“Yaudah, Jul. Kamu pimpin dulu malam ini ya. Aku ga ikut.”
Saya berikan keleluasaan pada anggota untuk bekerja kali ini.
Baca juga: Berhasil Ungkap TPPO, Polres Malang Selamatkan Belasan Orang CPMI
Di satu sisi, saya jalankan proses kerja dari sebuah tim. Di sisi lain, saya juga punya kewajiban untuk memberikan kesempatan pembelajaran pada anggota tentang cara berfikir kritis dan analitis dalam penyelidikan.
Beberapa jam berlalu, keputusan saya terbukti tepat. Pukul 10 malam Julius memberikan kabar kalau dirinya mendapat saksi lain.
Dia bertemu Parto, pegawai BUMN yang pada saat kejadian kebetulan sedang dalam perjalanan pulang menuju rumahnya. Parto menjelaskan kalau sekitar pukul 01.00 WIB, dia melihat 2 orang berboncengan menggunakan sepeda motor dan berhenti di depan toko Pak Jalu.
Sesampainya di rumah, Parto mendengar teriakan minta tolong Jalu dan mengetahui kalau ada kejadian tersebut.
Hmmm…
Dua orang berboncengan di TKP berdekatan dengan jam kejadian.
Apa mereka berdua ini pelakunya?
Atau lagi-lagi, ini hanya bias keterangan saja?
Kalaupun benar, siapa yang bisa memastikan identitas kedua orang itu?
Misteri ini belum menunjukkan tanda-tanda jalan yang terang. Memang, semua teka-teki ini belum tergambar lengkap karena kami belum mendapatkan keterangan dari Jalu. Tapi, Jalu saat ini juga sedang berjuang melewati masa kritisnya.
Saat ini yang bisa kami lakukan hanyalah mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya sembari menunggu Jalu siuman.
Saya punya keyakinan kalau Jalu pasti mempunyai petunjuk atas pelaku yang menyerang dirinya tempo hari.
Hari-hari berikutnya, kami masih berkutat dengan kegiatan yang sama. Mencari baket informasi dan meneliti kembali petunjuk-petunjuk yang ada.
Semua berjalan normal sampai pada hari ke-10 penyelidikan, saya mendapatkan telepon dari salah seorang anggota.
“Izin, Ndan. Kabar buruk, Ndan..”
Anggota membuka percakapan itu dengan sebuah kalimat yang tak mengenakkan.
“Jangan bilang ada pembunuhan lagi?”
Saya pun membalas perkataan anggota itu dengan prasangka, seperti biasanya.
“Bukan, Ndan.. Pak Jalu yang dirawat kemarin, meninggal.”
Jawaban anggota itu pun seketika menghentikan kegiatan yang sedang saya lakukan.
Percakapan itu hening untuk beberapa saat karena kepala saya harus memproses respon untuk menghadapi keadaan ini.
Jalu, satu-satunya orang yang saya harapkan dapat membantu saya memecahkan kebuntuan kasus perampokan ini, justru menghembuskan nafas terakhirnya setelah dirawat untuk beberapa hari di rumah sakit.
Siaaal..Siaaal!!
Ini benar-benar bukan jalan cerita yang saya harapkan!
“Ndan..”
Lamunan saya dihentikan oleh sapaan anggota yang seolah menuntut respon atas situasi yang dilaporkannya.
“Yaudahlah mau gimana lagi. Setelah ini, segera minta rekam medik korban. Dan mulai sekarang, perlakukan kasus ini menjadi kasus PEMBUNUHAN!”
Saya akhiri percakapan telepon yang mengagetkan itu. Saya letakkan HP di meja, merebahkan kursi ke arah belakang, dan memandang langit-langit ruangan.
Perubahan gestur saya itupun menarik perhatian Kanit Tipikor yang sedang bersama saya di ruangan saat itu.
“Kenapa to, Ndan?” tanyanya polos.
"Itu, Pak Rudi. Perampokan toko ATK kemarin, korbannya meninggal barusan.”
Saya menjawab lemas pertanyaan itu tanpa mengalihkan pandangan dari langit-langit.
“Waduh, Ndan. Terus berangkat darimana lagi ngungkapnya, Ndan?”
“Tapi nggih susah kulo ningaline, Ndan. Riyin jamanipun Pak Adrian Kasat, nggih wonten 2 kasus boten keungkap kok, Ndan.”
(Tapi ya memang susah kelihatannya, Ndan. Dulu jamannya Pak Adrian Kasat, ada 2 kasus tidak terungkap kok, Ndan.)
Anggota saya melontarkan sebuah kalimat penghibur. Walaupun sebagian besar kasus pasti terungkap, namun ada kalanya usaha menemukan jalan buntu.
Dia membandingkan dengan periode sebelum saya menjabat. Ada 2 kasus pembunuhan yang juga belum terungkap kala itu.
