Peneliti Badan Riset Urusan Sungai Nusantara (BRUIN) mengungkap hasil survei terbaru perihal “Persepsi Masyarakat Terhadap Kinerja Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa Tentang Pengelolaan Sungai Brantas di Jawa Timur” pada tahun 2023. Survei tersebut telah disebar dan dilakukan sejak 3 Maret - 15 November 2023.
Dalam kurun waktu 9 bulan, survei tersebut telah diisi sebanyak 535 responden dengan latar belakang Pendidikan SMA, Strata 1 (S1), Magister dan Doktor sebanyak 98,5 % yang tersebar di 19 kabupaten/kota di Jawa Timur, termasuk juga 16 kabupaten/kota yang dilewati Sungai Brantas.
Baca juga: Pemuda Bok Brombong Mengajak Para Pengiat Lingkungan Bersih Sungai
Survei dilakukan dengan mengunakan metode skala likert, survei opini public dan metode proportional stratified random sampling, dengan menekankan data yang diperoleh berdasarkan dari sikap, pendapat dan persepsi individu atau kelompok yang mewakili populasi secara proposional tentang masalah dan fenomena sosial serta lingkungan yang terjadi di sungai Brantas.
Salah satu yang ditanyakan dalam survei persepsi tersebut adalah bagaimana kinerja Khofifah Indar Parawansa dalam melakukan perlindungan dan pengelolaan Sungai Brantas selama menjabat sebagai Gubernur Jawa Timur (Jatim).
“Hasilnya sangat mengejutkan, kami temukan bahwa sebanyak 64,5 % responden menyatakan Khofifah selama menjabat Gubernur Jatim dinilai gagal dalam mengelola dan menjaga sungai Brantas dari kerusakan dan pencemaran,” ungkap M. Kholid Basyaiban selaku Peneliti dan Koordinator Kampanye BRUIN, dalam rilisnya pada Senin, 20 November 2023.
Kholid menjelaska, ada lima poin variabel yang akan diteliti dari hasil survei. Pertama, bagaimana penilaian oleh masyarakat atas kinerja Khofifah dalam perlindungan dan pengelolaan Sungai Brantas.
Kedua, problem pencemaran dan kerusakan yang terjadi di Sungai Brantas, termasuk juga indeks tingkat pencemaran yang terjadi. Ketiga, analisis resiko bencana di Sungai Brantas akibat rusaknya ekosistem dan pencemaran yang terjadi.
Keempat, efektivitas program Pemerintah Provinsi dalam hal ini Khofifah terkait pemulihan Sungai Brantas. Kelima, langkah efektif yang perlu dilakukan pemerintah dalam menanggulangi problem lingkungan yang saat ini terjadi di Brantas.
Ribuan Bangunan Liar Menjamur di Brantas
70 % persen responden menyatakan bantaran Sungai Brantas tidak terawat dan kumuh akibat menjamurnya bangunan liar (warung, toko, rumah, pergudangan serta pabrik). Dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umun dan Perumahan Rakyat (Permen PUPR) Nomor 28 tahun 2015 Tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai dan Garis Sempadan Danau dalam pasal 15 menjelaskan, jika ada bangunan liar di dalam sempadan sungai maka bangunan tersebut dinyatakan dalam status quo dan secara bertahap harus ditertibkan untuk mengembalikan fungsi sempadan sungai.
“Untuk garis sempadan sungai tak bertanggung di dalam kawasan perkotaan ditetapkan paling sedikit berjarak 10 meter dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai. Dalam hal kedalaman sungai kurang dari atau sama dengan tiga meter. Semakin dalam sungai, maka jaraknya semakin jauh. Sedangkan untuk sungai bertanggul dalam perkotaan ditentukan paling sedikit berjarak tiga meter. Jika terdapat bangunan liar yang melanggar aturan dalam atutran tersebut, sudah menjadi tugas BBWS (Balai Besar Wilayah Sungai) dan Pemerintah untuk segera menertibakan secara berkala dan tertib,” ungkap M. Kholid Basyaiban.
Hasil survei sangat korelasi dengan temuan lapangan yang dilakukan BRUIN. Dalam kurun waktu seminggu lebih, tim BRUIN melakukan susur sungai Surabaya dari segmen Waru Gunung hingga Terminal Jayabaya, dan menemukan sekitar 1400 bangunan liar berdiri di bantaran Kali Surabaya.
Sungai Brantas Tercemar Limbah Domestik dan Limbah Industri
91 % responden menyatakan kondisi Sungai Brantas saat ini dalam kondisi tercemar. Dengan rincian survei 70 % menyatakan tercemar, 14 % menyatakan tercemar sedang, dan 7 % menyatakan tercemar berat.
Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Pengawasan dan Perlindungan Lingkungan Hidup (PPLH) menyebutkan bahwa pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, clan/atau komponen lain ke dalam Lingkungan Hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu Lingkungan Hidup yang telah ditetapkan.
Dalam baku mutu yang diatur di dalam PP nomor 22 tahun 2021 menyebutkan, sungai harus nihil sampah.
Ribuan industri juga berdiri kokoh dan tanpa tindakan membuang limbah beracun di Sungai Brantas.
Disisi lain, Pemprov Jatim mempunyai regulasi Peraturan Gubernur (Pergub) yang mengatur baku mutu limbah industri, yang mengatur indeks kepatuhan industri dalam membuang limbahnya.
