Bagian 1

Perampokan di Toko ATK

Reporter : -
Perampokan di Toko ATK
Tempat kejadian perkara
advertorial

Pagi hari tanggal 26 Januari 2021, saya baru saja pulang setelah menangkap komplotan pencuri toko milik panti asuhan di selatan Malang. Masih dengan kaos yang sama, saya duduk di balik meja mengerjakan berkas-berkas lain yang juga menjadi tanggungjawab saya.

Kisah pengungkapan kejahatan pencurian toko seperti ini memang tidak akan mengundang decak kagum para pemirsa yang menyaksikan televisi.

Baca Juga: Berhasil Ungkap TPPO, Polres Malang Selamatkan Belasan Orang CPMI

Tapi, setidaknya saya bisa mengajarkan pada anggota tentang amanah yang patut terus dijaga meski tak akan terlihat oleh dunia.

Kasus pencurian itu sangat menjadi perhatian saya karena yang menjadi korban adalah sebuah usaha milik yayasan panti asuhan.

Saya tak habis pikir, apakah pelaku ini sudah tak punya hati nurani lagi sampai harus mengambil hak-hak anak yatim?

2 jam berlalu dan saya masih berkutat dengan pemeriksaan berkas di ruangan saya. Saya seduh segelas kopi Amstirdam (Ampelgading-Tirtoyudo-Dampit) sebagai doping mata untuk tetap terjaga.

Capek dan lelah memang.. Tapi tak apalah.

Pukul 12.15 WIB, saat saya akan bersiap menyantap makan siang, tiba-tiba HP (handphone) saya berdering. Terlihat panggilan masuk dari Kanit Reskrim Polsek T, sebuah daerah berjarak 1 jam dari kantor. Langsung saja saya angkat panggilan itu dan bersiap dengan apa yang akan saya dengar.

"Selamat siang, Ndan. Izin melaporkan semalam ada kejadian perampokan di sebuah ruko (rumah toko). Pemilik toko mengalami luka serius dan sekarang dirawat di IGD.” 

Sesuai dugaan, anggota mengabarkan peristiwa kriminalitas yang menuntut perhatian saya.

“Gimana detailnya, Pak?”

Anggotapun menjelaskan kalau tadi malam jam 1.30 di toko ATK (alat tulis kantor), ada perampokan dengan korban suami istri dengan luka yang cukup serius. Pelaku masuk ke kamar pemilik yang berada di lantai 2 ruko dan berulang kali menusuk suami istri pemilik dalam kondisi ruangan yang gelap.

Karena takut dan menghindari pelaku, si suami kabur melalui jendela lantai 2 dengan kondisi terluka, meniti atap, lalu jatuh di depan ruko miliknya.

Warga yang melihat kejadian itu kemudian segera menolong korban dan membawanya ke rumah sakit.

"Kondisi korban gimana, Pak?”

“Kedua korban dirawat di RS (rumah sakit), Ndan. Istrinya mengalami luka tusuk tidak serius, tapi suaminya mengalami luka robek dan tusukan yang cukup parah, Ndan. Saat ini sedang di ICU,” jawab anggota.

"Kalau pelakunya? Ada petunjuk, Pak?” 

Saya pun bertanya untuk mengukur tingkat kesulitan kasus ini.

“Ehmm. Sementara masih nihil, Ndan.” 

Anggota menjawab dengan nada yang tak bersemangat. Jawaban itu pun mengisyaratkan kalau proses pengungkapan kali ini tak akan mudah.

Sial!

Kenapa beberapa waktu ini kejadian datang bertubi-tubi?

Saat ini saja, saya juga sedang menyelidiki kasus penyiraman air keras yang mengakibatkan seorang wanita meninggal dunia. 4 tim lapangan saya kerahkan untuk menyelidiki kasus pembunuhan itu.

Dari 5 tim yang ada, hanya tersisa 1 tim yang tidak sedang melakukan penyelidikan. Itu pun mereka yang baru saja pulang menangkap pelaku pencurian toko panti asuhan tadi pagi.

Aaargh..

Bagaimana ini mengaturnya?

Siaaaall!!

Yaudah, Pak. Saya luncurkan tim identifikasi ke sana ya.”

Saya cukupkan pembicaraan kami saat itu dengan pengiriman tim olah TKP (tempat kejadian perkara). 

Biasanya, saya akan sertakan juga anggota Buser untuk mendampingi pelaksanaan olah TKP. Tapi kali ini, anggota sudah terbagi habis.

Saya rebahkan badan di kursi sembari memandang langit-langit ruangan.

Bagaimana caranya membagi tugas pada anggota yang sudah tersibukkan dengan tugas sebelumnya? Di samping itu, penanganan kasus ini juga tak boleh diabaikan.

Arghh!!

Ah, sudahlah..

Bagaimanapun saya harus segera mengambil keputusan.

Saya buka HP dan memanggil nomor kontak Zainal, Katim (Kepala Tim) Buser yang baru saja pagi tadi pulang setelah menangkap pelaku pencurian toko panti asuhan tadi.

"Nal, lagi istirahat?”

Saya buka percakapan itu dengan pertanyaan empati yang penuh basa-basi.

“Siap, Ndan. Baru rebahan di rumah ini. Badan pegel semua, Ndan.”

Zainal menjawab dengan informasi yang membuat saya semakin enggan untuk melanjutkan percakapan.

"Pasti capek ya, Nal.. Cuma barusan ada  365 dengan korban kritis, Nal. Tim lain lagi lidik penyiraman air keras jadi gak bisa olah TKP. Gimana ya, Nal?”

Saya paksakan kalimat itu untuk keluar dari mulut saya. Harapan saya, Zainal akan paham kondisi yg kali ini sedang saya hadapi.

"Hah? Kejadian lagi, Ndan?”

Setelah jawaban itu, percakapan kami pun hening untuk beberapa saat. Kami saling menunggu siapa untuk melanjutkan percakapan.

“Yaudah, Ndan. Sejam lagi saya cek TKP. Mau gimana lagi?”

Zainal menyatakan kesediaannya dengan nada lemas.

Sebenarnya saya tidak tega menyampaikan perintah itu kepada Zainal. Tapi kali ini, saya hanya bisa meminta pemakluman pada anggota atas keputusan yang saya ambil.

Ah.. Biarlah Gusti Allah yang menilai.

Di sisi lain, sebenarnya saya ingin datang dan memimpin olah TKP. Tapi setelah ini pun, saya harus segera bergabung dengan tim ungkap penyiraman air keras karena pengungkapan sudah mendekati titik krusial.

Walaupun kelak, keputusan ini akan menjadi keputusan yang saya sesali.

Saya pun mengakhiri percakapan itu. Saya selesaikan makan siang dengan cepat, bergegas mandi, dan berganti baju.

Tak lama, saya lajukan kendaraan menuju Tajinan dan bergabung dengan tim lain untuk mengungkap kasus penyiraman air keras.

Setelah 1,5 jam perjalanan, saya pun tiba di posko Kijang1 Tajinan. Saya langsung memimpin rapat untuk membahas hasil kerja anggota.

Temuan mereka memang sudah mengerucut pada terduga pelaku penyiraman. Tapi rasanya, masih ada sedikit yang mengganjal.

Saya kembali meminta tim untuk melakukan penyelidikan tambahan terhadap terduga pelaku. Merekapun bergerak sesuai tugas yang telah saya bagi sebelumnya.

Sembari menunggu, saya rebahkan badan yang cukup lelah ini di kursi kayu panjang di dalam posko.

Rehat sejenak.

Menjelang waktu terbenamnya matahari, saya yang tertidur di kursi terbangunkan oleh telepon yang berdering. Terlihat panggilan masuk dari Zainal, Katim yang saya tugaskan untuk olah TKP perampokan di tadi.

“Waktunya menyelesaikan kasus lain,” gumam saya dalam hati.

"Gimana hasilnya, Nal?”

Dengan kondisi setengah sadar, langsung saja saya angkat panggilan Zainal itu.

“Izin Ndan, olah TKP sudah selesai. Kami juga sudah mendapatkan keterangan dari beberapa orang saksi di TKP.”

Kalimat itu menjadi pembuka laporan yang akan disampaikan Zainal. Selanjutnya, Zainal menjelaskan bahwa TKP kali ini adalah sebuah ruko 2 lantai dengan pembagian lantai 1 digunakan untuk toko alat tulis dan fotocopy sedangkan lantai 2 digunakan oleh pemiliknya untuk tinggal.

Di lantai 2 terdapat 2 kamar tidur, 1 kamar mandi, dan juga dapur. Lokasi dapur sederhana itu berada pada akses pintu kedua kamar tidur, tepat di depan akses tangga turun.

Kata ‘sederhana’ pada dapur itu lebih tepat didefinisikan dengan sebuah meja yang terdapat kompor, panci, dan peralatan masak lain di atasnya.

Pada bagian atas dinding tempat kompor itu bersandar, terdapat sebuah lubang jendela horisontal tanpa tutup berukuran sekitar 50x80 cm. Jika melongok ke luar, dapat terlihat jelas tanah kosong halaman belakang milik tetangga.

Akses masuk ke dalam ruko ini hanya dapat melalui pintu depan bawah yang tertutup oleh rolling door.

Untuk naik ke lantai 2, penghuni harus naik melalui satu-satunya tangga penghubung. Di lantai 2, tidak terdapat akses keluar masuk lainnya kecuali 1 buah jendela dapur tadi.

Di lantai 2, ditemukan 1 buah cutter yang terdapat bercak darah pada ujungnya di bawah meja dapur. Selain itu, ditemukan juga 1 buah cutter tanpa noda darah di lantai kamar korban.

Selain itu, di kamar korban, ditemukan juga bercak darah yang tersebar di lantai dan dinding.

Lantai 1 ruko ini dipenuhi oleh barang-barang ATK seperti kertas, mika, bahan dan peralatan penjilidan yang tersusun pada rak-rak terbuka.

Kondisi ruangan ini sangat penuh dan sesak yang hanya menyisakan ruang pada 1 orang untuk berjalan. Sisanya, dipenuhi oleh tumpukan barang.

Di lantai ini terdapat sebuah meja dan kursi. Sepertinya, meja itu adalah tempat si pemilik duduk, mengatur pembukuan, dan menyimpan uang hasil penjualan.

