AJI Semarang Kecam Upaya Oknum Wartawan Intervensi Kasus Siswa Ditembak Polisi

Reporter : Redaksi
Duka cita dari teman sekolah DRO

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Semarang mengecam tindakan wartawan yang diduga ikut mengintervensi kasus inisial GRO (17 tahun), pelajar yang ditembak oknum Anggota Satresnarkoba Polrestbes Semarang agar tidak dibuka ke publik. Terungkapnya indikasi keterlibatan oknum wartawan dalam mengintervensi kasus tersebut bermula dari pengakuan seorang kerabat keluarga korban berinisial S.

Kerabat tersebut mengaku, sehari selepas peristiwa penembakan yang menewaskan almarhum GRO, keluarga didatangi Kapolrestabes Semarang, Kombes Irwan Anwar bersama seorang wartawan bercirikan berbadan gempal, pada Senin (25/11/2024) malam.

Baca juga: Aipda Junet, Anggota Polisi yang Bekingi Sabung Ayam Jadi Tersangka

Perwakilan keluarga ini telah ditunjukkan foto seorang wartawan yang dimaksud dan dia membenarkan. Dalam pertemuan tersebut, keluarga GRO diminta oleh Polisi dan wartawan ini untuk menandatangani surat pernyataan serta video yang intinya mereka sudah mengikhlaskan kematian almarhum.

Namun keluarga menolak mentah-mentah permintaan tersebut. Alasan keluarga menolak karena pernyataan Kapolrestabes Semarang, Kombes Irwan Anwar tidak sesuai fakta sebenarnya.

Ketua AJI Semarang, Aris Mulyawan mengatakan, perbuatan oknum jurnalis atau wartawan yang berusaha menutupi peristiwa kematian GRO adalah tindakan serius yang menciderai profesi jurnalis.

“Tindakan tersebut juga jauh dari semangat elemen jurnalisme yakni jurnalis harus menyampaikan kebenaran pada sebuah pemberitaan tanpa adanya kepentingan tertentu. Tak hanya itu, tindakan cawe-cawe jurnalis dalam kasus GRO berpotensi menyalahi Undang Undang (UU) Pers nomor 40 tahun 1999 dan Kode Etik Jurnalistik," kata Aris, pada Selasa (3/12/2024).

Aris merinci, dalam Pasal 4 UU Pers jelas disebutkan kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi manusia. Kemudian untuk menjamin kemerdekaan pers maka pers nasional memiliki hak mencari, dan menyebarluaskan gagasan serta informasi.

Baca juga: Oknum Anggota Polsek Genuk Ditangkap, Diduga Jadi Panitia Judi Sabung Ayam

Namun, wartawan ini dalam kasus GRO malah ada upaya menghalang-halangi sesama rekan jurnalis untuk meliput kasus tersebut. Dalihnya, Kapolrestabes Semarang akan merilis kasus tersebut tapi selepas Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.

“Pasal 18 UU Pers sudah sangat jelas tertulis, setiap orang yang dengan sengaja menghambat kerja pers secara melawan hukum dapat dipidana dengan penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp 500 juta. Mirisnya, potensi pelanggaran ini malah dilakukan oleh wartawan itu sendiri," ungkap Aris.

Selain itu, upaya intervensi wartawan terhadap kasus GRO tidak sesuai dengan kode etik AJI meliputi jurnalis tidak menyembunyikan informasi penting yang berkaitan dengan kepentingan publik.

Jurnalis memberikan tempat bagi pihak yang tidak memiliki kemampuan dan kesempatan untuk menyuarakan pendapat mereka. Jurnalis tidak memanfaatkan posisi dan informasi yang dimilikinya untuk mencari keuntungan pribadi.

Baca juga: AJI Jakarta Dukung Solidaritas Pekerja CNN Indonesia Perjuangkan Hak Karyawan

"Sikap dari wartawan itu sangat jauh dari  tanggung jawabnya sebagai seorang wartawan," ujar Aris.

Menurut Aris, kasus ini menjadi tamparan keras bagi wajah jurnalisme di Semarang. Untuk itu, Aris menekankan agar jurnalis memiliki prinsip keberpihakan kepada publik, kebenaran, dan keadilan. Tugas jurnalis jangan sudah diikat dalam UU Pers dan Kode Etik sehingga jurnalis diminta supaya menaati rambu-rambu tersebut.

"Wartawan bukan Humas Polri," tandas Aris. (*)

Editor : Bambang Harianto

Peristiwa
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru