PPDB Tahun Ajaran 2023 Membawa Kekisruhan Terhadap Anak Bangsa Setiap Tahunnya
Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang diselenggarakan setiap tahun sering kali menimbulkan kekisruhan, terutama di sekolah negeri.
Sejak awal digagas kebijakan PPDB berbasis Afirmasi pada tahun 2023, sebenarnya memiliki tujuan yang baik. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) saat itu, Muhadjir Effendy mengatakan bahwa PPDB Afirmasi bertujuan untuk mengatasi ketimpangan, terutama kastanisasi di dunia pendidikan.
Baca Juga: Guru SDN 167 Gresik Mengaku Ada Jasa Kolektif untuk Daftar PPDB SMPN
Kastanisasi yang dimaksud yakni ada sekolah unggulan atau favorit dan nonunggulan. Sekolah unggulan biasanya berisi siswa-siswa berprestasi maupun siswa yang memiliki keistimewaan tertentu. Sementara sekolah non unggulan lebih banyak diisi siswa yang memiliki kemampuan rata-rata.
Selain itu, PPDB Afirmasi tersebut mendekatkan jarak antara siswa yang tidak mampu yang ingin bersekolah. Sebelum sistem afirmasi diberlakukan, banyak siswa yang dinilai tidak mampu tetapi ingin bersekolah kesekolah negeri yang akhirnya lari kesekolah swasta juga
Hal itu terjadi karena banyaknya siswa yang masuk bidang Afirmasi dinilai tidak memenuhi persyaratan yang diinginkan pihak sekolah negeri yang dianggapnya sangat ribet dan ber belit-belit. Kondisi seperti itu tentunya sangat merugikan siswa, karena harus memenuhi persyaratan yang dianggap sesuai kreteria pihak sekolah.
Hal ini menjadi perhatian dari Ketua Lembaga Swadya Masyarakat/LSM BARATA (Barisan Rakyat Jelata), Hilman Harahap. Hilman mengatakan, PPDB bidang Afirmasi bertujuan untuk pemerataan kualitas pendidikan. Berdasarkan sistem sebelumnya, wajar kiranya jika sekolah menjadi unggulan karena memiliki siswa yang sebagian besar berprestasi dari siswa yang notabene warga tidak mampu. Pekerjaan guru yang mengajar di sekolah itu pun menjadi lebih mudah, jika dibandingkan dengan sekolah yang sebagian besar siswanya berkemampuan rata-rata.
"Dalam hal ini, kami telah menerima aduan masyarakat beberapa hari lalu, khususnya warga Kelurahan Gebang, Kecamatan Priok, Tangerang, yang terhempas dari sistem seleksi verifikasi dan validasi yang diterapkan oleh pihak panitia sekolah SMAN 15 Kota Tangerang, padahal data-data yang dimiliki itu cukup valid keberadaannya," ucap Hilman.
Dikatakan Hilman, bahwa keberadaan siswa tersebut memang cukup valid, dimana anak tersebut kelengkapan data, bahkan ada surat kematian orang tuanya. Jadi memang benar bahwa anak tersebut adalah anak Yatim, seharusnya dari pihak panitia harus benar mengkroscek tentang anak tersebut kelingkungan agar bisa mengetahui yang sebenarnya.
"Siswa tersebut mengambil jalur Afirmasi, dimana Pemerintah telah mengalokasikan jalur afirmasi ini memang benar-benar diperuntukan bagi anak Yatim dan bagi orang yang tidak mampu. Apalagi data-data yang dimiliki tersebut telah memenuhi persyaratan," katanya.
Baca Juga: Oknum Guru di SDN Wilayah Desa Cangkir Diduga Jadi Calo PPDB SMPN, Narik Biaya hingga Rp 5 Juta
Hilman berharap, kedepan bisa terwujudnya seleksi PPDB SMAN 15 Kota Tangerang, yang memiliki integritas dan berkeadilan agar tidak terjadinya ketimpangan lagi. Harusnya, pihak panitia bisa langsung menyelusuri ke pihak RT/RW dilingkungan anak tersebut, karena keberadaan data anak tersebut datangnya dari lingkungan juga.
"Panitia PPDB SMAN 15 Kota Tangerang, harus profesional dan harus transparansi kepada publik agar anak bangsa yang berintegritas tinggi bisa dapat merasakan pendidikan di Kota Tangerang ini," ungkapnya lagi.
Tokoh Masyarakat Tangerang Raya, Ali Farhan menilai bahwa PPDB jalur Afirmasi dimanfaatkan untuk pemenuhan sarana prasarana, redistribusi dan pembinaan guru, serta pembinaan kesiswaan.
Pada awal penerapan PPDB Afirmasi, sekolah harus menerima paling sedikit sebesar 15 persen dari total jumlah keseluruhan peserta didik yang diterima. Sebanyak 15 persen tersebut adalah peserta didik yang dinilai kurang mampu tapi ingin masuk sekolah negeri.
Baca Juga: Hotline Kontak PPDB Online di Dinas Pendidikan Gresik
"Namun persentase tersebut diprotes para orang tua yang menilai kurang mengakomodir siswa jalur Afirmasi dengan keterangan yang tidak jelas," kata Ali.
Kata Ali, bahwa penerapan penerimaan peserta didik berbasiskan Afirmasi sebenarnya tidak hanya dilakukan di Indonesia. Sejumlah negara seperti Jepang juga melakukan penerimaan peserta didik berbasiskan orang tidak mampu dan anak Yatim.
"Betapapun mulianya suatu kebijakan, tapi bagi yang ingin mengakali kebijakan itu selalu saja bisa menemukan celah," papar Ali.
Untuk mengakali PPDB jalur Afirmasi, banyak orang tua yang berusaha memanipulasi data dalam kartu keluarga yang dimilki, baik numpang saudara atau teman yang intinya agar anaknya bisa masuk ke sekolah yang diinginkannya. Bahkan ada juga orang tua yang demi anaknya bisa diterima di sekolah negeri rela melakukan akal-akalan dari sisi jalur prestasi. (dry)
Editor : Redaksi