Hukum dan Syarat Onani / Masturbasi Menurut Islam

Reporter : -
Hukum dan Syarat Onani / Masturbasi Menurut Islam
Onani / Masturbasi

Setiap manusia normal, juga makhluk hidup lainnya, mempunyai nafsu dan syahwat serta kemampuan untuk mencari pemuasnya. Terutama bagi mereka yang muda dan berjiwa muda, syahwat merupakan bagian semangat hidup dan kehidupan. Lalu bagaimana Islam memberi tuntunan mengenai hal itu?

Mari kita perhatikan pesan Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam (SAW). Beliau Nabi Muhammad SAW menyampaikan pesan untuk muda-muda yang kasmaran.

"Hai sekalian pemuda, barangsiapa di antara kalian sudah memiliki kemampuan, segeralah menikah, karena menikah dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan. Dan barangsiapa yang belum sanggup menikah, berpuasalah, karena puasa akan menjadi benteng baginya." (HR Muttafaq 'alaih)

Hadits ini diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa'i, Ahmad, dan Ad-Darimi. Hadits ini bersumber dari sahabat Abdullah bin Mas'ud RA. Islam tidak mengingkari adanya cinta seorang manusia kepada lawan jenisnya. Hal itu adalah fitrah dan kebutuhan mendasar yang harus dipenuhi bila waktu pemenuhannya telah tiba. Hanya saja, demi terpeliharanya kehormatan dan harga diri manusia, Islam menyerukan agar pemenuhannya dilakukan dengan cara yang benar, yaitu lewat pernikahan.

Lewat hadits ini Rasulullah SAW menganjurkan para pemuda yang sudah berkemampuan untuk segera menikah. Mampu di sini bisa diartikan mampu secara fisik, keilmuan, mental, ataupun secara finansial. Rasul mencela orang yang hidup membujang ataupun yang menunda-nunda pernikahan karena alasan yang tidak syar'i, padahal ia sudah mampu.

Perihal Masturbasi atau Onani Di luar masalah pernikahan, pernahkah kita bertanya-tanya, apakah masurbasi atau onani boleh dilakukan dalam Islam? Lalu, seperti apa hukum masturbasi dalam Islam?

Menurut istilah bahasa Arab, masturbasi dikenal dengan istilah istimna', atau mengeluarkan air mani tanpa melalui senggama. Dalam bahasa sehari-hari, pada laki-laki dikenal dengan "onani", sedangkan pada perempuan dikenal dengan istilah "masturbasi", keduanya sama-sama dilakukan sendiri.

Masturbasi adalah tindakah pemuas syahwat dengan merangsang alat kelamin sendiri. Menurut penelitian yang dilakukan ahli seksologi, masturbasi jauh lebih banyak dilakukan oleh laki-laki, dibandingkan pada perempuan.

Hukum Masturbasi dalam Islam: Haram

Bagaimana sesungguhnya pandangan Islam soal masturbasi atau onani? Masturbasi atau onani adalah perbuatan yang tidak baik dan termasuk dosa besar karena syara'. Rasulullah SAW juga memperingatkan akan dampaknya pada penyakit-penyakit tubuh.

Dijelaskan juga, pada masa akan datang (hari kiamat) orang yang melakukan hal itu tangannya dalam keadaan hamil (diibaratkan tangannya terjima’ kemudian menjadi hamil) ketika orang itu belum bertaubat dari dosanya.

Orang yang melampaui batas dalam ayat tersebut dimaksudkan ada orang yang zhalim dan berlebih-lebihan. Karena Allah mengharamkan seorang yang bercumbu selain pada suami atau istrinya. Jika seseorang melakukan onani hanya untuk membangkitkan syahwat, hukum masturbasi dalam Islam adalah haram secara umum.

Karena dalam Al-Quran Allah Subhanahu wa-ta'ala (SWT) berfirman:

Artinya: “Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak-budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.” (QS Al Ma’arij: 29-31).

Alasan bahwa hukum masturbasi dalam Islam itu haram, karena kegiatan ini dapat mendorong pelakunya untuk selanjutnya melakukan hubungan seksual. Hal ini yang dicegah dalam Islam.

Hukum Darurat, Makruh

Di sisi lain, ada pendapat berbeda di kalangan ulama. Bila onani atau masturbasi dilakukan untuk menekan syahwat dan takut akan terjerumus zina, maka hukum masturbasi boleh secara umum, bahkan ada yang mengatakan wajib. Ini karena kondisinya berarti melakukan yang terlarang di saat darurat atau mengerjakan tindakan mudhorot yang lebih ringan.

Mayoritas ulama menilai bolehnya onani jika yang melakukan adalah pasangannya (istrinya), selama tidak dilakukan pada kondisi terlarang (yaitu seperti ketika puasa, i’tikaf atau saat berihram ketika haji dan umrah).

Namun, ada ulama lain yang mengatakan perilaku onani dari pasangan (istri) dinilai makruh. Dalam Kitab Nihayah Az Zain dan Fatawa Al-Qodi disebutkan:

“Seandainya seorang istri memainkan kemaluan suami dengan tangannya, hukumnya makruh, walau suami mengizinkan dan keluar mani. Seperti itu menyerupai perbuatan ‘azl (menumpahkan mani di luar kemaluan istri). Perbuatan ‘azl sendiri dinilai makruh.”

Sementara, pada Madzhab Imam Syafi’i, dijelaskan tidak boleh melakukan masturbasi meskipun khawatir terjadi perbuatan zina. Berbeda dengan Imam Ahmad yang memperbolehkan melakukan onani sebagai alternatif menghindari perbuatan zina. (*)

*) Source : Dakwa Pedia

Editor : Zainuddin Qodir