Kisah Aditya, Putra Polisi Jujur yang Pernah Dimiliki Indonesia

Reporter : -
Kisah Aditya, Putra Polisi Jujur yang Pernah Dimiliki Indonesia
Aditya Hoegeng dan Hoegeng

Saat akan berangkat mengikuti kuliah kerja di Yogyakarta, Didit (Aditya Hoegeng) dipesan sang Ayah agar pulang ke Jakarta selama satu hari karena ada acara yang harus diikuti. Didit menyanggupi.

Diam-diam, dia menghubungi Kolonel Tono Amboro, komandan Polisi Udara. Kepadanya Didit bertanya, apakah pada hari dia akan kembali ke Yogya ada pesawat Polri yang kesana. Karena setahunya ada pesawat yang rutin mengambil suku cadang ke Yogyakarta. Kalau ada ia mau nebeng.

Baca Juga: Bripka Joko, Polisi yang Sukarela Jadi Tukang Gali Kubur

"Ada mas, tapi hanya dua seat karena pesawatnya Cessna," kata Pak Tono.

"Gak papa," kata Didit.

Menjelang pulang ke Jakarta, Didit minta ke temannya, Yanto untuk menemani ke Jakarta.

"Naik apa," tanya Yanto.

"Kereta".

"Males ah, capek".

"Nanti baliknya naik pesawat," kata Didit akhirnya.

Dia katakan bukan pesawat komersial, tapi pesawat Polri. Temannya akhirnya mau diajak.

Baca Juga: Bripka Erick Berdayakan ODGJ di Subang

Selesai acara di Jakarta, malam hari sebelum pulang ke Yogyakarta Didit bilang ke bapaknya.

advertorial

"Pa, Besok saya kembali Iagi ke Yogyakarta."

"Oh iya, kamu numpak (naik) kereta jam berapa?"

"Nggak Pa, saya kebetulan telepon Pak Tono. Ada pesawat Polisi yang ke Yogyakarta. Jadi saya bisa nunut (nebeng)."

Hoegeng marah sekali dengan bahasa Belanda. Langsung dia panggil ajudannya untuk telepon Pak Tono. Hoegeng bilang tidak ada seorang sipil yang ikut pesawat Polri besok pagi sekalipun itu yang namanya Didit. Sampai begitu.

Baca Juga: Demi Bangun Sekolah Gratis, Bripka Syamsuddin Sertifikat Gadaikan Rumahnya

Mungkin di seberang sana, Pak Tono siap, siap, siap. Usai itu ditaruh teleponnya.

"Kamu pikir pesawatnya mbahmu! Itu pesawat dinas, enak saja kamu. Naik kereta!"

Apa boleh buat, Didit akhirnya naik kereta ke Yogyakarta. Dua kali kena sial rupanya: Dimarahi bapaknya dan diomeli temannya dari Gambir sampai Yogyakarta. (*)

*) Sumber: Buku "DUNIA HOEGENG" 100 tahun keteladanan

Editor : Zainuddin Qodir