Tim Penyidik Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum KLHK) telah menetapkan BSS (47 tahun) selaku Direktur Utama PT XLI sebagai tersangka perorangan dan PT XLI untuk tersangka korporasi. Sdr. BSS bertempat tinggal di Cluster Fresco, Kelurahan/Desa Ciakar, Kecamatan Panongan, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten.
Saat ini tersangka BSS ditahan di rumah tahanan (Rutan) Kelas I Salemba, Jakarta. Sedangkan PT. XLI merupakan Penanaman Modal Asing (PMA) berlokasi di Kawasan Industri Modern Cikande, Jalan Modern Industri VI Blok P.1 B, Desa Cijeruk, Kecamatan Kibin, Kabupaten Serang, Provinsi Banten.
Baca juga: Gakkum KLHK Tetapkan Direktur PT GPB dan Manager PT ABL Sebagai Tersangka
Penetapan BSS sebagai tersangka perorangan dan PT XLI sebagai tersangka korporasi yang diwakili oleh BSS selaku Direktur Utama PT. XLI terkait dengan dugaan tindak pidana pasal berlapis berdasarkan Undang Undang (UU) No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan hidup (PPLH) yaitu Pasal 98, Pasal 103, Pasal 106, Pasal 116 serta Pasal 119.
Pengenaan pasal berlapis ini terkait dengan tindak pidana yang dilakukan oleh PT. XLI yaitu:
a. dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup (Pasal 98 UU No. 32 Thn. 2009);
b. menghasilkan limbah B3 dan tidak melakukan pengelolaan (Pasal 103 UU No. 23 Thn. 2009);
c. memasukkan limbah B3 ke dalam Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (Pasal 106 UU No. 32 Thn. 2009).
BSS terancam pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah). Sedangkan PT XLI sebagai tersangka korporasi terancam pidana denda paling banyak Rp. Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah) serta pidana tambahan perampasan keuntungan dan pemulihan lingkungan. Berkas perkara penyidikan untuk tersangka perorangan BSS dan Tersangka Korporasi PT. XLI telah diserahkan ke Kejaksaan Negeri Serang.
Baca juga: Gakkum KLHK Tangkap Bos Perambah Kawasan Hutan SM Padang Sugihan
Yazid Nurhuda, Direktur Penegakan Hukum Pidana KLHK mengatakan bahwa penanganan kasus ini sebagai tindaklanjut pengaduan masyarakat terkait dengan kegiatan peleburan tembaga yang mencemari udara sehingga mengganggu masyarakat. Disamping itu, kasus ini merupakan pengembangan pengaduan pembakaran illegal limbah bahan berbahaya beracun (B3) di Desa Tegal Angus, Kecamatan Teluk Naga, Kabupaten Tangerang, Banten, yang menjual hasil pembakaran limbah elektronik printed circuit board (PCB) kode limbah B107d kepada PT. XLI.
Selanjutnya, Tim Pengawas Lingkungan Hidup KLHK melakukan verifikasi pengaduan dilanjutkan dengan kegiatan pengumpulan bahan dan keterangan bersama dengan Penyidik. Berdasarkan hasil pulbaket ditemukan pembuangan (dumping) limbah cooper slag. Sedangkan bahan baku PT XLI diduga limbah antara lain copper ash, copper zinc sulfide, dan limbah lainnya yang diimpor dari Madagaskar, Korea, Singapura, Jerman, Malaysia, Amerika, dan negara lainnya. Hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa air lindi dari penimbunan Limbah B3 mengandung logam berat dan diduga telah mencemari lingkungan.
Direktur Penegakan Hukum Pidana, Yazid Nurhuda menjelaskan, setelah memenuhi 2 (dua) alat bukti yang cukup berdasarkan keterangan saksi-saksi, keterangan ahli, dan hasil uji Analisa Laboratorium, maka penyidik KLHK meningkatkan penanganan kasus tersebut ke tahap penyidikan dengan menetepakan tersangka perorangan atas nama BSS (47 tahun) dan PT PT XLI selaku tersangka korporasi yang diwakili oleh BSS.
Dirjen Penegakan Hukum KLHK, Rasio Ridho Sani menegaskan bahwa mengingat kejahatan yang dilakukan oleh BSS dan PT. XLI merupakan tindak pidana serius yaitu melakukan pencemaran lingkungan hidup, dumping limbah B3, dan memasukkan limbah B3 ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), maka pelaku harus dihukum maksimal dan seadil-adilnya.
Baca juga: Pemburu Harimau Sumatera di Desa Hutarimbaru SM Ditangkap
"Oleh karena kejahatan ini diduga merupakan kejahatan korporasi, maka saya sudah perintahkan penyidik untuk mengenakan pidana tambahan sesuai Pasal 119 UU PPLH, yaitu dikenakan pidana tambahan atau tindakan tata tertib berupa perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana dan/atau perbaikan akibat tindak pidana. Terkait pelaksanaan pidana tambahan bagi korporasi ini telah diatur dalam Pedoman Jaksa Agung RI Nomor 8 Tahun 2022 Tentang Pedoman Penanganan Perkara Tindak Pidana di Bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup," katanya.
Rasio Sani menambahkan bahwa tindakan tegas terhadap PT XLI harus dilakukan untuk melindungi kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup.
"Penegakan hukum harus menimbulkan efek jera bagi pelaku, khususnya penerima manfaat (beneficial ownership) serta korporasi yang mencari keuntungan dengan merugikan negara, masyarakat dan lingkungan. Penegakan hukum harus didorong untuk memulihkan kerugian korban, baik kerusakan lingkungan maupun kerugian negara. Saya juga perintahkan penyidik untuk melakukan pengembangan penyidikan tindak pidana pencucian uang terhadap kasus ini. Sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 15 Tahun 2021, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) telah memiliki kewenangan untuk menyidik tindak pidana pencucian uang," ujarnya.
"Pengembangan penyidikan ini penting untuk memutus rantai kejahatan PT XLI termasuk menelusuri asal limbah yang digunakan oleh PT XLI baik yang berasal dari dalam negeri seperti hasil pembakaran limbah B3 ilegal dari Tegal Angus, maupun limbah B3 yang berasal dari luar negeri. Penelusuran aliran keuangan, follow the money, diperlukan untuk mendalami dan mendapatkan tersangka-tersangka lainnya. Penindakan ini penting untuk menyelamatkan kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup, masyarakat berhak mendapakan lingkungan hidup yang baik dan sehat," pungkas Rasio Sani. (dry)
Editor : Syaiful Anwar