Meja itu memiliki sebuah laci yang tergembok. Tapi, gembok itu sekarang sudah rusak berciri khas akibat dibuka paksa.

Pak Jalu si pemilik ruko, saat ini masih dalam kondisi kritis dan tidak bisa dimintai keterangan.

Saat ini anggota hanya bisa mendapatkan keterangan dari Imah, istrinya. Imah memang terluka dan dirawat di rumah sakit. Namun, lukanya tidak separah yang dialami Pak Jalu.

Menurut keterangan Imah, sekitar jam 01.30 WIB, dirinya dan Jalu terbangun karena tiba-tiba listrik rumahnya mati.

Dia lalu mengecek anaknya yang tidur di kamar sebelah menggunakan bantuan cahaya dari HP. Saat itulah, dia memergoki seorang lelaki yang tiba-tiba menyerangnya dengan obeng.

Panik dan takut, Imah kemudian kemudian lari ke kamar anaknya dan bersembunyi di bawah kasur. Sembari menahan luka di tangan, Imah memeluk anaknya dengan perasaan yang campur aduk.

Tergambar dari cerita Imah, malam itu menjadi pengalaman yang sangat mencekam untuknya.

Selagi bersembunyi di kolong kasur yang gelap, Imah dengan jelas mendengar berulangkali teriakan permintaan tolong suaminya yang diserang oleh pelaku.

Saat itu, Imah tidak dapat berbuat apa-apa karena takut. Apalagi, di pelukannya ada anak perempuannya yang masih kecil. Keadaan itu pun berlangsung dalam beberapa saat.

10 menit kemudian, ketika samar-samar Imah melihat siluet pelaku telah kabur melalui ventilasi yang ada di dapur, dia pun segera bergegas keluar kamar untuk melihat kondisi suaminya di kamar sebelah.

Di kamar, Imah tidak menemukan keberadaan suaminya. Hanya saja, terdengar riuh suara warga dari depan ruko yang mengisyaratkan kalau suaminya mungkin ada di sana.

Imah pun segera berteriak meminta tolong dan bergegas turun, keluar ruko menyelamatkan diri.

Sepenggal itu saja keterangan yang bisa kami dapatkan dari Imah. Karena selanjutnya, Imah segera dilarikan ke rumah sakit bersama dengan suaminya.

Tentang identitas pelaku, Imah pun belum dapat gambaran jelas karena saat itu kondisinya gelap.

Selain Imah, anggota juga mencari keterangan kepada saksi-saksi yang ada di TKP saat itu.

Mereka berhasil menemukan salah seorang warga yang saat itu menolong Jalu yang terjatuh dari lantai 2 ruko dini hari tadi.

Menurut keterangan saksi 1, sekitar jam 1.45 WIB, dia melihat warga sedang menolong Jalu yang terjatuh dari lantai 2 ruko dengan luka robek di tangan dan beberapa bagian tubuh lainnya. Jalu terjatuh di bagian depan ruko tetangganya, tepat di pinggir jalan raya.

Saksi itu juga mengatakan kalau sesaat setelah kejadian, ada warga yang mendengar seperti suara pintu gerbang gang yang dibuka dengan paksa. Lokasi gerbang gang yang dimaksud itu tepat berada di depan TKP.

Hmm..

Apa ini jalur pelarian pelaku setelah melakukan perampokan?

Saya terdiam sejenak di antara panggilan telepon itu.

Terbayang di kepala saya kalau pelaku masuk ke dalam ruko, merusak laci, mengambil uang di dalamnya, lalu naik untuk mencari harta lainnya yang mungkin tersimpan di kamar pemilik.

Pelaku mencoba mematikan lampu supaya tidak diketahui wajahnya, namun apes karena Imah terbangun.

Pelaku yang panik kemudian menyerang Imah dan Jalu, lalu bergegas kabur melalui ventilasi yang ada di dapur dan lari ke gang depan dengan membuka paksa gerbang.

"Petunjuk, Ndan?”

Keheningan percakapan itu disela oleh Zainal. Nampak dari pertanyaannya, Zainal masih belum yakin langkah apalagi yang harus dilakukan untuk mengungkap misteri ini.

Korban masih kritis, tidak ada petunjuk pelaku, tidak ada identitas.

Lengkap !

Saya sendiri pun saat ini hanya masih bisa berasumsi berdasarkan cerita dan foto yang dikirimkan anggota.

Keadaan memang benar-benar menghambat saya untuk terjun ke TKP karena di tempat saya saat ini, saya sedang mencapai titik kritis perburuan pelaku lainnya.

"Udah, Nal. Kamu lakukan yang menurutmu bisa dilakukan. Sebar lebar mata dan telinga. Kalau perlu, dengerin suara daun yang jatuh. Sambil kita tunggu kondisi Pak Jalu membaik dan kita tanya detailnya.”

Saya berikan Zainal ruang yang cukup untuk berimprovisasi dan mengambil langkah.

Pada beberapa kasus, seringkali memang saya dihadapkan pada kondisi yang nihil petunjuk. Kalau sudah seperti ini, terus berjalan dan berusaha menjadi satu-satunya pilihan.

Memang saya tidak akan tau ujung akhirnya. Tapi jika hanya diam, saya pastikan akhir itu tak akan tergapai.

