. Tapi kepindahan itu tidak jadi. Ada Operasi Produk (Agresi Militer I Belanda), yaitu

Baca juga: Ketua Umum Dharma Pertiwi Menghadiri Bazar Kreasi Bhayangkari Nusantara 2023

Operasi Militer yang mengambil alih mesin-mesin uang Belanda, seperti perkebunan, tambang, minyak, hingga pabrik gula.

Pembangunan yang hampir selesai dirubah lagi oleh Belanda menjadi Pabrik Gula seperti sebelum kedatangan Jepang agar menjadi penghasil uang lagi. Pekerja-pekerjanya dilatih singkat dengan gaji yang lebih besar daripada sebelumnya. 

Sekolah Polisi sementara di Claket Pacet juga tutup karena Belanda mulai meringsek ke Pacet. Semua mundur ke arah Malang.

Sekolah polisi semakin jauh dari harapan.

Sampai Konferensi Meja Bundar, Indonesia membayar 4,5 miliar gulden kepada Belanda agar diakui kemerdekaannya. Biaya itu untuk operasional selama menyerang Indonesia, ditambah semua infrastruktur yang sudah dibangun di Indonesia.

Belanda yang awal mulanya miskin karena dijajah Jerman saat Perang Dunia II mendadak kaya. Dan Indonesia yang merdeka kaya raya karena semua sumber daya alam sudah punya lalu mendadak miskin.

Nah, penduduk yang marah terhadap Belanda kurang paham. Mereka menjarah Pabrik Gula Bangsal. Semua dijarah, seperti kusen, pintu, batu dan lainnya.

Sejarah berulang. Pabrik gula ini asalnya juga menjarah dari Istana Majapahi mulai kayu, batu, batu bata dan lainnya. Tapi, Pabrik gula ini sampai dengan tentara Jepang tetap mempertahankan tempat ibadah Majapahit (Agama Siwa Buddha) di tengah-tengahnya.

Saat penjarahan, tidak pandang bulu termasuk tempat ibadah ini dihancurkan. Sampai reruntuhan. 

Dibangun Sekolah Polisi lagi? belum. Uangnya tidak ada. Dibangun kembali baru pada tahun 1957 dijadikan Sekolah Polisi. Peninggalan Majapahit berupa tempat ibadah itu dibangun kembali juga dengan nama "Bala Widya Mandhira" yang artinya "Pasukan Menara Ilmu Pengetahuan".

Baca juga: Polsek Pirime Dapat Kado dari Satgas Yonif 721/Makkasau

Cocok sekali dengan pendidikan di sini. Tempat ibadah ini sekarang dipakai lagi bukan agama Siwa Buddha melainkan agama Hindu, yaitu Pura. 

Setiap hari besar keagamaan Hindu, selalu dipakai peringatan dan digunakan kalangan umum. Pura ini adalah salah satu Pura terkenal dan tertua di Mojokerto karena sejak jaman Majapahit.

Akhir era 1960-an, Bupati Mojokerto, Mayor RA Basuni sering berlatih menembak disana. Jengkelnya masalah safety. 

Senengnya bupati ini adalah memakai laras panjang. Biasanya perwira memakai pistol. Tapi sang Bupati lulusan Heiho ini bilang kalau pistol sulit, enak laras panjang.

Nah, masalah safety yang dikeluhkan. Kalau senjata laras panjang sukanya berlatih di sini memakai Zastava M48. Hentakannya, bahu bisa lepas kalau popor tidak pas di pundak.

Powernya, ditembakkan harus hati-hati dan agak ke atas sedikit bisa keluar pagar.

"Sekolah ora nduwe lapangan tembak keliru sithik tonggo iso kelilipen peluru," kata Mayor RA Basuni yang akhirnya menjadi nama Rumah Sakit di Kota Mojokerto ini mengejek SPN Bangsal.

Ya sudah, tidak mengejek saja. Tetapi Bupati ini menghibahkan tanah kas desa di Pacing untuk fasilitas latihan siswa Sekolah Polisi, seperti lapangan olah raga dan lapangan tembak yang diberi nama PRATITIS. 

Selamat Hari Bhayangkara.........

Penulis : Firitri Mintarsih (ASN Pemkab Mojokerto)

Editor : Redaksi

Peristiwa
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru