Baru saja penulis mendapatkan info, upaya Kasasi Gus Nur (Sugi Nur Raharja) dengan nomor perkara 4850/K/Pid.Sus/2023, diputus ditolak. Putusan yang menolak kasasi Gus Nur ini ditekan pada hari ini, Kamis tanggal 14 September 2023.
Tidak terlalu mengejutkan memang, karena putusan Mahkamah Agung (MA) sebelumnya yang membebaskan Ferdy Sambo dari hukuman mati juga dianggap biasa oleh MA. Tak ada rasa kepekaan, adanya keadilan masyarakat yang tercederai. Mungkin saja, adagium yang berlaku di MA adalah 'Putusan Terserah Saya'.
Baca juga: Sempat Divonis Bebas, AKBP Achiruddin Ditangkap Lagi
Majelis Hakim yang menangani perkara Gus Nur diantaranya adalah Suharto, SH, MHum (Anggota). Yang mana, Suharto juga anggota Majelis Hakim yang membatalkan hukuman mati bagi Ferdy Sambo.
Sebelumnya, Suharto menjadi hakim Anggota bersama Suhadi (Ketua) dan Jupriyadi (anggota), yang memberikan vonis diskon gede-gedean bagi Sambo, dkk.
Gus Nur sendiri, saat di PN (Pengadilan Negeri) Surakarta divonis 6 tahun penjara, dengan dasar Pasal 14 ayat (1) UU No. 1/1946. Lalu, dibatalkan oleh PT Semarang, dan vonisnya dikurangi menjadi 4 tahun berdasarkan Pasal 28 ayat (2) Jo Pasal 45 A UU ITE.
Dengan ditolaknya Kasasi Gus Nur ini, maka Gus Nur harus menjalani vonis 4 tahun penjara, sebagaimana amar putusan Pengadilan Tinggi Semarang. Walaupun, masih tersisa upaya PK (Peninjauan Kembali).
Sampai hari ini, penulis belum memberikan rekomendasi untuk mengajukan Peninjauan Kembali (PK). Mengingat, salinan putusan Kasasi juga belum diterima. Setelah membaca putusan lengkap kasasi Gus Nur, barulah nanti akan diberikan kajian dan rekomendasi untuk mengajukan PK.
Secara umum, PK dapat diajukan dengan alasan:
Pertama, adanya suatu kebohongan, tipu muslihat, atau bukti-bukti palsu, yang untuk itu semua telah dinyatakan pula oleh hakim pidana.
Baca juga: Queen Bee Syndrome Iriana, Penyebab Runtuhnya Kerajaan Joko Widodo
Kedua, adanya surat-surat bukti yang bersifat menentukan, jika surat-surat bukti dimaksud dikemukakan ketika proses persidangan berlangsung. Bukti semacam itu disebut pula dengan istilah novum.
Ketiga, adanya kenyataan bahwa putusan hakim mengabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari yang dituntut.
Keempat, adanya bagian mengenai suatu tuntutan dalam gugatan yang belum diputus tanpa ada pertimbangan sebab-sebabnya.
Kelima, adanya putusan yang saling bertentangan, meskipun para pihaknya sama, mengenai dasar atau soal yang sama, atau sama tingkatannya.
Keenam, adanya kenyataan bahwa putusan itu mengandung suatu kekhilafan atau kekeliruan yang nyata sehingga merugikan pihak yang bersangkutan.
Baca juga: Peresmian Smelter PT Freeport Indonesia di Gresik
Entahlah, nantinya apakah Gus Nur akan mengajukan PK atau tidak. Sebagai Penasehat Hukum, penulis hanya memberikan nasihat hukum berupa kajian terhadap putusan dan rekomendasinya.
PK atau tidak PK, semua berpulang kepada Gus Nur. Hanya saja, putusan Kasasi ini lagi-lagi menegaskan, bahwa hukum di negeri ini masih ada, tapi keadilan telah mati. Hukum hanya dijadikan alat represi, untuk membungkam suara rakyat, untuk melindungi penguasa.
Sampai hari ini, objek utama Mubahalah Gus berupa Ijazah Palsu Jokowi, tak dapat dihadirkan ijazah aslinya. Itu artinya, ijazah palsu Jokowi bukan kebohongan, dan dibuktikan dengan koreksi Pengadilan Tinggi Semarang terhadap putusan PN Surakarta. Namun mengapa, Gus Nur tetap harus divonis 4 tahun oleh Mahkamah Agung, padahal ijazah Jokowi terbukti tak ada yang asli ? (*)
*) Penulis : Ahmad Khozinudin, S.H. (Advokat, Kuasa Hukum Gus Nur)
Editor : Syaiful Anwar