Saya percayakan tugas itu sementara ke Zainal. Sayapun melanjutkan perburuan pelaku penyiraman air keras bersama dengan 4 tim lainnya.

Harapan saya, perburuan ini akan segera berakhir dan saya dapat segera bergabung dengan Zainal untuk mengungkap misteri itu.

Hari keempat perburuan nampaknya menjadi hari baik untuk saya. Saat fajar tiba, kami berhasil mengamankan pelaku penyiraman yang telah kami buru beberapa hari. Tak lama, kami langsung saja membawa pelaku ke Polres Malang untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Satu beban telah usai.

Akhirnya..

Setelah 4 hari berkelana, saya bisa rehat sejenak untuk mengisi tenaga sebelum terjun ke pengungkapan lainnya. Saya rebahkan badan di sofa kantor sembari menunggu anggota melengkapi administrasi penahanan pelaku tadi.

Sambil menunggu pekerjaan anggota, saya sempatkan untuk menghubungi Zainal dan meminta laporan hasil penyelidikannya beberapa hari ini.

Di bayangan saya, ada beberapa temuan yang sudah bisa saya gunakan sebagai petunjuk untuk menangkap pelaku.

"Posisi, Nal? Perkembangan 365 kmaren gimana?”

Kalimat tanya itu menjadi pembuka percakapan saya dengan Zainal.

“Ehm..Siap, Ndan. Pak Jalu masih belum sadar, jadi belum bisa dimintai keterangan.”

Jawab Zainal singkat.

"Terus temuan lainnya gimana?”

“Dereng, Ndan.” (Belum, Ndan)

“Maksudnya gimana, Nal?”

Saya bertanya memperjelas keheranan saya. 4 hari penyelidikan seharusnya menyajikan lebih banyak kata-kata dibanding sekedar kata “dereng”.

"Apa jangan-jangan kamu ga ke TKP lagi, Nal? Kamu cuma nungguin Pak Jalu siuman aja?!”

Belum sempat terjawab, saya lontarkan kembali pertanyaan berprasangka kepada Zainal.

“Nggih kan kemarin hasilnya itu saja, Ndan. Buntu. Maksud saya, kita tunggu keterangan Jalu waktu siuman.”

"Jan***!"

Saya naik pitam seketika dengan jawaban Zainal. Harapan saya, setiap manajer harus bisa memutuskan dan melakukan hal-hal teknis pada tingkatannya sehingga sistem manajerial organisasi berjalan. Tidak harus selalu saya yang menangani hal-hal teknis kecil.

"Siap salah, Ndan.”

“Naal.. Nal. Yaudah nanti jam 12 malam kumpulkan tim di TKP!”

“Jam 12 malam, Ndan?”

“Terserah!”

Kata itu pun menjadi akhir dari percakapan kami. Sekarang, saya harus mengistirahatkan badan terlebih dahulu sebelum beraksi kembali nanti malam.

Pukul 23.00 WIB, saya lajukan kendaraan menuju TKP. Setelah 1 jam perjalanan, akhirnya saya tiba di depan bangunan ruko lantai 2 yang usang itu. Di sana, sudah nampak 4 Tim Buser yang memang saya persiapkan untuk meneliti kembali detail TKP yang mungkin terlewat

"Udah lengkap?”

“Lengkap, Ndan.”

Zainal dan Julius, 2 orang perwira unit menjawab pertanyaan saya secara bersamaan.

“Kalo udah lengkap, ayo kita masuk!”

Saya awali kegiatan malam itu dengan memasuki TKP yang belum pernah saya datangi.

Anggota segera mengambil kunci dan membuka rolling door yg menjadi akses masuk TKP. Setelah terbuka, saya langsung dihadapkan dengan meja panjang etalase ATK pada jarak 50 cm. Dari sesaknya ruangan ini, nampak jelas si pemilik ingin benar-benar memanfaatkan ruang secara maksimal.

Saya teruskan untuk melangkah masuk. Saya lewati ruang sempit yang lebih nampak seperti lorong ini.

Kami hanya bisa berjalan satu per satu karena ruang gerak kami terbatas oleh tumpukan kertas, mesin fotocopy, dan rak ATK.

Saya berhenti sejenak memeriksa rak ATK yang berada di tepi ruangan itu. Di dalamnya terdapat beberapa box berisi penggaris, gunting, klip, dan perlengkapan ATK lainnya.

Mata saya pun berhenti pada tumpukan cutter yang tersusun diantaranya. Ada beberapa jenis cutter dengan berbagai ukuran nampak tersusun rapi di sana.

Saya teliti satu per satu cutter itu sambil menyandingkannya dengan foto cutter yang pertama kali ditemukan saat olah TKP. Cutter selebar 3 cm dengan bilah pisau yang cukup kokoh.

"Cutter ini sama kaya yang ditemukan kemarin ga? Yang ada bekas darahnya.” 

Saya lontarkan pertanyaan itu kepada anggota. Mereka mulai mengamati cutter itu dan membandingkannya dengan foto barang bukti tempo hari.

“Siap, sama Ndan.”

Tim olah TKP awal menjawab serempak, mengamini pernyataan saya atas keidentikan kedua barang itu.

