Oknum pejabat imigrasi di Bali, ditangkap oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali. Penangkapan dilakukan setelah oknum pejabat tersebut ketahuan melakukan pungutan liar (pungli) terhadap wisatawan asing di jalur fast track Bandar Udara (Bandara) Ngurah Rai, Bali.
Beberapa nama yang ditangkap ialah Hariyo Seto beserta empat petugas Imigrasi Bandara Ngurah Rai, pada Selasa (14/11/2023).
Baca juga: Desa Lajing Jadi Percontohan Desa Binaan Imigrasi
Jalur fast track merupakan layanan yang diprioritaskan untuk orang lanjut usia, ibu hamil, ibu menyusui, dan pekerja migran Indonesia (PMI). Tujuannya untuk memecah antrian di loket Imigrasi Bandara Ngurah Rai. Umumnya, layanan tersebut tidak dipungut biaya alias gratis.
Namun, layanan fast track disalahgunakan oleh Hariyo Seto, yang menjabat sebagai Kepala Seksi (Kasi) Pemeriksaan I Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Ngurah Rai. Dari penangkapan tersebut, Jaksa Kejati Bali menyita uang sekitar Rp 100 juta.
Baca juga: Desa Lajing Jadi Percontohan Desa Binaan Imigrasi
Dalam sehari, diduga Hariyo Seto mengantongi Rp 5 juta hingga Rp 6 juta. Uang itu diperoleh Hariyo dari para orang atau wisatawan asing yang memanfaatkan kemudahan dan kecepatan proses pemeriksaan imigrasi melalui jalur fast track atau jalur cepat. Hariyo menerima imbalan Rp 200 ribu hingga Rp 250 ribu per orang.
"Rata-rata setiap hari (Hariyo mendapat uang hasil pungutan fast track) Rp 5 juta sampai Rp 6 juta. Hasil pemeriksaan kami, (pungutan liar) itu diduga sudah dilakukan dalam kurun waktu sekira dua bulan," kata Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejaksaan Tinggi Bali, Putu Eka Sabana, Kamis (16/11/2023).
Baca juga: Immigration Lounge Hadir di Gresik
Eka mengungkapkan Hariyo adalah otaknya. Dia mendapat setoran uang dari anak buah yang menerima imbalan dari segelintir orang atau wisatawan asing yang ingin memanfaatkan kemudahaan proses pemeriksaan imigrasi melalui jalur fast track.
Orang atau wisatawan asing yang ingin memanfaatkan kemudahan fast track itu memberi imbalan uang sebesar Rp 100 ribu hingga Rp 200 ribu. Mereka memberikan imbalan langsung secara tunai ke anak buah Hariyo, yang lalu disetorkan kepadanya.
Eka menyebut empat orang yang turut diamankan bersama Hariyo itu masih berstatus saksi.
"Jadi yang kami amankan kemarin itu yang ada di sana. Tidak semua dari empat orang itu menerima uang. Mereka yang waktu itu bertugas di sana. Nah, satu orang kami tetapkan tersangka, sementara empat lainnya statusnya masih saksi," kata Eka.
Setelah dilakukan pemeriksaan, Hariyo dijadikan tersangka oleh Kejati Bali. Dia dijerat dengan Pasal 12 huruf a juncto Pasal 12 huruf b juncto Pasal 64 KUHP. Dia terancam hukuman maksimal 20 tahun penjara. (dry)
Editor : Ahmadi