“Ya bener sih Pak Rudi, memang ga ada usaha yang sempurna. Tapi… Masa rekor saya rusak, sih?”
Saya menjawab pemakluman dari Kanit itu sebagai tantangan. Saat ini juga, saya harus mengambil langkah.
“Semua anggota lapangan kumpul sekarang juga di TKP!”
Perintah melalui grup Whatsapp itu menjadi penanda babak baru pencarian. Babak yang belum dimengerti bagaimana dimulainya.
Babak yang belum bisa diprediksi bagaimana akhirnya.
Layaknya seperti sebuah perkenalan; sebaiknya kita jalani dulu saja.
Beberapa jam kemudian, anggota sudah lengkap dan siap untuk menerima arahan.
Saya jelaskan situasi yang kami hadapi kali ini, temuan fakta selama ini, dan harapan untuk pengungkap misteri.
Kali ini, saya membagi mereka menjadi 3 tim dengan kluster tugas yang berbeda.
“Zainal, kamu pimpin Tim Deduktif. Mulai penyelidikan dari TKP, korban, kerabat, dan apapun itu selengkap-lengkapnya!”
“Sony, kamu pimpin Tim Induktif. Mulai penyelidikan dari informasi general di luar. Tentukan kemungkinan dari database pelaku dan kesamaan modus.”
“Terus saya apa, Bang?”
Julius, salah satu Kanit penasaran dan menanyakan apa tugasnya kali ini.
“Kamu sama 7 orang lain, jadi Tim Kijang. Bagi peran anggotamu itu. Mau jualan siomay, jadi tukang tambal ban, terserah. Ga usah ngantor sampai ini terungkap!”
Arahan kali itu dijawab dengan ekspresi saling toleh oleh anggota Tim Kijang. Mereka sangat paham kali ini mereka tidak akan pulang ke rumah sampai ada titik terang dari misteri ini.
“Suweeek... Suweeek.”
Keluhan salah satu anggota Tim Kijang menjadi penutup rapat malam itu.
Semenjak malam itu, saya berkantor sementara di Polsek T, di dekat TKP. Semua berkas dan pekerjaan lain saya kontrol di tempat ini.
Saya ingin lebih dekat ke TKP dengan harapan ada sesuatu yang saya temukan nantinya. Selain itu, saya juga akan lebih mudah mengontrol pekerjaan mereka.
4 hari telah berlalu semenjak Pak Jalu meninggal. Tim masih bekerja dengan tugasnya, namun belum ada hasil yang berarti. Hari itu, saya mencoba mengecek pekerjaan yang dilakukan oleh Tim Kijang.
“Perkembangan Tim Kijang1?”
Saya lemparkan pertanyaan itu di grup.
Segera setelahnya, anggota tim mengirimkan foto selfienya masing-masing. Foto pedagang sate, siomay, sempol, dan pengamen segera memenuhi galeri grup saya.
“Ario, fotomu mana?”
Saya membalas kiriman itu dengan pertanyaan karena hanya Ario yang belum mengirimkan laporan.
“Sik to, Ndan. Tasih ganti oli pelanggan niki.” (Sebentar dong, Ndan. Sedang mengganti pelanggan, ini.)
Jawaban Ario itu menegaskan kalau dia sekarang sedang bekerja sebagai montir.
Hmm.. montir motor.
Cerdas!
Berarti dia menyimak temuan kami selama ini.
“Yaudah, lanjut. Yang fokus kerjanya, ya.. Biar sedikit, yang penting rezekinya berkah. Hahaha.”
Saya tak bertanya lagi lebih jauh. Kali ini, saya hanya ingin memastikan kalau mereka tidak berkumpul di satu lokasi dan membuat restoran ayam goreng.
Hari itu, belum ada perkembangan yang berarti. Saya pun menghabiskan malam hari itu dengan bercengkrama dengan warga, di warkop tak jauh dari TKP.
Saya mencoba menyelami atmosfer TKP sampai bergantinya hari nanti.
“Sudah lama buka warkop ini, Pak?”
Saya mulai basa-basi ke penjaga warkop sambil menunggu waktu.
“Ya, sudah lama Pak. Bapak dari Polres ya?”
Penjaga warkop itu menjawab dengan pertanyaan yang menyiratkan kalau dia tau bahwa saya merupakan anggota Polisi.
“Iya, Pak. Kok tau?”
“Ya taulah Pak. Saya apal siapa aja orang sini. Jadi kalau ada orang baru, saya pasti tahu. Kalau boleh nebak lagi, bapak pasti pimpinannya ya?”
Penjaga warkop itu menebak dengan tepat hal lainnya.
“Lah? Kok tau lagi, Pak?” Sayapun menjawab untuk basa-basi.
