Proyek Pelebaran Ruas Jalan Padusan - Pacet Caplok Lahan Warga, Tanah Galian Diperjual Belikan oleh Kontraktornya
Upaya Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mojokerto untuk membangun dan meningkatkan akses jalan untuk memperlancar perekonomian masyarakat dianggap sebagai tindakan yang positif. Hanya saja, dibalik upaya itu terdapat hak masyarakat yang dikorbankan.
Seperti yang dialami oleh Supat. Sebagian lahan milik Supat dicaplok oleh kontraktor Pekerjaan Belanja Modal Jalan Kabupaten - Pelebaran Jalan Standar Ruas Padusan - Pacet. Pekerjaan tersebut dilaksanakan oleh CV MPM yang beralamat di Jalan Sunan Drajat, Kabupaten Lamongan.
Baca Juga: Program Perbaikan Jalan di Kabupaten Mojokerto Terus Digenjot
Volumenya 6,00 - 7,00 meter dengan nilai Rp 6.382.949.900 yang anggarannya bersumber dari APBD Kabupaten Mojokerto tahun 2023. Lama pekerjaan 180 kalender kerja, dimulai dari 25 Mei 2023 sampai 20 November 2023.
Menurut Supat, dirinya kaget saat tahu lahan miliknya terimbas pelebaran jalan. Karena sebelumnya tidak ada sosialisasi dari pihak kontraktor pelaksana maupun Pemkab Mojokerto khususnya Dinas Pekerjaan Umum Dan Tata Ruang (PUTR).
"Saya kira lahan milik saya digali untuk pelebaran jalan sama dengan lahan milik lainnya, yaitu dikeruk 50 cm sampai 1 meter. Ternyata malah hampir 2 meter. Yang mengejutkan, tanah kerukan dan galian bukannya dibuang ke sisi timur atau ke area lahan punya saya sendiri, justru tanah galian dari lahan saya dijual oleh kontraktornya ke pihak lain. Hasil penjualan itu tidak sepeserpun saya diberi oleh kontraktornya," kata Supat heran.
Wartawan Lintasperkoro.com meninjau lokasi proyek Belanja Modal Jalan Kabupaten - Pelebaran Jalan Standar Ruas Padusan - Pacet. Tampak di tepi jalan sepanjang pekerjaan tersebut, tanahnya dikeruk dengan kedalaman 50 cm. Rencananya, setelah digali akan dicor.
Justru, pengerukan itu merugikan Supat selaku warga terdampak proyek yang notabene memiliki surat tanah yang sah. Tanah milik Supat dikeruk sepanjang kurang lebih 100 meter dengan lebar 2 meter serta ketinggian tanah 2 meter yang ada di Timur atau depan Villa Green Pacet. Selain dikeruk, tanah milik Supat dijual tanpa seizinnya.
Yang membuat Supat bertambah heran ialah sisi barat jalan tidak dikeruk untuk pelebaran dan condong pelebaran cuma dari sisi Timur.
"Kenapa jalan jadi melebar ke sisi Timur? Alasan dari pihak kontraktor sudah sesuai perencanaan. Perencanaan tersebut ngawur dan merugikan warga," tegas Supat.
Sampai kini, Supat mengaku tidak mendapat ganti rugi dari kontraktornya, apalagi kompensasi. Oleh karena itu, dia akan mengadukan hak-haknya yang dirampas kepada DPRD Kabupaten Mojokerto dan instansi terkait. Selain itu, dia akan melaporkan adanya korupsi atas penjualan tanah yang digali dari proyek tersebut, yang seharusnya tidak boleh dilakukan karena itu masuk pertambangan.
Baca Juga: Jalan Cor di Kecamatan Dawarblandong Membelah, Pengendara Motor Sering Jatuh
"Jika sudah jual beli material galian di lahan proyek pemerintah, itu sudah ranah pidana. Apa anggaran Rp 6 miliar tidak cukup untuk membiayai proyek tersebut, kok masih menjual tanah galian milik orang," tegas Supat.
Untuk melakukan pelaporan itu, Supat menggandeng Lembaga Swadaya Masyarakat Front Pembela Suara Rakyat (LSM FPSR). Menindaklanjuti pengaduan Supat, Ketua LSM FPSR, Aris Gunawan akan melakukan kajian secara dokumen dan lapangan terhadap pelaksanaan Pekerjaan Belanja Modal Jalan Kabupaten - Pelebaran Jalan Standar Ruas Padusan - Pacet.
"Kami kaji dulu, setelah itu akan membuat legal opinion untuk menentukan langkah hukum ke APH (aparat penegak hukum) terkait. Intinya, kami siap mendampingi Bapak Supat," tegas Aris Gunawan.
"Harusnya pihak PUPR Mojokerto lebih dulu mengadakan penelitian dan inventarisasi atas tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda lain yang ada kaitannya dengan tanah yang haknya akan terkena pelebaran jalan," kata Aris.
Aris menambahkan, harusnya pihak Dinas PUPR memberikan penjelasan atau sosialisasi kepada pemilik tanah yang terkena rencana pembangunan dan tujuan pengadaan tanah tersebut. Dan juga mengusulkan besarnya ganti rugi atas tanah yang haknya terdampak pelebaran jalan.
Baca Juga: Raperbup Mojokerto Tentang Kesejahteraan Guru TPQ
"Jika sludar sludur asal keruk, asal gali tanpa sosialisasi kepada pemilik tanah, ini sama halnya pencurian dan penyerobotan," jelas Aris.
"Mengaju pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum dan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja mereka sudah menyalahi aturan.
Apalagi sampai mengkomersilkan tanah hasil keruk/galian milik warga. Ini masuk pidana pencurian dan penyerobotan sesuai KUHP. Dan juga masuk dalam pidana UU Minerba bilamana mereka tidak mempunyai perizinannya," pungkas Aktivis Asal Gresik ini, Aris Gunawan Ketua LSM-FPSR.
Di akhir pembicaraannya Aris menyampaikan Lembaga Front Pembela Suara Rakyat siap mengawal kasus warga yang dirugikan dalam pelaksanaan proyek ini hingga tuntas.
Saat dikonfirmasi oleh wartawan, Kepala Dinas PUPR Kabupaten Mojokerto hanya mengirimkan pesar imogi kedua tangan seolah permohonan maaf. (did)
Editor : Syaiful Anwar