Kisah Muhsin, Wali yang Menyamar Sebagai Penjual Tempe
Suatu ketika, masyarakat Bululawang, Malang, ingin mendirikan masjid. Warga akhirnya melakukan rapat/rembukan untuk memutuskan langkah terbaik. Tapi ada satu hal yang sangat penting bagi warga, sebelum masjid berdiri harus ada yang sowan kepada KH Abdul Hamid Pasuruan.
Maka, berangkatlah tokoh warga ini untuk sowan kepada Kyai Hamid. Setelah sampai di rumah Kyai Hamid, terjadilah dialog yang penuh hikmah ini.
“Kyai, insya Alloh masyarakat di Bululawang mau mendirikan masjid. Sudilah kiranya Kyai Hamid datang untuk menentukan arah kiblatnya.”
“Insya Alloh, tapi di sana itu sudah ada wali besar. Anda datang kepada beliaunya saja, dari pada jauh-jauh ke sini,” jawab Kiai Hamid.
“Siapa wali agung itu, kiai?”
“Kyai Muhsin namanya, silahkan dicari. Nanti kalau sudah ketemu orangnya, bilang saja Kyai Hamid yang menyuruhnya untuk berdoa sekalian menentukan arah kiblat.”
Mendengar penjelasan Kyai Hamid ini, para tokoh warga kemudian meminta ijin undur diri. Sesuai petunjuk Kiai Hamid, walaupun dengan rasa penuh penasaran, para warga kemudian berbagi tugas untuk mencari Kyai Muhsin di daerah Bululawang.
Berhari-hari warga mencari informasi tentang Kyai Muhsin, hingga akhirnya ada salah satu warga yang menemukan keberadaannya.
“Pak, tahu rumahnya Kyai Muhsin?”
“Kalau Kyai Muhsin tidak ada, tapi kalau Muhsin yang jualan tempe ada orangnya,” jawab warga desa sambil menunjuk posisi Muhsin berada.
“Terima kasih pak!”
Singkat cerita, akhirnya tokoh warga itu mendatangi sosok Kyai Muhsin yang sedang jualan tempe.
“Asalamualaikum, Kiai Muhsin….”
“Wa’alaikum salam….,” jawab Kyai Muhsin sambil meminta maaf bahwa dirinya bukanlah Kyai, tapi penjual tempe.
“Jangan panggil saya Kyai, saya ini penjual tempe.”
“Begini Kyai, panjenengan diminta baca doa sekaligus menentukan arah kiblat atas masjid yang dibangun warga kami.”
“Saya sudah menjelaskan pak, saya ini bukan Kyai. Saya ini penjual tempe kok malah diminta doa dan menentukan arah kiblat, bagaimana panjenengan ini,” jawab Kyai Muhsin.
“Ini Kyai Hamid Pasuruan yang minta panjenengan, Kyai.”
“Lhooo, panjenengan sudah sowan Kyai Hamid to?” jawab Kiai Muhsin dengan penuh kaget.
“Iya Kyai. Kyai Hamid yang memyuruh kami untuk mencari penjenengan.”
Setelah disebut nama Kyai Hamid Pasuruan, Kyai Muhsin akhirnya mengikuti apa yang menjadi permintaan warga. Kyai Muhsin akhirnya yang mendoakan masjid itu dan menentukan arah kiblatnya.
Sejak saat itu, Kyai Muhsin dikenal luas masyarakat. Banyak santri yang ingin mengaji kepada beliau. Bahkan sosok Gus Dur ketika menjadi Presiden Republik Indonesia pernah sowan ke rumah Kyai Muhsin di Makbul Bululawang Malang. Itulah sosok Kiai Muhsin, sosok wali besar yang bersembunyi sebagai penjual tempe. (*)
Editor : Bambang Harianto