“Iya, Pak. Dari semua orang baru yang mondar-mandir di sini dua minggu ini, wajah bapak yang paling bersih. Yang lain kelihatan bau matahari semua.”
“Hahaha.. Bisa aja nih, ampas kopi. Nih, ku kasih seratus.”
Saya balas jawaban itu dengan candaan dan uang seratus.
Setelah candaan itu, percakapan kami berjalan lebih cair. Dari percakapan malam itu, saya mendapatkan gambaran kejadian perampokan dari si penjaga warkop.
Dia berkata kalau saat dirinya sedang berjualan pukul 1 pagi, terdapat teriakan minta tolong yang ternyata adalah Jalu. Setelah itu, dia pergi ke kerumunan itu dan menemukan Jalu terjatuh dari atap dan mengalami beberapa luka yang mengeluarkan darah.
Sisanya, si penjaga warung hanya menjelaskan keterangan yang sama dengan saksi-saksi lainnya.
Dari penjaga warkop itu, saya juga mendapatkan informasi kalau di daerah ini terdapat pedagang bakso, sate, dan angsle keliling yang menjajakan dagangannya sampai malam hari.
Hmm..
Saya belum pernah bertemu dengan ketiga orang ini.
Mungkinkah mereka tau sesuatu?
Sekitar pukul 01.30 WIB pagi, saya akhiri percakapan dengan penjaga warkop itu dan bergegas pulang untuk istirahat. Walau diawali candaan, percakapan itu cukup memberikan saya informasi baru.
Esok hari, saya akan kembali lagi ke sini menuntaskan hal yang masih menjadi misteri.
Beberapa jam berlalu dan tibalah kembali waktu malam. Pukul 22.00, saya kembali ke TKP bersama anggota, membahas temuan sembari duduk di pinggir jalan mengamati keadaan.
Malam itu sama seperti malam sebelumnya; sepi. Jalanan hanya diisi oleh penduduk yang hendak pulang kerja.
Kami masih di tempat yang sama ketika hari berganti. Saat itu, terlihat di depan kami seorang pedagang bakso yang sedang mendorong dagangannya.
Apa jangan-jangan ini adalah tukang bakso yang disebut si penjaga warkop tadi malam?
Sang penghuni rutin jalanan waktu dini hari. Tapi anehnya, sudah 14 hari berlalu sejak kejadian, saya baru bertemu dengan tukang bakso ini. Padahal, hampir setiap hari saya dan anggota berkutat di daerah ini.
Ah sudahlah..
Daripada berprasangka, lebih baik saya sapa saja pedagang itu.
“Bakso-bakso!”
Panggilan saya itu disambut dengan mengarahnya gerobak bakso ke arah saya.
Saya pun berdiri, mendekati si penjual, dan memesan bakso.
“Bakso pakai mie putih 5 ya, Pak!”
“Siap, boss.”
Si penjual bakso pun mulai menata mangkok dan meracik bumbunya.
“Sudah lama jualan bakso, Pak?”
Sembari menunggu, saya pun memulai percakapan dengan bapak penjual bakso itu.
“Udah taunan, Mas. Ya jualan di sekitar sini aja.”
"Tapi kok baru kelihatan beberapa hari ini Pak?”
Saya bertanya lagi untuk memuaskan rasa penasaran saya.
“Oh iya, Mas. Jadi habis kejadian rame-rame Jalu tempo hari, saya pulang kampung ke Pacitan, Mas. Siang tadi lho baru pulang.”
“Bapak ada kemarin waktu kejadian?”
Saya langsung saja bersemangat memberikan pertanyaan lain setelah mendengar jawabannya itu.
"Ya itu kan rame-rame pas saya lagi jualan, Pak.”
“Jadi gini, Pak.. Kami ini dari Polres. Kira-kira ini, Pak. Waktu bapak jualan kemarin itu, ada kejadian yang janggal ga?”
Saya bertanya lebih detail tentang malam itu.
"Jadi malam itu setelah rame-rame, kebetulan saya lagi dorong gerobak ke arah lampu merah dekat TKP. Nah waktu lagi jalan itu, saya liat orang naik motor cowo berhenti di lampu merah itu, Mas. Dia berhenti sebentar dan liat ke warga yang rame itu, terus puter balik ngebut.”
Jawaban kang bakso itu membuat saya tertarik untuk melontarkan pertanyaan lanjutan.
“Bapak masih inget ga perawakannya kaya gimana?”
“Orangnya kurus, pake jaket, helm putih. Motornya Yamaha Vixion, pake ban modifikasi ukuran kecil, Mas.”
Kang bakso menjawab dengan lancar.
Hmm.. Vixion ban modifikasi.
Sudah dua orang yang melihat motor ini saat kejadian.
Sepertinya saya tidak boleh mengabaikan keberadaannya dalam penyelidikan ini.