Di antara cahaya lampu ruangan yang temaram, nampak jelas raut wajah yang malu karena mereka gagal menemukan detail TKP yang penting ini kemarin.

Saya lanjutkan penyisiran TKP. Di ujung lorong dekat tangga naik ke atas, terdapat sebuah meja kayu dengan satu kursi di dekatnya. Terlihat jelas, laci yang terdapat di meja itu telah dibuka paksa sehingga gembok yang mengamankannya terlepas.

"Laci ini isinya apa?” tanya saya ke anggota.

“Kami belum tau, Ndan. Yang tau cuma Pak Jalu, istrinya pun ga tau. Tapi Pak Jalu belum siuman sampai sekarang.”

Hmm..

Belum ada yang bisa memastikan isi laci. Berarti, masih ada kemungkinan ini bukan perampokan.

Saya lanjutkan pemeriksaan ke lantai 2. Saya naiki tangga kayu curam dengan sudut elevasi 60 derajat itu.

Di lantai 2, saya langsung disuguhkan oleh ruang penghubung antar kamar berukuran 2x3 m. Pada dinding sebelah kiri, terlihat sebuah meja kayu yg terdapat kompor di atasnya.

Di atas perapian kompor, masih terlihat sebuah panci bekas memasak terletak rapi.

Di atas kompor itu, terlihat lubang ventilasi horizontal berukuran 50x80 cm yang menurut keterangan saksi sebelumnya, menjadi akses keluar pelaku.

Saya lewatkan pandangan melalui ventilasi itu. Terlihat di belakang ruko itu, terhampar halaman kosong berupa kebun milik tetangga.

Baca Juga: Polresta Malang Kota dan Forkopimda Resmikan Palang Pintu KA dan Pos Penjagaan

Jika diukur, jarak ventilasi dan tanah di bawahnya setinggi 5 meter. Cukup tinggi untuk dilalui seseorang tanpa bantuan tangga.

Saya amati lubang ventilasi itu sembari berandai.

Aneh.

Kalau saja benar pelaku keluar dan masuk melalui akses ventilasi ini, kenapa panci yang ada di atas kompor itu tetap pada posisinya? Selihai itukah pelaku?

Atau jangan-jangan.. bukan itu faktanya?

Saya lanjutkan memeriksa kamar Jalu dan istrinya. Suasana kamar sangat berantakan.

Dari barang-barang yang terserak, tergambar jelas bagaimana sisa-sisa penyerangan pelaku kepada korban. Bercak darah terlihat dimana-mana dari lantai sampai ke dinding.

Pandangan saya tertuju pada ventilasi berukuran 50x40 cm yang terletak di dinding kamar. Di dekatnya, nampak jelas juga bekas darah berbentuk telapak tangan.

Kalau sesuai dengan cerita, ventilasi ini adalah akses yang digunakan Jalu untuk kabur dari pelaku.

Dari ventilasi itu, terlihat atap rumah yang mungkin dilewati korban menuju arah jalan. Jalanan yang kemudian menjadi tempat jatuhnya korban dari lantai 2 rumah tetangganya.

“Jadi Jalu dengan panik menyusuri atap rumah ini sampai ke depan, lalu jatuh?”, gumam saya dalam hati.

Saya lanjutkan pemeriksaan ke kamar anak. Selain mengecek kolong tempat tidur yg digunakan oleh Imah dan anaknya untuk bersembunyi, saya tidak mendapatkan temuan lain yang berarti.

Saya pun kembali keluar ke ruangan penghubung tadi, melihat sekeliling mencari apa yang terlewat.

Saya habiskan 15 menit setelahnya, terdiam di ruangan itu.

Di waktu yang sama dengan kejadian saat itu, cahaya yang temaram dan aroma darah di TKP yang masih tertinggal, menemani saya berpikir untuk menemukan petunjuk kasus ini.

Apa lagi?

Apa lagi?

Apa lagi??!!!

"Ayo kita turun.”

Setelah tidak ada lagi yang saya dapatkan, sayapun mengajak anggota untuk keluar dari ruko ini.

Saya berdiri di pinggir jalan, memperhatikan sekeliling, dan menganalisa kemungkinan kejadian berdasarkan temuan yang saya dapatkan.

Saya nyalakan sebatang rokok, melemparkan pandangan ke langit malam, dan menganalisa.

Akses masuk ke ruko itu hanya melalui rollingdoor lantai 1. Dan pada saat kejadian, posisi pintu masih terkunci rapat tanpa ada tanda kerusakan.

Kalau saja benar pelaku masuk dan kabur melalui ventilasi dapur tadi, kenapa panci yang letaknya persis di bawah jendela tidak jatuh?

Selain itu, ventilasi itu juga cukup tinggi untuk dijadikan sebagai pilihan akses melarikan diri tanpa tangga.

Pelaku katanya menyerang dengan obeng, tapi kenapa sampai sekarang tidak ditemukan obeng di sekitar TKP?

Kenapa Jalu lebih memilih menyelamatkan diri melalui jendela dan meninggalkan anak istrinya?

Sebenarnya siapa yang melakukan penyerangan ini?

Sampai saat ini tidak diketahui barang apa yang hilang. Kami hanya menemukan grendel laci yang rusak tanpa ada yang bisa menjelaskan apakah laci itu ada isinya.

