Organisasi Masyarakat (Ormas) Manguni didirikan pensiunan preman. Tak cuma di Kabupaten Poso, Manguni juga terlibat sejumlah kekerasan lain.
Kendati cuacanya terik panas, namun batin Benny Rhamdani tetap terasa mendung. Politisi Hanura dan mantan politis Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) lumayan tenar itu baru saja mendapat kabar duka kematian Decky (Dicky) Maengkom, seorang karib lama di tanah kelahirannya di Kota Manado.
Baca juga: Jejak Kelalawar Hitam, Pembantai Muslim dalam Konflik Poso
Benny mengenal dekat seniornya itu sejak tahun 2004 semasa aktif di keorganisasian. Saat itu, Benny kebetulan menjadi Ketum GP Ansor.
"Orang baik yg pernah mengisi perjalanan hidup saya utk turut menjaga Sulut."
Ucapan belasungkawa itu ditulis Benny di medsos pribadi Facebooknya jelang akhir Juni 2023 lalu.
Sementara itu, Decky sendiri merupakan mantan preman di Jakarta. Ia pernah tergabung dalam Geng Sartana pada 1970-an.
Sekitar tahun 1960-awal 80an, Geng Sartana dikenal sebagai geng preman begundal, berisi anak-anak muda pendatang dari tanah Minahasa dan Manado di sekitaran Sarinah, Thamrin, dan Tanah Abang. Dari 3 tempat ini juga akronim "Sartana" berasal.
Tercatat pada sekitar bulan-bulan awal 1974, Geng Sartana dilaporkan pernah terlibat dlaam sejumlah aksi kejahatan di Ibu Kota Jakarta. Selain mengeroyok sopir becak 3x dalam 1 malam, Kepolisian saat itu menyebut Geng Sartana sering melakukan pemerasan terhadap sejumlah pekerja sebuah diskotek di kawasan Tanah Abang.
Tapi demikian, setelah bertahun-tahun malang-melintang di dunia kriminal di Jakarta, Decky lalu pulang kembali ke tanah kelahirannya di Manado. Ia pun rajin menjalin komunikasi dgn preman setempat.
Kendati begitu, di saat bersamaan, ia antusias juga mengikuti kegiatan gereja. Sekitar tahun 1990-an, Decky kemudian bergabung dengan GMIM, sebuah persekutuan gereja umat Protestan di Minahasa beraliran Calvinis.
Menurut riwayat Laurens Bakker dalam risalahnya berjudul "Militias, Security & Citizenship in Indonesia", tak lama usai runtuhnya rezim Suharto, belakangan Decky malah menggunakan Brigade Manguni, yang semula hanya divisi kemanan milik GMIM, untuk menentang badan induknya sendiri itu.
Perpecahan itu berawal ketika faksi Decky di Brigade Manguni kecewa atas respons pimpinan GMIM yang dinilai lembek menyusul tewasnya ratusan orang Kristen di periode pertama dan ke-2 kerusuhan Poso.
Pada 2 peristiwa itu, supaya anggotanya tak terlibat dalam konflik komunal tersebut, pendeta-pendeta senior di GMIM diketahui memang berusaha menenangkan jemaat. Masyarakat Kristen Minahasa yang sudah kadung emosi pun saat itu urung bergerak menuju Poso.
Baca juga: Jejak Kelalawar Hitam, Pembantai Muslim dalam Konflik Poso
Namun, pada periode ke-3 kerusuhan Poso yang berlangsung sekitar pertengah tahun 2000, Decky bersama kelompoknya di Brigade Manguni enggan mematuhi lagi seruan serupa pimpinan gereja. Mereka akhirnya turun di medan kerusuhan.
Menurut penuturan Senia Febrica melalui risalahnya, "Port Security & Preman Organizations in Indonesia", memang belum diketahui apakah juga Decky ikut terjun.
Tapi, yang jelas, sejumlah saksi saat itu melihat beberapa anggota Brigade Manguni ketika periode ke-3 konflik Poso berlangsung. Dalam operasi ke Poso itu, Decky dan faksinya di Brigade Manguni menyiapkan pasukan khusus bernama "Kelelawar Hitam".
Diperlengkapi senjata dan menggunakan baju serba hitam, pasukan ini dipimpin beberapa orang yang sebelumnya memang terlatih secara militer. Pasukan Kelelawar Hitam terdeteksi terlibat hingga kerusuhan berakhir.
Sementara itu, sejak peristiwa tersebut nama Brigade Manguni memang terekspos hampir selalu disebut dlm sejumlah aksi kekerasan di Sulawesi Utara (Sulut).
Tahun 2013 lalu, misalnya, ormas preman ini sempat menjadi pembeking PT Gerbang Nusa Perkasa dan PT Kembang Utara saat demo warga menolak reklamasi di Teluk Manado. Bentrokan antara Brigade Manguni dan warga pun tak terhindarkan.
Baca juga: Pernyataan sikap DPP FPI Berkaitan dengan Peristiwa di Bitung, Sulawesi Utara
Bukan hanya untuk mengamankan aksi demo, rupanya Brigade Manguni juga direkrut 2 perusahaan tersebut untuk mengintimidasi penduduk yang enggan digusur. Kekerasan serupa yang melibatkan Brigade Manguni terjadi pula beberapa hari lalu.
Kericuhan kali ini bermula kala Brigade Manguni menolak aksi bela Palestina yang dihadiri puluhan warga di pusat Kota Bitung. Mereka curiga aksi tersebut disusupi ormas Islam radikal.
Penolakan itu bahkan sudah layangkan ke Kepolisian melalui surat tertanggal 22 November 2023.
Namun, usai penolakannya tak digubris oleh Kepolisian setempat, sekitar ratusan orang Brigade Manguni bergerak menuju lokasi aksi. Bentrok pun pecah. Satu orang dari massa aksi dilaporkan tewas usai kericuhan. (*)
*) Source : Palung Mariana (@_palungmariana)
Editor : Ahmadi