Kejaksaan Negeri (Kejari) Sidoarjo terus memanggil sejumlah saksi dalam kasus dugaan pungutan liar (pungli) program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) tahun 2023 di Desa Trosobo, Kecamatan Taman, Kabupaten Sidoarjo. Saksi terbaru yang dimintai keterangan ialah Suparnadi (55 tahun).
Pria yang berperan sebagai Koordintor Lapangan (Korlap) RW 06 dalam pelaksanaan program PTSL di Desa Trosobo tersebut dimintai keterangan oleh Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Sidoarjo pada Kamis, 12 Desember 2024. Kehadiran Suparnadi ke Kejari Sidoarjo didampingi oleh Kuasa Hukumnya, yaitu Dodik Firmansyah, S.H dan Sukardi, S.H.
Baca juga: Senyum Hangat dan Bahagia Menghiasi Warga Desa Kembangan Setelah Menerima Sertifikat PTSL
Suparnadi dimintai keterangan selama kurang lebih 6 jam, dimulai sejak jam 11.00 WIB hingga jam 16.12 WIB. Saat keluar ruangan Kejari Sidoarjo, Suparnadi sujud syukur karena dirinya bisa memberi keterangan apa adanya di Kejari Sidoarjo, dan dia menegaskan tidak menerima uang sepeserpun dari program PTSL Desa Trosobo. Bahkan, kerja kerasnya sebagai Koordinator Lapangan PTSL di wilayah RW 06 Desa Trosobo sampai sekarang tidak diberikan honor.
Diakui Suparnadi, dirinya hanya menjalankan pekerjaan sesuai dengan tugasnya sebagai Koordinator Lapangan program PTSL di wilayah RW 06 Desa Trosobo. Saat itu, Ketua Panitia PTSL Desa Trosobo ialah Wahyu Utomo.
"Saya ditunjuk oleh Kepala Desa sebagai Koordinator Lapangan PTSL di RW 06. Tugas itu dibacakan oleh Pak Kades saat rapat di Balai Desa, waktunya lupa. Tapi di tahun 2023. Tugas Korlap jika ada konflik atas tanah PTSL, saya yang turun menengahi. Selain Korlap, saya juga diminta bantu tim pengukur, sekalian bantu jika ada permasalahan tanah khususnya di wilayah RW 06," kata Suparnadi disampaikan kepada wartawan, Kamis (12/12/2024).
Seiring berjalannya waktu dalam pelaksanaan program PTSL di wilayah RW 06 Desa Trosobo, Suparnadi berkata tidak ada kendala apapun. Hingga akhirnya muncul pengaduan dari warga Desa Trosobo ke Kejari Sidoarjo. Pengaduan itu terkait dengan dugaan pungutan liar PTSL.
"Dari pengaduan itu, saya dipanggil Kejari Sidoarjo. Sebelum saya menghadap Kejari, saya diajak ketemu Kepala Desa di rumah makan depannya kantor desa. Disitu bertiga. Saya, Pak Kades, dan Bu Ratna. Dalam pertemuan itu, saya diarahkan oleh Kepala Desa. Nanti pertanyaan apa saja, jawabnya harus sesuai arahan Kepala Desa. Pak Kades bilang, 'Pak, nanti ditanyain Kejari, sampean bilang jadi biro jasa ya'. Yang skenario Pak Kades," kata Suparnadi menirukan arahan Kepala Desa Trosobo.
Setelah itu, Suparnadi datang ke Kejari Sidoarjo memenuhi panggilan pemeriksaan. Suparnadi mengatakan, dia ditanya terkait masalah pengeringan lahan. Kepada penyidik Kejari Sidoarjo, Suparnadi menjelaskan tentang pengeringan lahan yang diketahuinya.
"Yang masuk ke Kejari ini proses pengeringan, bukan PTSL-nya. Karena waktu itu, kuota PTSL sebanyak 1.500 dari BPN (Badan Pertanahan Nasional). Ternyata pemohon dari Desa Trosobo, itu 1.200 sampai 1.300. Artinya ada sisa kuota. Saya tidak tahu, tiba-tiba ada tanah basah dikeringkan. Tahunya saya ketemu Pak Kades di kantor Desa. Saya disuruh membantu pengurusan tanah kering itu. Saya membantu saja, atas nama saja. Yang jalan oknum Perangkat Desa. Saya diminta tandatangtangan waktu itu di kuitansi kosong. Tapi tidak mau. Di kuitansi itu, tertulis tanah pengeringan sejumlah Rp 30 juta. Ada juga Pak Kades dan oknum Perangkat Desa. Terus saya tanya, pak itu buat apa? Untuk biaya pengeringan. Padahal, itu uangnya tidak saya terima sama sekali. Gak ada uangnya," jelas Suparnadi.
Usai memenuhi panggilan pertama, kemudian sekian waktu, Suparnadi mendapat surat panggilan kedua dari Kejari Sidoarjo. Sebelum berangkat ke Kejari Sidoarjo, Suparnadi mengaku, dia kembali diajak bertemu dengan Kepala Desa Trosobo, Heri Achmadi, Sari Dian Ratna, dan beberapa orang yang tidak dikenalnya. Total menurutnya, ada 5 orang.
