Pemicu Banjir di Kota Samarinda Menurut JATAM

Reporter : -
Pemicu Banjir di Kota Samarinda Menurut JATAM
Banjir di Kota Samarinda

Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Kalimantan Timur merilis pemicu banjir di Kota Samarinda. Dalam pernyataannya, JATAM menyebutkan jika banjir jadi komoditas di Samarinda.

Dari pernyataan JATAM, jualan kampanye dan pintu masuk proyek, menyebabkan rakyat Kota Samarinda kebanjiran. Sedangkan para elite cari cuan.

Baca Juga: Abdur Rahman, Penambang Ilegal di Desa Pandak Divonis 4 Bulan Penjara

JATAM dalam pernyataannya juga menyebutkan, banjir di Samarinda bukan cuma soal hujan deras, sungai pasang, atau karena "takdir". Banjir itu buatan, hasil dari kebijakan yang buruk dan kompromi tata ruang oleh elit politik.

“Kita sering dengar narasi ‘alam sedang murka’, padahal yang lebih akurat: kebijakan sedang rusak. Izin tambang di wilayah DAS (daerah aliran sungai), pembabatan hutan kota, tambang ilegal, bahkan Lubang tambang yang tidak direklamasi,” JATAM dalam pernyataannya.

Mau tahu kenapa Samarinda tenggelam tiap musim hujan? JATAM mengajak agar melihat ke belakang: Era otonomi daerah jadi ladang obral izin tambang. Dan hari ini, masyarakat Samarinda menanggung akibatnya.

Baca Juga: Tambang di Desa Banyutengah, Diduga Lahan yang Ditambang ialah TKD

Izin tambang di SamarindaIzin tambang di Samarinda

“Bukti rusaknya tata ruang Samarinda: Era otonomi daerah jadi ajang obral izin tambang. Hasilnya? 71% wilayah kota dikuasai tambang. Saat itu, IUP (izin usaha pertambangan) diterbitkan langsung oleh Bupati dan Wali Kota. Lonjakan penerbitan Izin Pertambangan lahir pada era kepemimpinan Walikota Samarinda, Achmad Amins - Syaharie Jaang. Periode pertama 2005 - 2010, periode kedua 2010 - 2015. Pada tahun 2005 hanya tercatat 38 perijinan dengan luas 20.323,1 hektar, dan dengan Brutal meningkat di tahun 2009 menjadi 76 perijinan dengan luas 50.742,76 hektar. Setara dengan 71.000 lapangan sepak bola berstandar FIFA,” ungkap JATAM.

Sementara Kota Samarinda hanya memiliki ruang terbuka hijau (RTH) atau hutan kota seluas 691,11 ha atau hanya 1,05 % dari luas kota. Celakanya lagi, salah Satu hutan Kota yang tersisa di Samarinda tak luput dari garukan penambang batubara.

Baca Juga: Kapolres Solok Selatan Bentuk Satgas Anti Ilegal Mining

Salah satu bukti bahwa klaim tahun 2026 Samarinda bebas tambang adalah hoax! Bahkan terdapat beberapa izin yang masa Operasinya hingga diatas tahun 2030.

Lubang tambang menganga di pinggir kota Samarinda tak direklamasi dan dipulihkan. Beberapa bahkan dekat sekolah dan pemukiman. Justru dana yang harus digunakan untuk upaya pemulihan Lingkungan di korupsi. Yang kehilangan akses ruang terbuka hijau bukan hanya air hujan, namun anak-anak di Kota Samarinda yang menjadi korban meninggal di lubang tambang sebanyak 26 korban di Samarinda selama tahun 2011 - 2024. Jangan heran kalau hari ini banjir makin parah. Kita sedang panen dari benih yang ditanam oleh pemimpin era obral izin tambang. Tanpa evaluasi total terhadap warisan IUP ini, janji ‘Samarinda Bebas Tambang’ hanya jadi slogan kampanye,” tegas JATAM. (*)

Editor : Syaiful Anwar