Upacara HUT RI, Pemulung di Ponorogo: Kami Miskin, Tapi untuk Nasionalisme tak kalah Dibanding Para Koruptor

Reporter : -
Upacara HUT RI, Pemulung di Ponorogo: Kami Miskin, Tapi untuk Nasionalisme tak kalah Dibanding Para Koruptor
Pepeling menggelar upacara HUT Kemerdekaan RI di tengah tumpukan sampah
advertorial

Komunitas pemulung di wilayah Kabupaten Ponorogo, Provinsi Jawa Timur, turut andil melaksanakan upacara peringatan detik-detik Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, pada Sabtu pagi (17/8/2024).

Menyesuaikan dengan profesinya, kelompok yang menamakan diri Pemulung Peduli Lingkungan (Pepeling) itu mengambil lokasi upacara di area Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah di Desa Mrican, Kecamatan Jenangan, Kabupaten Ponorogo. Lantaran dilakukan di area persampahan, barang tentu tersirat pemandangan yang kumuh, kotor, berbau busuk, tak sedap di mata dan menjijikkan.

Baca Juga: Menteri LHK Terbitkan Peraturan Menteri LHK: Pelindungan Hukum Bagi Pejuang Lingkungan Hidup

Kecuali itu, prosesi jalanannya upacara cenderung sekenanya. Tidak ada protokoler sebagaimana yang dilakukan instansi Pemerintah dan swasta yang sumber daya manusia (SDM), lingkungan dan sarana pendukungnya lebih memadai.

Mengenakan seragam kebesarannya, baju, sepatu, topi dan kelengkapan lain yang khas dikenakan para pencari sampah dan barang bekas, mereka berdiri baris diantara gunungan sampah, dengan Sang Saka Merah Putih yang berkibar di tiang bambu sebagai pusat khidmatnya.

Peserta upacara sebanyak 33 pemulung, dua diantaranya wanita itu melakukan seremoni sakral dengan serius, menjiwai, semangat dan penuh rasa bangga akan bangsa dan negaranya.

Upacara dimulai pukul 10.00 WIB, seperti sedia kala saat Bung Karno memproklamirkan kemerdekaan Indonesia. Berjajar rapi diantara aneka rupa sampah, mulai dari serpihan yang tidak menjijikkan sampai sesuatu yang bikin pening kepala dan muntah.

Para pemulung itu tak terusik oleh sampah yang membukit. Disanalah, barang buangan seperti plastik, kertas, kaleng, makanan bekas, pembalut wanita, kondom hingga bangkai binatang menjadi saksi bisu menggemanya syair masyhur 'Indonesia Raya' dari mulut suci para pemulung.

"Secara ekonomi kami memang kekurangan. Bahkan miskin. Tapi rasa nasionalisme dan kecintaan kepada bangsa dan negara, tak kalah. Bahkan, mungkin lebih besar dibanding koruptor yang menggerogoti negara," ucap Marsudi Jois, pembawa acara upacara, kepada jurnalis yang mewawancarainya.

Baca Juga: Meriahkan HUT RI ke-79, Korem 084/Bhaskara Jaya Gelar Lomba

Dikatakannya, berlangsungnya upacara di lokasi itu bagi pemulung tak luput dari jiwa besar Kepala tempat pembuangan akhir (TPA) Mrican, Abri. Bahkan, menurutnya, dia bersedia menjadi inspektur upacara dalam kegiatan tersebut.

Susunan pengurus upacara, sambung Marsudi, komandan upacara dijabat Adi, pembaca naskah Pancasila, Setiawan, pembaca teks Proklamasi, Abri dan tiga pemulung pembawa sang Saka Merah Putih, Sahur, Jito dan Agus.

Kecintaan terhadap tumpah darah dan tanah air Indonesia, lanjut Marsudi, dilanjutkan dengan kerja bakti usai berakhirnya upacara bendera.

Kerja bakti oleh seluruh pemulung peserta upacara, membersihkan selokan di sekitar area TPA sampah Mrican sepanjang 300 meter. Itu dilakukan untuk menjaga 'kebersihan' meski di area kotor, agar ekosistem tetap terjaga terlebih jika waktu hujan.

Baca Juga: Meriahkan HUT RI ke-79, Korem 084/Bhaskara Jaya Gelar Lomba

Para 'pejuang kebersihan' yang berslogan: 'Nresnani Ponorogo Sak Mampu Kulo' itu bekerja bakti menggunakan peralatan sederhana seperti cangkul, sabit, gergaji dan alat pertukangan lainnya.

Usai kerja bakti, tidak ada acara ramah tamah dengan aneka rupa menu makanan dan minuman serba mewah, layaknya pejabat berjas dasi.

Acara makan siang usai upacara dan kerja bakti, istri para pemulung mengirim makanan olahan ndeso untuk dinikmati bersama diantara bukit sampah yang indah. (fin)

Editor : Syaiful Anwar