Dari pertemuan itu, Suparnadi mengaku, dia mendapat arahan dari Kepala Desa agar menjawab pertanyaan sesuai arahan Kepala Desa. Dalam pertemuan itu juga, Suparnadi diminta untuk tandatangan kuitansi yang tercantum nilai uang Rp 15 juta. Suparnadi juga tidak mau menandatangani kuitansi tersebut.
"Lalu Pak Kades berkata, 'Pak, ini kembalikan saja ke Bu Ratna Rp 15 juta. Sisanya, bilang Rp 10 juta untuk kepengurusan surat-surat. Yang Rp 5 juta dibawa Carik dibuat untuk tim dari BPN dan Perizinan untuk survei lapangan, termasuk biaya makan, minum, transport, dan lain-lain. Yang Rp 10 juta bilang untuk biaya pemohon pengeringan'. Padahal itu tidak ada uangnya sama sekali. Saya disuruh mengaku oleh Pak Kades. Kuitansi yang tertulis Rp 30 juta, itu bukan tanda tangan saya. Tandatangan palsu. Di kuitansi kedua tertulis Rp. 15 juta, itu juga bukan tandatangan saya," tegas Suparnadi.
Baca juga: Kepala Desa Bates Mengklarifikasi Terkait Pembiayaan Program PTSL
"Saya tidak tahu apa-apa. Makanya saya cerita macam-macam di desa. Saya tidak terima uang sepeserpun, berapapun nilainya saya tidak tahu. Yang mengurus pengeringan Pak Kades dan Oknum Perangkat Desa. Oknum itu atas perintah pak Kades," ujar Suparnadi.
Setelah panggilan kedua itu, Suparnadi merasa masalah PTSL Desa Trosobo di Kejari Sidoarjo selesai. Namun, Suparnadi kembali mendapat surat panggilan pada Rabu 4 Desember 2024. Pada surat panggilan itu dia tidak hadir. Bahkan, ada yang menyuruh agar Suparnadi kabur jauh dari Sidoarjo.
"Panggilan ketiga dari Kejaksaan, saya bilang ke Pak Kades, 'Pak Kades, kalau saya dipanggil, saya tidak hadir. Saya tidak datang karena semua rekayasa sampean. Karena sampean paksa saya seperti ini'. Saya kerja, bukan pegawai negeri, bukan pejabat. Cari makan sendiri. Saya disuruh oleh pihak-pihak tertentu untuk lari jauh dari rumah saya," kata Suparnadi.
"Pak Kades dan Bu Ratna jadi tersangka. Kabarnya saya juga jadi tersangka. Inisial Sp, itu saya. Loh, saya tersangka itu dari mana? Wong saya gak ikut masalah PTSL. Gak tahu menahu pengeringan. Uang tidak saya bawa. 1000 perakpun saya tidak bawa," jelas Suparnadi.
Pada kesempatan yang sama, Dodik Firmansyah, S.H, selaku Kuasa Hukum Suparnadi mengapresiasi langkah Kejari Sidoarjo untuk membuka lebar penyidikan kasus ini.
"Klien kami koperatif dalam kasus ini. Klien kami kapanpun siap untuk memberikan keterangan sesuai yang diketahuinya," tegas Dodik.
Baca juga: Ada Dugaan Pungli dalam Pelaksanaan Program PTSL di Desa Sidowungu
Pada kesempatan itu pula, Sukardi yang juga sebagai Kuasa Hukum Suparnadi mengatakan jika kliennya sering digiring oleh pihak-pihak tertentu agar mengakui hal yang tidak diperbuatnya. Pihaknya akan mengambil langkah hukum karena ada dugaan tandatangan kliennya dipalsu oleh oknum Perangkat Desa dalam pelaksanaan program PTSL di Desa Trosobo.
"Ada dugaan pemalsuan tandatangan klien kami yang dilakukan oleh oknum perangkat desa dalam pengurusan PTSL. Tidak cuma 1 lembar, tapi banyak. Berkas yang dibubuhi tanda tangan palsu klien kami ini untuk syarat ke instansi perizinan. Karena itu, kami akan menempuh upaya hukum," tegasnya.
Diketahui, untuk kasus PTSL di Desa Trosobo ini, Kejari Sidoarjo menetapkan Heri Achmadi sebagai tersangka. Heri Achmadi merupakan Kepala Desa (Kades) Trosobo. Satu lagi yang jadi tersangka ialah Sari Dia Ratna, yang menjadi Panitia PTSL Desa Trosobo tahun 2023.
Kasus ini bermula dari dugaan pungutan liar yang terjadi pada program PTSL di Desa Trosobo pada tahun 2023. Tarif pungutan liar yang diminta bervariasi, mulai dari Rp 150 ribu hingga Rp 8 juta, dengan alasan biaya pengurusan PTSL dan pengeringan lahan. Selain itu, ada juga dugaan pungutan untuk pengurusan dokumen pendaftaran PTSL yang berkisar antara Rp 300 ribu hingga Rp 600 ribu.
Setelah ada pengaduan dari masyarakat, Kejari Sidoarjo melakukan penyelidikan sejak tahun 2023 dan memeriksa sejumlah saksi, termasuk Kades Trosobo. Setelah melalui proses penyelidikan, Kejari Sidoarjo menetapkan 2 tersangka. (*)
Editor : Syaiful Anwar