Intuisi saya berkata, motor ini akan membawa saya ke akhir dari misteri ini.
"Jam 02.00, semua tim kumpul di Polsek ya.” Saya ketikkan perintah konsolidasi ke grup Resmob.
Sudah 2 minggu lamanya semenjak kejadian itu terjadi. Saatnya merangkai dan mengartikulasikan potongan-potongan puzzle yang ada.
Waktu yang dijanjikan telah tiba. Saya sudah duduk di ruangan menunggu anggota yang datang satu per satu. Kali ini, semua anggota baik itu tim deduktif, tim induktif, dan tim Kijang1 pun ikut hadir.
Kali ini, saya ingin mendapatkan analisa yang holistik.
"Yak, udah lengkap ya. Sekarang masing-masing katim, report hasil kerjanya!”
Saya membuka rapat konsolidasi pagi itu dengan permintaan hasil kinerja. Hal ini saya lakukan agar proses pengambilan keputusan nantinya berdasarkan informasi yang bersifat bottom-up, bukan egosentris.
“Izin, tim deduktif Ndan. Setelah kami analisa TKP, menurut kami kejadian ini tidak mungkin dilakukan oleh orang yg tak mengenal TKP. Jadi, kami lanjut profiling orang di sekitar korban, baik keluarga, tetangga, dan karyawan. Total 24 orang, Ndan.”
Zainal melapor mewakili timnya.
"Terus dari semua itu, ada yang kau curigai Nal?”
“Sementara belum ada, Ndan. Kami masih butuh data pembanding untuk mengaitkannya. Mungkin dari temuan tim lain, Ndan,” Zainal menjawab singkat.
“Tim induktif gimana?”
Saya melanjutkan pertanyaan ke tim lainnya.
"Siap, Ndan. Kami sudah coba meneliti database pelaku dengan modus yang sama, cuma masih belum ada yang mengarah, Ndan.”
Sony menjawab dengan geregetan mewakili tim induktif.
“Udah gapapa, Son. Namanya juga usaha,” balas saya menenangkan.
"Timmu gimana, Jul?” Saya bertanya ke tim Kijang1.
“Siap bang, alhamdulillah jualan anggota lancar dan beberapa sudah punya langganan tetap. Ario sang montir juga udah punya kenalan beberapa pelanggan.”
Jawab Julius secara singkat dan membagongkan.
"Bukan itunya, Le. Udah dapat info apa anggotamu?” sambutku agak meninggi.
“Siap bang, sementara ini masih nihil. Mungkin ada masukan, Bang?”
“Dasar junior kurang ajar. Dia yang ditanya, malah dia yang balik nanya.” Saya mengumpat dalam hati.
Baca juga: Polresta Malang Kota dan Forkopimda Resmikan Palang Pintu KA dan Pos Penjagaan
Saya kesampingkan sejenak rasa kesal itu dan mulai menganalisa temuan. Sampai saat ini, setidaknya ada 3 analisa yang dapat dipercaya.
Pertama, pelaku pasti mengenal TKP karena jalur masuk dan keluar TKP amatlah susah, tapi pelaku dapat mengeksekusinya dengan baik.
Kedua, pelaku bisa jadi tidak sendiri karena lampu kamar mati ketika pelaku ada di dalam rumah, sedangkan saklar listrik ada di depan rumah.
Ketiga, motor Vixion. Motor ini sudah disebut oleh dua orang saksi berada di TKP sekitar jam kejadian dengan tingkah yang mencurigakan.
Saya yakin, ketiga hal ini akan mempunyai benang merah. Tapi apa??
Hmm..
“Ayo udahan, Ndan. Besok saya masuk pagi ini.”
Perkataan Ario menyela lamunan saya.
Tapi, sebentar..
Benar saja, Ario mungkin bisa lebih berperan setelah ini.
"Wah, sepakat aku Yo. Kamu harus kerja yang rajin itu besok.”
“Hmm.. Naga-naganya ga enak ini, Ndan.” Jawab Ario berprasangka.
“Jadi setelah ini, tugasmu memetakan semua yang punya motor Vixion dengan ban modifikasi. Kumpulkan, reduksi data, dan profile mereka,” tegas saya.
"Semua motor Vixion ini, Ndan?” Ario melancarkan pertanyaan retoris yang tak perlu dijawab.
“Oke, cukup ya. Semua tim sekarang fokus ke Vixion modifikasi yang berkaitan dengan 24 orang yamg di profil tim Zainal. Bubar. Bubarr!”
Perintah saya itu pun menjadi penutup pagi kami.
Waktu sore di hari yang sama, saya mulai mengecek pelaksanaan tugas yang saya perintahkan tadi pagi.
Saya menghubungi Julius untuk menanyakan perkembangan,
“Perkembangan Vixion, Le?”
“Sementara ini kami menemukan 4 Vixion dengan ban modifikasi, Bang,” jawab Julius.