Keraguan terhadap keterangan para saksi mulai muncul.

Apa ini benar kasus perampokan?

Atau jangan-jangan..

Ah, sudahlah..

Saya simpan sejenak asumsi negatif itu. Lebih baik saya kumpulkan fakta sebanyak-banyaknya terlebih dahulu.

“Anggota semua sebar lebar. Amati yang bisa diamati, tanya siapa saja yang bisa ditanya!”

Saya perintahkan anggota untuk mengumpulkan baket.

Nampak setelahnya, mereka berpencar ke berbagai penjuru dari TKP. Ada yang mengarah ke perkampungan depan, perkampungan belakang, dan juga ada yang kembali memasuki ruko itu.

Saya sendiri, duduk di trotoar depan ruko sambil menganalisa kembali temuan.

Menit demi menit berlalu dan pikiran saya masih berputar pada cerita saksi dan temuan di TKP. Saya ulang-ulang kembali berharap menemukan detail kecil yang terlewat.

Tak terasa, waktu sudah menunjukkan pukul 2.00 pagi. Dan saya masih saja di depan TKP tanpa petunjuk berarti.

“Ndan, laporan..”

Lamunan saya disela oleh seorang anggota yang melakukan penyelidikan di perkampungan depan. Dia mengatakan kalau ada seorang saksi yang mendengar bunyi gerbang gang yang terbuka sesaat setelah kejadian Jalu jatuh.

"Berapa orang yang dengar itu, bro?”

Saya memberikan pertanyaan lanjutan sekadar untuk memastikan keterpercayaan informasi.

“Cuma satu orang, Ndan. Itupun cuma mendengar aja, ga melihat.”

Anggota pun menjelaskan deskripsi informasi yang didapatkannya.

“Yowis, tampung dulu aja. Cek ke dalam kampung itu apa ada yang mengkonfirmasi keterangannya.”

Walaupun belum sepenuhnya bisa saya percaya, saya tampung temuan yang diberikan oleh anggota itu. Saya minta dia untuk mencari saksi pembanding atas informasi itu.

Bukannya ragu, tapi menurut pengalaman saya menangani kejadian yang menghebohkan, saksi sekitar kadang mengalami bias pengalaman yang mengasosiasikan penangkapan indera mereka dan kejadian tersebut. Walaupun sebenarnya, kedua kejadian itu tidak berkorelasi.

Di sisi lain, informasi itu nampak tidak logis karena kalau saja pelaku itu benar ada dan ingin kabur, tentunya dia tidak akan menggunakan akses jalan utama karena hal itu akan membuatnya mendapatkan kemungkinan yang lebih besar untuk tertangkap.

Saya kembali menunggu laporan anggota sembari melihat ke sekeliling. Nampak beberapa anggota sedang berbincang dengan warga, mengamati TKP, dan berdiskusi.

Diantara itu semua, pandangan saya tersita oleh satu anggota yang sedang jongkok dan memegang HP dengan posisi landscape.

Di tengah tekanan pengungkapan ini, tingkah anggota yang masih muda itu pun menyulut amarah saya.

“Woi, Candra. Pulang aja kamu! Daripada ga niat kerja. Seniormu aja masih kerja, kamu malah main game!”

Tanpa aba-aba, saya pun berteriak memecah keheningan malam itu.

Seketika seluruh pandangan anggota dan warga tertuju kepada saya saat itu. Julius, Kanit yang mengawaki Candra segera mendatangi saya mencoba meredakan situasi.

"Siap salah, bang. Udah biar saya aja yang negur dia. Abang mikir yang lain aja.”

Setelah teriakan saya pada Candra tadi, masing-masing tim kembali bergerak untuk mencari apa saja yang mungkin ditemukan.

Walau mungkin dinilai negatif, tapi setidaknya teriakan saya tadi cukup bisa mengajarkan mereka untuk tak berpangku tangan pada rekannya.

“Semua tetap lidik sampai jam 4.00 pagi. Saya ga akan pulang sebelum itu!”

Saya ketikkan perintah itu ke dalam grup whatsapp supaya anggota tetap bekerja maksimal walaupun kami sama-sama belum mengetahui titik terang dari pengungkapan ini.

Beberapa jam berlalu dan waktu telah menunjukkan pukul 4.00 WIB. Selain informasi gerbang gang yang terbuka, kami belum mendapatkan tambahan informasi yang berarti lagi.

Hah.. Apa boleh buat.

Tak semua usaha akan berhasil seketika. Setidaknya, ada yqng telah saya lakukan hari ini.

"Udah, kita istirahat dulu. Setelah ini semua pulang, istirahat. Besok jam 1 siang, tim lakukan lidik lagi. Mungkin kita nemu sesuatu saat terang.”

Saya cukupkan kegiatan penyelidikan pagi ini walaupun belum ada hasil berarti. Saya naiki kendaraan menuju rumah untuk istirahat.

Pukul 9.00 WIB di hari yang sama. Saya yang masih terlelap terbangunkan oleh bunyi telepon Kapolres.

“Prabu, gimana tersangkanya kemarin?” Sapaan pagi dari bos membuat saya tersadar seketika.

