Gakkum KLHK Segel 18 Lokasi Karhutla
Cegah terjadinya Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla), Penagakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum KLHK) terus melakukan pemantauan dan pengawasan hotspot (titik panas) realtime melalui satelit terhadap lokasi-lokasi yang terindikasi terjadinya karhutla. Apabila terindikasi adanya hotspot dengan tingkat kepercayaan tinggi >79%, maka dilakukan peringatan terhadap penanggung jawab kegiatan/usaha. Sejak bulan Agustus 2024, telah dilakukan peringatan terhadap 90 perusahaan pada 610 lokasi yang terindikasi karhutla.
Disamping itu, Gakkum KLHK juga melakukan pengawasan langsung ke lapangan dan menindak tegas pelaku kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) dari 1 Agustus 2024 hingga 19 September 2024 sebanyak 18 lokasi karhutla telah disegel. Penyegelan lokasi karhutla seluas 3.119,8 Ha ini tersebar pada 8 lokasi konsesi perusahaan dan 10 lokasi kebun masyarakat. Lokasi penyegelan terbanyak di Kalimantan Barat dengan 8 lokasi karhutla disegel, selanjutnya Provinsi Riau 6 lokasi, Provinsi Sumatera Selatan 3 lokasi, dan Kalimantan Timur 1 lokasi.
Baca Juga: Gakkum KLHK Tetapkan Direktur PT GPB dan Manager PT ABL Sebagai Tersangka
Untuk memperkuat upaya pencegahan dan pengendalian karhutla, sebagai langkah siaga kebakaran hutan dan lahan, Gakkum KLHK telah mengawasi kepatuhan 10 perusahaan dengan perizinan berusaha pemanfaatan hutan dan perusahaan perkebunan yang tersebar di Provinsi Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sumatera Selatan, Lampung, Nanggroe Aceh Darussalam, dan Jambi. Pengawas Lingkungan Hidup Ditjen Gakkum KLHK memeriksa ketaatan perusahaan-perusahaan tersebut terhadap peraturan perundang-undangan terkait perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, khususnya poin-poin penaatan dalam penanggulangan karhutla.
Terhadap perusahaan-perusahaan yang tidak menaati peraturan untuk penanggulangan karhutla, antara lain tidak menyediakan sarana dan prasarana pengendalian karhutla, tidak memiliki menara api, dan regu pengendali karhutla akan dikenakan sanksi administrasi dan langkah hukum lebih lanjut.
Setiap pemegang konsesi memiliki kewajiban mutlak untuk menjaga konsesinya atas terjadinya karhutla, oleh karenanya semua pemegang perusahaan-perusahaan pemegang konsesi (konsesi hutan, perkebunan dan pertambangan) wajib meningkatkan upaya-upaya pencegahan dan pemandaman karhutla di area kerjanya.
Direktur Jenderal Gakkum KLHK, Rasio Ridho Sani, menyatakan penyegelan dan upaya-upaya hukum yang telah dilakukan harus menjadi perhatian bagi perusahaan dan masyarakat.
"Kami akan melakukan tindak tegas terhadap perusahaan dan masyarakat yang terbukti menyebabkan/melakukan karhutla, sudah banyak perusahaan dan masyarakat yang dihukum terkait karhutla. Pihaknya akan mengenakan seluruh instrumen penegakan hukum seperti pengenaan sanksi administrasi, penegakan hukum pidana, maupun perdata bagi perusahaan-perusahaan yang melanggar untuk memberikan efek jera agar tidak terjadi pelanggaran berulang. Kami tidak akan ragu untuk memberikan sanksi hukum kepada korporasi atau masyarakat yang terbukti terlibat dalam pembakaran hutan dan lahan,” jelas Rasio.
Baca Juga: Gakkum KLHK Tangkap Bos Perambah Kawasan Hutan SM Padang Sugihan
Lebih lanjut, Direktur Pencegahan dan Pengamanan LHK, Rudianto Saragih Napitu menyatakan bahwa menindaklanjuti arahan Ibu Menteri LHK untuk mewaspadai el nino, Ditjen Gakkum LHK terus memantau dan mengendalikan kejadian karhutla di seluruh wilayah Indonesia.
”Lokasi-lokasi yang telah disegel selanjutnya akan kami proses di Ditjen Gakkum LHK, baik melalui tindakan pengawasan, operasi, administrasi, pidana dan perdata, sesuai dengan temuan-temuan tim kami di lapangan”.
Lebih lanjut Rudianto juga menyatakan bahwa tim Ditjen Gakkum LHK terus siap siaga memantau titik api di seluruh Indonesia.
”Setiap hari tim kami memantau titik api dan memastikan penindakan cepat karhutla di seluruh Indonesia melalui kantor-kantor UPT kami”.
Baca Juga: Pemburu Harimau Sumatera di Desa Hutarimbaru SM Ditangkap
Kejadian karhutla di tahun 2024 dapat dikatakan tergolong lebih rendah apabila dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Hingga 19 September 2024, berdasarkan pantauan data hotspot dengan tingkat kepercayaan tinggi menggunakan satelit NASA-MODIS terdeteksi sebanyak 2.723 titik hotspot di seluruh wilayah Indonesia sepanjang tahun 2024.
Menggunakan parameter yang sama, pada tahun sebelumnya terdeteksi sebanyak 6.411 titik hotspot hingga bulan September 2023, terlebih apabila dibandingkan dengan tahun 2019 (71.317 titik hotspot) dan tahun 2015 saat kejadian Karhutla terparah (81.826 titik hotspot). Dengan semakin terkendalinya kejadian Karhutla, formulasi penyelesaian karhutla secara permanen semakin konkrit diwujudkan, yakni melalui kolaborasi parapihak dalam reaksi cepat monitoring dan pemadaman api di lapangan, pemanfaatan teknologi modifikasi cuaca, paralegal Karhutla serta konsistensi penegakan hukum terhadap pelaku Karhutla.
Pelaku karhutla terancam dikenakan sanksi berlapis baik administrasi, maupun perdata hingga pidana diatur dalam Pasal 78 ayat (3) jo Pasal 50 ayat (3) huruf d, UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah dalam Paragraf 4, Pasal 36 , Angka 19, Pasal 78 ayat (4) jo Angka 17, Pasal 50 ayat (2) huruf b UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang, dengan ancaman pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 7.500.000.000.00 (tujuh miliar lima ratus juta rupiah). Selain itu dapat dikenakan pidana berdasarkan Pasal 108 jo Pasal 69 ayat (1) huruf a dan/atau huruf h dan/atau Pasal 98 ayat (1), UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagaimana telah dibuah dalam Paragraf 3, Pasal 22 Angka 24, Pasal 69 ayat (1) huruf a dan/atau huruf h Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang, pelaku dihukum dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 10.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). Apabila karhutla dilakukan oleh Korporasi dapat dikenakan pidana tambahan berupa perampasan keuntungan dan perbaikan akibat tindak pidana (pemulihan lingkungan). (*)
Editor : Zainuddin Qodir