"Tapi dari 4 orang itu, yang perawakannya mirip sama penggambaran Kang Bakso cuma 2 orang, Bang.”
“Yaudah, Le. Kamu dalami 2 orang itu tadi secara tertutup, ya! Koordinasi sama Zainal juga.”
Saya memberikan arahan lanjutan. Intuisi saya sangat tajam akan informasi baru ini.
Malam ini saya tidak berangkat ke TKP. Saya hanya berdiam di kantor, memeriksa berkas perkara, dan berharap akan ada kabar baik dari anggota di lapangan.
Innallaha ma ashobirin..
Seakan direstui oleh semesta, kabar baik itu pun tiba. Sebuah panggilan conference call dari Julius dan Zainal pun masuk ke HP saya.
“Piye, Le” saya buka percakapan itu.
“Lapor bang, dari hasil penelusuran pengendara Vixion, ada salah satu nama yang perlu didalami,” sahut Julius.
"Ada namanya Rudi, Bang. Dia ini informasinya, temen dari mantan karyawan korban yang namanya Bowo,” tambah Julius.
“Terus, hasil lidikmu tentang Bowo gimana, Nal?”
Saya bertanya lebih lanjut untuk menganalisa kaitan Rudi, Bowo, dan korban.
"Jadi di toko ATK korban ini ada 2 tipe karyawan, Ndan. 2 orang karyawan tetap dan 3 orang karyawan tidak tetap yang hanya masuk ketika pekerjaan sedang banyak saja. Nah, Bowo ini adalah salah satu karyawan tidak tetap korban.”
"Bowo ini asli Tuban dan tinggal di sini sama neneknya, Ndan. Waktu kami lidik ke rumahnya, Bowo ini tidak ada. Menurut neneknya, Bowo sudah 10 hari ga pulang ke rumah neneknya. Dia pulang ke Tuban, ke rumah orang tuanya.”
Hmm..
Walaupun masih belum pasti, tapi kali ini saya menemukan hubungan antara motor yang terlihat di TKP dan seseorang yang mungkin mengenal baik TKP.
Apa jangan-jangan, Bowo memang ada kaitannya?
Tapi, sampai sekarang Bowo belum bisa ditanyai karena dia tidak ada di sini.
"Coba telpon Bowo! Nomornya ada kan?”
Saya mengambil langkah untuk memastikan asumsi.
“Emm.. Kata neneknya, Bowo ga bisa dihubungi Ndan. HP-nya dijual buat bayar cicilan motor. HP-nya sekarang dipake Pramono, sesama karyawan Jalu,” jelas Zainal.
Aduh. Kenapa ada saja halangannya ya..
Ampuun..
Di kepala ini ada asumsi yang harus dibuktikan. Tapi, daerah Tuban juga bukan tempat yang dekat dari sini.
Apakah sebanding usaha saya pergi ke sana hanya sekadar untuk memastikan sebuah asumsi ini?
"Terus gimana ini, Jul? Nal?”
Saya melemparkan lagi keputusan itu kepada mereka. Mereka sama-sama paham dilema yang saya pertimbangkan dan beban memastikan asumsi ini.
“Udah, tim saya aja yang jalan ke Tuban, Bang,” Julius mengajukan diri untuk melakukan tugas itu.
"Ini jauh lho, Le?”
“Udah. Gapapa, Bang. Daripada kepikiran juga to?” Julius menyanggupi tugas itu dengan santai.
“Yaudah, berangkatlah. Alamatnya tau to?”
“Udah dapat, bang. Neneknya kemarin ngasih tau alamat orang tua Bowo di Tuban.”
Yowis, Le. Ati-ati yo..”
Kalimat itu pun menjadi akhir percakapan kami malam itu. Tanpa menunggu waktu, tim Julius bergerak menuju Tuban malam itu juga.
Kalau lancar, kemungkinan pagi hari mereka akan sampai di lokasi.
Esok paginya pukul 09.30 WIB, terdapat chat masuk dari Julius.
“Lapor bang, kami sudah sampai Tuban. Ini kami sarapan dulu sambil ketemu agen yang memastikan rumah Bowo.”
Tim Kijang1 mengabarkan kedatangannya di Tuban.
Walaupun bukan kabar pengungkapan, tapi mendengar kabar mereka sampai dengan selamat di sana, cukup membuat saya lega.
Saya membuka HP, mengetikkan kata “Alhamdulillah”, dan kembali memejamkan mata.
Sekarang adalah hari Sabtu. Bukan waktunya untuk bangun pagi.
Pukul 11.30, saya dibangunkan oleh telepon dari Julius.
“Bang.. Apes bang.. Kita telat.” Percakapan dibuka Julius dengan nada lemas.
“Maksudmu gimana, Jul?”