"Siap, Ndan. Saya masih olah TKP ulang. Petunjuknya masih minim,” jawab saya singkat.

“Bukan yang perampokan, Le.. Yang air keras itu lho. Ayo segera rilis siang ini.”

Respon Kapolres itu menyadarkan saya kalau beliau merujuk kepada kasus yang berbeda.

“Siap, Ndan. Saya buat bahan rilisnya untuk siang ini.”

Saya segera bangkit dari kasur dan bergegas mandi. Walau kepala agak pusing karena kurang jam tidur, tapi masih ada tanggungjawab lain yang harus diselesaikan.

Segera setelahnya saya berangkat ke kantor dan mempersiapkan konferensi pers kasus penyiraman air keras.

Pukul 14.00, rangkaian konferensi pers telah diselesaikan. Akhirnya saya bisa mulai fokus ke kasus perampokan toko ATK tempo hari. Saya ambil HP dan memanggil nomor Julius.

“Posisi, Jul? Apa kegiatan?”

“Di TKP ini, Bang. Saya sisir lagi sama anggota,” jawab Julius.

Jawaban anggota itu membuat saya sedikit lega. Setidaknya, mereka tidak melupakan perintah saya tadi pagi.

"Yaudah, handle dulu ya. Aku beresin berkas dulu. Nanti malam aku gabung.”

Saya percayakan kegiatan lidik siang itu kepada anggota.

Baca Juga: Perampokan di Toko ATK Bagian ke 2

Saya memang tidak langsung bergabung ke lapangan. Bukan karena malas, tapi berkas-berkas laporan lain yang jumlahnya ribuan itu juga menunggu untuk saya selesaikan.

Saya coba berikan kedewasaan bagi anggota untuk bekerja dan berimprovisasi.

Pukul 15.30 WIB, ketika sedang memeriksa berkas, terdapat panggilan masuk dari Julius. Kabar baik, pikirku.

"Piye, Jul?”

“Ketemu BB lain ini, Bang! Waktu anggota naik ke atap ruko, mereka nemu cutter yang sejenis dengan yang ada di TKP.”

Julius menjawab dengan penuh semangat.

Naah.. Bagus.

Berarti, saya bisa mematahkan salah satu asumsi liar kemarin. Berarti benar ada pelaku yang melewati atap.

Setidaknya, saya yakin kalau ada orang lain yang telah menyerang Jalu menggunakan cutter itu.

Ini bukan kejahatan di ruangan tertutup!

“Yowis, lanjutkan terus Jul. Kabarin kalau ada perkembangan lagi.”

Kalimat itu menjadi pamungkas percakapan kami. Saya memang tak berniat datang ke TKP saat itu. Saya akan datang ke sana di jam sesuai TKP, malam nanti.

Ada beberapa alasan kenapa saya selalu kembali ke TKP di jam kejadian. Salah satunya karena setiap waktu baik siang atau malam, mempunyai atmosfer ruang dan antropologi waktu yang berbeda.

Dan kalau ingin lebih memahami TKP, saya harus semakin dekat dengan rentang itu.

Pukul 22.00 WIB, saya kembali ke TKP untuk bergabung dengan tim. Saya mulai dengan mengumpulkan anggota di pinggir jalan dekat dengan TKP.

“Yak, ada temuan apa hari ini?”

Saya lontarkan pertanyaan sebagai pembuka sekaligus untuk mengecek pelaksanaan tugas mereka.

“Siap, Ndan. TKP ini kan agak ribet. Makanya menurut saya, pelakunya kemungkinan pemain lokal yang paham lokasi, Ndan.”

Salah satu anggota menyampaikan analisa yang masuk akal.

“Saya sudah sebar informasi ke agent, nanti saya monitor hasilnya, Ndan.” tambah anggota.

“CCTV gimana?”

"Sementara kami sisir, masih nihil Ndan.”

“Bagus..”

Saya merespon mensyukuri kesialan yang bertambah ini.

“Ada yang lain?”

“Siap, Ndan. Tadi kami sudah menyisir ke warga namun belum ada informasi lain yang mengarah untuk dijadikan petunjuk.”

“Bagus..”

Saya memberikan respon yang sama mensyukuri stagnasi pekerjaan.

“Ada yang lain?”

Semua anggota terdiam dan serempak menundukkan pandangannya seakan mengisyaratkan kalau hanya informasi itu saja yang mereka dapatkan hari ini.

“Udah, pesen kopi dulu. Siapa tau nanti ada inspirasi di ampas kopimu.”

Saya mencoba mencairkan suasana yang telah menjadi tegang tadi. Bukannya ingin santai, tapi terkadang ide-ide dan analisa akan datang dengan lancar ketika pikiran kita tak terbebani.

Sembari bercengkrama dan merasakan atmosfer malam itu, pikiran saya tak berhenti mengulang catatan peristiwa yang terjadi.

Kejadian perampokan dan penyerangan itu berlangsung ketika lampu padam sehingga korban tidak melihat jelas siapa pelakunya.

Tapi sebentar..

Waktu itu kondisinya mati lampu atau mati listrik? Dimana saklar listrik ruko korban?

“Coba cari tau dimana saklar listrik ruko itu!”