Dalam survei responden menyebutkan beberapa fakta yang menyatakan Sungai Brantas tercemar dan rusak karena lalainya tugas dan tanggung jawab Pemerintah, diantaranya :
1. Sungai Brantas penuh dengan sampah plastik dan limbah domestik (sampah plastik, limbah cair rumah tangga): 73,5%.
2. Sungai Brantas tercemar limbah industri, limbah peternakan serta pestisida, sehingga berbusa, berbau dan berwarna pekat : 27%.
Baca juga: Badan Riset Urusan Sungai Nusantara Serukan Pilkada Jatim 2024 Berjalan Damai
3. Ratusan kali kasus/peristiwa ikan mati massal terjadi di Sungai Brantas : 50%.
4. Galian C dan tambang pasir ilegal merusak fisik dan fungsi sungai : 15%.
5. Ilegal Logging menyebabkan hilangnya mata air Sungai Brantas : 6%
“Kelima fakta ini menjadi alasan kuat bahwa Pemerintah dan Gubernur Jatim, Khofifah tidak serius mengelola kondisi dan kualitas air sungai Brantas serta mengabaikan upaya – upaya pengendalian pencemaran. Disisi lain abainya Pemerintah berdampak pada timbulnya sampah liar, sampah di badan air, limbah industri dan perubahan fisik sungai sehingga menyebabkan rusaknya ekosistem Brantas yang berujung pada banyaknya kasus ikan mati massal dan bencana alam (banjir, tanah longsor dsb),” imbuh Kholid.
Sungai Brantas Beresiko Terjadi Bencana
65% responden menyatakan bencana banjir sering terjadi di lingkungannya akibat rusaknya fungsi dan fisik Sungai Brantas. Di sisi lain, sebanyak 35% responden menyatakan bahwa bencana longsor juga sering terjadi akibat aktivitas ilegal logging dan tambang pasir illegal. Fakta rusaknya Sungai Brantas jika dibiarkan juga akan berdampak pada hilangnya sumber mata air dan kesediaan air bagi masyarakat yang hidup di sepanjang Sungai Brantas.
Program Brantas Tuntas tidak Efektif : 82% Responden tidak pernah terlibat dalam Program
Pada tahun 2019, program Brantas Tuntas milik Gubernur Jatim, yang melibatkan 5000 mahasiswa dari 16 Perguruan Tinggi Negeri (PTN) se - Jawa Timur melalui program Kuliah Kerja Nyata (KKN) belum juga mampu atasi problem lingkungan Sungai Brantas. Disisi lain, 82 % responden yang beberapa diantaranya berlatar belakang akademisi dengan gelar Strata 1 hingga Doktor menyatakan “tidak tau” tentang program Brantas Tuntas yang digaungkan Gubernur Jatim.
Para responden beralasan bahwa mereka belum pernah mendengar, berpastisipasi maupun terlibat dalam program tersebut. Hasil tersebut menjadi indikator bahwa program Brantas Tuntas yang melibatkan 16 PTN se - Jatim tidak memberikan dampak signifikan terhadap pemulihan Sungai Brantas dan juga minimnya informasi bagi masyarakt tentang program tersebut.
Disisi lain, 98% responden menilai Pemerintah harus segera melakukan tindakan efisien dan konkrit demi mempercepat pemulihan kondisi sungai Brantas dengan :
Baca juga: Fenomena Pantai Plastik Imbas Air Laut Surut
1. Pemerataan layanan sampah (pemilahan sampah dari sumber, pengumpulan dan pengangkutan) di setiap daerah, termasuk penyediaan dan pemerataan fasilitas dropo dan TPS 3 R.
2. Segera melakukan penertiban bangunan liar di bantaran Sungai Brantas, dan menetapkan bantaran Sungai Brantas menjadi kawasan suaka ikan dan edukasi yang disahkan melalui SK Gubernur.
3. Memasukkan program pemulihan kualitas air sungai Brantas dalam APBD Daerah.
4. Membentuk satgas khusus untuk melakukan tugas pengawasan dan pengendalian pencemaran sungai Brantas.
5. Menambah anggaran di Dinas Lingkungan Hidup (DLH) kabupaten/kota se -daerah aliran sungai (DAS) Brantas sebagai langkah optimalisasi pengawasan dan perlindungan Sungai Brantas.
6. Melakukan pengawasan rutin dan patrol berjangka yang dilakukan institusi pemerintah yang bertanggung jawab dalam pengelolaan Sungai Brantas (kolaborasi antara BBWS Brantas, DLH, Dinas pengairan PU, Perum Jasa Tirta).
7. Melakukan perombakan dan perbaikan birokrasi terhadap pejabat yang kurang kompeten dalam melakukan pengelolaan Sungai Brantas.
8. Melibatkan NGO dan Komunitas Peduli Lingkungan dalam pengelolaan lingkungan dan Sungai Brantas.
9. Menindak tegas pelaku perusak Sungai Brantas dan melakukan penegakan hukum dengan adil dan tidak tebang pilih.
10. Akses informasi dan transparansi dalam proses penegakan hukum dalam penanganan kasus pencemaran dan perusakan lingkungan. (kin)
Editor : Ahmadi