“Bowo beberapa hari ini memang di sini, Bang. Cuma dia udah pergi 2 jam yang lalu. Telat kita, Bang..”
Dengan posisi kesadaran yang belum maksimal, saya mencoba memproses informasi itu.
Saya memanggil ingatan tentang hasil interogasi Zainal kepada nenek Bowo. Nenek Bowo berkata saat itu kalau Bowo sudah 10 hari pulang ke Tuban.
Dan waktu interogasi adalah tanggal..
Tanggal 5 Februari!!
Berarti, Bowo pergi sehari setelah kejadian!
“Udah Jul, bagus! Kamu ga perlu tanya Bowo lagi. Segera sebarkan informasi ke Paguyuban Nasgor Kijang1 untuk cari Rudi dan Bowo!”
“Maksudnya gimana, Bang? Kok malah bagus?” Balas Julius kebingungan.
"Udah, kamu balik dulu sekarang. Sambil kamu monitor informasi dari agent.”
Saya memberikan perintah untuk menarik kembali anggota dari Tuban. Kali ini, intuisi saya sangat tajam berkata kalau Rudi dan Bowo adalah pelakunya.
Baca juga: Perampokan di Toko ATK
Bismillah.
Saat ini, semua tim saya kerahkan untuk mencari keberadaan Rudi dan Bowo.
Sayapun bergerak menuju posko untuk mengontrol seluruh operasi yang sedang berjalan. Sembari memonitor perkembangan pencarian, saya biarkan anggota berupaya dengan kreasinya masing-masing.
Pukul 21.00 WIB, ketika saya sedang menyeruput gelar kopi kedua malam ini, tiba-tiba ada panggilan masuk dari Julius.
“Bang.. Alhamdulillah Bang.. Alhamdulillah..”
Julius membuka percakapan via telepon itu dengan berteriak kegirangan.
"Jul.. Jul.. Nyebut.. Kamu itu Katolik.”
“Hah? Oiya Bang.. hahaha. Cuma ini udah ketangkep Bang. Bener Bowo pelakunya, Bang.. Alhamdulillah..”
Julius tak dapat menyembunyikan betapa senangnya dirinya ketika menemukan dan mengetahui kalau Bowo memang pelakunya.
Setelah luapan kegirangan itu terlampiaskan, Julius pun menjelaskan bagaimana dia bisa bertemu dengan Bowo.
Menurutnya, sekitar jam 20.00, dia mendapatkan informasi kalau Bowo sedang berada di sebuah bengkel di daerah W, kecamatan yang berbatasan dengan TKP. Karena tidak ingin buruannya kabur, Julius segera menghampiri Bowo tanpa sempat memberitahu saya sebelumnya.
Awalnya Bowo sempat tidak mengakui identitasnya, namun setelah tim menunjukkan foto, identitas, dan bukti lainnya, Bowo langsung menyerah dan mengaku.
"Awalnya dia ga ngaku kalau dia itu Bowo, Bang. Tapi habis saya liatin kalau kita sudah punya baket dirinya dan Rudi, dia langsung nyerah bang,” jelas Julius.
“Terus Rudinya gimana, Jul?”
“Gampang itu, Bang. Habis ini saya ambil dia,” jawab Julius optimis.
"Mantap, Le. Selamat yo. Joss.. Jangan lupa BBnya dilengkapin tapi ya.”
Kalimat itu menjadi penutup percakapan saya malam itu.
Satu jam kemudian, Julius melaporkan kalau timnya berhasil mengamankan Rudi di tempat tinggalnya lengkap dengan motor vixion yang dicari.
Kami pun membawa keduanya ke kantor untuk proses penyidikan lebih lanjut.
Tanpa perlawanan, Bowo kemudian menjelaskan detail perampokan dan pembunuhan yang dilakukannya di ruko milik Jalu.
Awalnya Bowo datang ke bengkel pada malam hari tanggal 25 Januari. Di sanalah dia bertemu Rudi dan dia pun mengajak Rudi untuk melakukan perampokan di ruko Jalu.
Rudi bertugas sebagai pembawa kendaraan dan mematikan lampu, sedangkan Bowo sebagai eksekutor perampokan.
Pada pukul 23.30 WIB, mereka berdua akhirnya pergi menggunakan motor Vixion dan sekitar pukul 00.10 sampai di TKP.
Bowo lalu memanjat toko pupuk dan bergerak dari atap ke atap, lalu masuk ke ruko lantai 2 Jalu melalui jendela dapur belakang.
Bowo lalu turun ke lantai 1, merusak laci menggunakan obeng, dan mengambil uang sebesar 2 juta rupiah.
Selain itu, Bowo juga mengambil beberapa lembar materai untuk dimiliki.
Setelah itu, Bowo mengambil dua buah cutter yang ada di rak dagangan lalu segera bergegas naik ke lantai 2, tempat Jalu dan istrinya tidur.