Saya memerintahkan anggota untuk mencari tau dimana lokasi saklar listrik korban.

“Lha itu, Ndan.”

Anggota pun menjawab sambil menunjuk ke arah bagian depan luar ruko, tepat di samping rolling door. Terlihat saklar listrik itu berada di bagian depan tanpa kunci apapun.

Jadi kalau begitu, siapa saja bisa dengan mudah mematikan aliran listrik di toko itu.

Saya terdiam berpikir sejenak.

Dengan kontur antar bangunan yang cukup sulit untuk dilalui, saya rasa kecil kemungkinan kalau pelaku terlebih dahulu mematikan listrik dan baru memasuki rumah melalui atap setelahnya.

Artinya..

Pelaku tidak sendiri!

Temuan itu cukup berarti, tapi belum akan membawa kami kepada pelakunya.

Tapi tak apalah.. Lumayan.

Saya lanjutkan menikmati kopi sembari bercengkrama dengan anggota di trotoar. Kali ini, saya sengaja menunggu waktu sampai lewat tengah malam.

Pukul 00.30 WIB, saya ajak anggota untuk bangkit dari duduknya. Mereka berdiri dengan posisi melingkar dan bersiap mendapatkan arahan tugas malam ini.

“Nah, ini sudah mendekati jam kejadian ya kan.. Suasananya sepi, sunyi, kendaraan juga sudah jarang lewat.”

“Jadi, kalau kalian kentut.. jarak 10 meter pasti kedengeran kan ya?”

“Maksude nopo to, Ndan?”

Salah anggota nampak kebingungan dengan prolog yang saya lontarkan.

“Jadi maksudnya.. Seharusnya kalau ada suara yang asing, warga pasti denger!”

“Nah, sekarang tugas kalian adalah bertamu ke warga-warga di sekitar lahan kosong belakang ruko itu, tanyakan apa denger suara aneh atau lihat barang aneh mendekati kejadian kemarin. Inget ya, tetap sopan dan salam karena kita minta tolong ini ceritanya.

Wis.

Bismillah!

"Go!!”

Anggota cukup kaget dengan perintah yang saya berikan. Mungkin di benak mereka, saat itu saya akan memberikan arahan untuk mengakhiri kegiatan malam itu.

No..

Tidak semudah itu wahai anak asuhan rembulan.

Kami mulai membagi tugas untuk mengumpulkan informasi. Saya pun ikut bertamu dari rumah ke rumah malam itu.

Dari 4 rumah yang telah saya datangi, hanya 2 penghuni yang bisa saya temui dan mengatakan kalau mereka tidak mendengar suara aneh atau melihat seseorang malam itu.

Namun keadaan seperti berpihak pada kami ketika saya bertamu ke rumah kelima. Sebuah rumah yang berada di sisi selatan tembok yang mengelilingi lahan kosong belakang rumah korban.

Pagi itu, kami disambut oleh seorang wanita paruh baya.

Ibu itu menyampaikan kalau pada saat kejadian, sekitar jam 3 pagi setelah orang ramai-ramai menolong Jalu, dia mendengar suara “Duk” seperti orang loncat dari ketinggian.

Apakah ini jalur pelarian pelaku?

Tapi kenapa waktunya berjeda setelah orang ramai menolong Jalu?

Saya akhiri percakapan dengan ibu itu. Saya pamit dan mengucapkan terima kasih atas kesediaannya membantu kami di pagi itu.

Sayapun melanjutkan penyisiran sampai pukul 3 pagi. Walaupun tak ada baket (bahan keterangan) tambahan lagi, setidaknya malam ini kami sudah mendapatkan kemajuan.

Saya kembali mengumpulkan anggota untuk konsolidasi.

Dalam pertemuan itu, saya jelaskan pentingnya kembali ke TKP pada jam kejadian untuk merasakan atmosfer dan menangkap antropologi lingkungan. Dan saya harap, mereka akan melakukan cara ini selanjutnya.

Saya amati ekspresi dari masing-masing anggota. Saat ini, mereka sudah tidak bisa lagi menyembunyikan raut wajah kelelahan yang terpampang jelas.

Wajar saja, mereka sudah melakukan kegiatan dari kemarin siang. Tentu saja setiap orang mempunyai batas tenaga.

Setelah semua anggota paham maksud dari kegiatan yang saya lakukan malam ini, saya pun mencukupkan kegiatan hari itu. Kami istirahatkan sejenak langkah-langkah. Bukan untuk menyerah, tapi sekedar rehat untuk mengatur langkah.

Sore hari ketika saya sedang berkutat di kantor dengan berkas perkara yang lain, saya telpon Julius untuk sekedar mengecek apa yang telah mereka lakukan hari itu.

“Gimana perkembangan, Jul?”

“Siap masih di kantor bang. Rencananya saya kumpulkan anggota di TKP habis maghrib nanti.”

Jawaban Julius itu mengisyaratkan kalau dirinya paham apa maksud saya tadi malam. Untuk efisiensi dan efektivitas tindakan, penyelidikan difokuskan di malam hari mendekati jam kejadian. (Bersambung)

*) Ditulis oleh : Tiksnarto Andaru Rahutomo (Mantan Kasatreskrim Polres Malang)

Editor : Syaiful Anwar