KLHK Wilayah Kalimantan Limpahkan Kasus Penyelundupan 5.003 Ekor Burung Ke Kejari
Penyidik Balai PPHHK Wilayah Kalimantan berhasil melengkapi alat bukti dalam perkara penyelundupan 5.003 burung setelah menyidik sejak 6 Juli 2024 sampai dengan 3 September 2024. Jaksa peneliti dari Kejaksaan Tinggi Kalimantan Selatan menyatakan bahwa berkas perkara atas nama tersangka AI (44 tahun) dan AH (22 tahun) telah lengkap (P-21) sehingga perkaranya dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Banjar untuk disidangkan.
Perkara ini berawal dari kegiatan operasi yang dilaksanakan oleh Balai PPHLHK Wilayah Kalimantan Seksi Wilayah I Palangka Raya pada tanggal 5 Juli 2024 yang berhasil menggagalkan pengangkutan 5.003 ekor burung di sekitar wilayah Kabupaten Banjar. Sebanyak 837 ekor diantaranya adalah jenis burung yang dikategorikan sebagai satwa dilindungi.
Baca Juga: Gakkum KLHK Amankan Pelaku Perdagangan Satwa Liar Dilindungi Di Minahasa
Burung-burung yang diamankan dari kegiatan pengangkutan tersebut adalah jenis burung yang dilindungi yaitu : Beo (Gracula religiosa), Cililin (Platylophus galericulatus), Serindit (Loriculus galgulus), Cucak Hijau (Chloropsis sonnerati), serta jenis yang tidak dilindungi yaitu : Kolibri Ninja (Leptocoma spirata), Madu Kelapa (Anthreptes malacensis), Kacer (Copsychus saularis), Murai (Kittacinela malabarica), Kacamata Belukar (Zopterops auriventer), dan Kapas Tembak (Pycronotus plumosus) yang hanya dapat diedarkan berdasarkan izin dari pejabat berwenang.
Satwa jenis burung tersebut telah dilepasliarkan di Taman Hutan Raya (TAHURA) Sultan Adam di Desa Mandiangin Timur, Kecamatan Karang Intan, Kabupaten Banjar, Provinsi Kalimantan Selatan pada 10 Juli 2024. Pelepasliaran ini melibatkan perwakilan Gubernur Kalimantan Selatan, Pengadilan Tinggi, Kejaksaan Tinggi, Kepolisian Daerah, Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Selatan, Komando Resort Militer 101/Antasari, Kepolisian Resor Banjarbaru, Balai KSDA Kalimantan Selatan dan UPTD TAHURA Sultan Adam.
Baca Juga: Kasus Perusakan Cagar Alam Faruhumpenai di Luwu Timur Diancam 5 Tahun Penjara
Pelaku adalah AI dan AH yang mengangkut satwa dengan menggunakan dua unit mobil dari Binuang ke Pelabuhan di Aluh - Aluh. Tersangka AI dan AH dijerat dengan Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) serta pasal 33 ayat (3) dengan ancaman pidana yaitu pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (2) UU RI No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan/atau Pasal 38 ayat (4) atau Pasal 50 Ayat (2) huruf c dengan ancaman pidana yaitu pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 3.500.000.000.00 (tiga milyar lima ratus juta rupiah) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 Ayat (6) Undang-Undang RI Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan.
Penindakan terhadap pelaku kejahatan satwa yang dilindungi merupakan komitmen Pemerintah guna melindungi kekayaan keanekaragaan hayati (KEHATI) sebagai pengendali ekosistem dan keunggulan komparatif Indonesia.
Baca Juga: Gakkum KLHK Segel 18 Lokasi Karhutla
Penyelundupan ini merupakan ancaman terhadap kelestarian KEHATI dan ekosistem serta menimbulkan kerugian ekonomi yang sangat besar. Penyelundupan satwa yang dilindungi ini merupakan kejahatan yang serius dan menjadi perhatian dunia internasional. Kejahatan ini harus dihentikan dan ditindak tegas. Pelaku harus dihukum maksimal agar berefek jera dan berkeadilan.
Keberhasilan penanganan kasus ini tidak terlepas dari kerja sama dan sinergitas yang telah terjalin dengan baik antara Balai PPHLHK Wilayah Kalimantan dengan Polda Kalimantan Selatan, BKSDA Kalimantan Selatan, dan Kejaksaan Tinggi Kalimantan Selatan. (*)
Editor : Syaiful Anwar