Sesampainya di atas, Bowo menelpon Rudi untuk mematikan saklar listrik yang ada di bagian depan ruko.
Dalam keadaan mati lampu, Bowo menusuk istri Jalu yang kebetulan terbangun sebanyak 2 kali. Setelahnya, Bowo beralih menusuk Jalu menggunakan kedua cutter itu berkali-kali sampai Jalu terjatuh. Saat itulah Jalu berteriak meminta tolong sembari melarikan diri.
Bowo kemudian kabur melalui jendela dapur tempat masuk tadi dan bersembunyi di atap milik tetangga sampai pukul 3.00 WIB.
Di lokasi itu, Bowo meninggalkan 1 cutter yang digunakannya untuk melakukan penyerangan.
Setelah keramaian warga yang menolong Jalu agak reda dan keadaan dirasa memungkinkan untuk kabur, Bowo menelpon Rudi untuk menjemputnya di gang belakang dekat TKP. Setelah itu, mereka pun kabur setelah membagi uang hasil rampokannya.
Akhirnya, tunai sudah.
Setelah proses penyelidikan yang cukup menguras pikiran selama 17 hari, terkecoh oleh petunjuk yang salah, serta harus bolak-balik olah TKP dan hampir menyerah, akhirnya kasus ini dapat terpecahkan dan pelaku dapat tertangkap.
Mengungkap teka-teki misteri memang tak selalu mulus perjalanannya.
Ketika beruntung, semua bukti akan terhampar di depan mata. Tapi tak jarang juga, kepingan puzzle itu baru akan hadir ketika kita telah mempersembahkan usaha, kecermatan, analisa, dan tekad yang tak bersyarat.
Untuk kalian yang telah mengerahkan semua usaha, kecermatan, dan pemikiran untuk berjalan, tapi perjalanan serasa tak menemui ujung pangkalnya, sabar..
Bukannya usaha kita itu sia-sia, tapi mungkin saja saat ini Sang Pencipta sedang menguji tekad kita.
Saya akhiri kisah ini untuk dinikmati dan dimaknai.
Jaga tekad,
jaga semangat,
dan tetap kuat!
Sampai bertemu lagi,
Kijang-1 Ganti.
*) Ditulis oleh Kompol Tiksnarto Andaru Rahutomo (Mantan Kasatreskrim Polres Malang)
Sebagaimana diketahui, Satreskrim Polres Malang berhasil mengungkap kasus tindak pidana pembunuhan berencana dan pencurian dengan kekerasan yang mengakibatkan meninggal dunia. Pengungkapan kasus ini dipimpin oleh Tiksnarto Andaru Rahutomo yang saat itu menjabat Kasatreskrim Polres Malang dengan pangkat Ajun Komisaris Polisi (AKP). Kapolres Malang saat itu ialah AKBP Hendri Umar. Kanit Opsnal Sat Reskrim Polres Malang saat itu ialah Ipda Julius Watratan.
Korban adalah Rudi Jauhari alias Jalu (48 tahun), warga Jalan Ahmad Yani Nomor 01 RT. 01 RW. 13 Kecamatan Turen, Kabupaten Malang. Rudi meninggal dunia saat menjalani perawatan di rumah sakit.
Korban kedua ialah Ida Mulyani (44 tahun). Ida adalah istri dari Rudi Jauhari.
Tersangka ialah NP (Laki-laki, 17 Tahun, alamat Kecamatan Turen, Kabupaten Malang. Lalu Robi (Laki-laki, 23 Tahun, alamat Kecamatan Wajak, Kabupaten Malang).
Tempat kejadian perkara di Alat Tulis Kantor (ATK) Foto Copy ROEDY di Jalan A. Yani Nomor 01 RT. 01 RW. 13, Desa Turen, Kecamatan Turen, Kabupaten Malang.
AKBP Hendri Umar menyampaikan bahwa sejak tahun 2017, Tersangka NP bekerja di Toko ATK foto Copy “ROEDY” milik korban bernama Rudy Jauhari. Tersangka NP keluar dari pekerjaannya pada Februari 2021, karena sakit hati sering mendapat perlakuan tidak sopan dari korban yang selalu menjelek – jelekan kedua orang tua Tersangka NP. Sejak saat itu sangat dendam dan ingin membunuh korban.
“Lalu Tersangka NP mengajak temannya, yaitu Tersangka RB untuk mencuri di rumah milik korban. Selasa tanggal 26 Januari 2021, sekira jam 00.10 WIB, kedua pelaku berhenti di timur TKP. Tersangka NP kemudian turun dari motor kemudian naik ke atap Ruko melalui bangunan di sebelahnya,” ungkap Hendri Umar.
Setelah mengantar, lanjut Hendri, Tersangka RB kemudian langsung pergi bersembunyi. Tersangka NP merusak dan membuka laci meja toko menggunakan obeng yang telah disiapkan, dan langsung mengambil uang tunai senilai Rp. 2.500.000, dan ratusan materai 6000 dan 3000.
“Selanjutnya Tersangka NP mengambil dua cutter yang berada di toko dan segera naik ke lantai dua, tempat kedua korban tidur. Tersangka NP kemudian menyuruh Tersangka RB untuk mematikan lampu melalui dua buah saklar meteran toko,” beber Hendri Umar.
Masih kata Hendri Umar, setelah lampu mati, Tersangka NP menuju kamar tidur korban sambil membawa 2 buah cutter.
Tersangka NP kemudian melukai telinga kiri, leher kiri, dan punggung kanan korban An. Ida Mulyani hingga mengalami luka sayat berdarah.
Tersangka NP selanjutnya mengejar korban atas nama Rudi Jauhari yang berusaha kabur lewat jendela kamar. Diposisi belum berhasil meloncati jendela, Rudi Jauhari langsung diserang dengan menggunakan dua cutter secara bertubi-tubi hingga korban mengalami luka sayatan berdarah pada lengan tangan kanan, leher, dan kepalanya.
“Tersangka NP kemudian kabur lewat jendela dapur dan melewati atap ke atap rumah hingga ke bangunan belakang. Disana sudah menunggu Tersangka RB untuk membantu pelarian,” imbuh Kapolres Malang saat itu.
Dari hasil penangkapan tersebut, Satreskrim Polres Malang berhasil mengamankan barang bukti : 1 unit sepeda motor VIXION warna merah dengan Nopol : BH-2695-QI, 1 jaket warna hitam, 1 celana panjang jeans warna biru, 1 tas kecil warna merah hitam, 2 gembok warna silver.
Kemudian 1 laci kayu warna coklat, cutter warna merah hitam, 1 cutter warna kuning hitam, 1 tali warna putih, 1 pasang sandal merk Fipper warna hitam, 1 jaket warna hitam Oren Putih, 1 HP merk Redmi 4 warna putih.
Setelah jadi tersangka hingga sidang di Pengadilan Negeri (PN) Kepanjen, AP divonis 1 tahun penjara. Vonis ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yaitu 8 tahun penjara.
Jaksa Penuntut Umum Anak Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Malang, Misael Tambunan, menjelaskan, putusan tersebut lebih ringan dari tuntutan JPU, karena beberapa pertimbangan hakim.
''Anak berlaku sopan selama persidangan, anak mengakui dan menyesali perbuatannya dan berjanji tidak mengulangi. Ibu Mulyani atau istri korban atau ahli waris telah memaafkan perilaku korban," katanya.
Namun, Misael tetep memiliki beberapa pertimbangan kenapa AP harus tetap mendapatkan hukuman 8 tahun penjara.
"Karena anak melakukan tindakan menghilangkan nyawa seseorang dan perbuatan tersebut dilakukan secara keji," tegasnya.
"Sesuai dengan Pasal 339 KUHP pembunuhan yang disertai pidana lainnya, maksimalnya seumur hidup minimal 20 tahun. Karena dilakukan anak, maka ancamannya setengah pidana," sambungnya.
Humas PN Kepanjen, Reza Aulia, mengatakan dalam persidangan yang terbukti hanya pasal 365 KUHP, yaitu tentang pencurian dengan kekerasan.
"Kalau di pasal 339 dan terdiri dari beberapa dakwaan. Kalau menurut pertimbangan hakim, pasal yang terbukti 365 KUHP. Pasal 365 KUHP ancaman hukumannya paling lama 9 tahun," ucapnya.
Ia juga mengatakan jika terdakwa saat ini masih 17 tahun dan merupakan seorang anak-anak. Oleh karena itu masa hukumannya akan lebih singkat daripada orang dewasa.
"Perkara tersebut merupakan perkara anak, maka hukum acaranya berbeda dengan hukum acara pidana. Untuk itu masa penahannya lebih singkat, otomatis penanganan perkaranya lebih singkat tidak seperti perkara biasanya," tegasnya.
Keluarga korban pembunuhan juragan toko ATK di Turen Kabupaten Malang angkat bicara terkait vonis pengadilan pada terdakwa pelaku pembunuhan.
Ida Mulyani, istri Jauhari, menyatakan kekecewaannya.
Ida kecewa dengan putusan hakim yang hanya memberikan vonis 1 tahun penjara kepada AP, remaja 17 tahun yang telah membunuh suaminya secara sadis.
"Saya hanya memaafkan (AP) secara pribadi dari hati nurani saya. Tapi kalau hukum kan sesuai aturan yang berlaku. Belum setimpal (vonis 1 tahun penjara)," ujar Ida.
Ida mengaku me
Editor : Syaiful Anwar