Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Badan Koordinasi Jambi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) bersama dengan masyarakat Desa Puding, Kecamatan Kumpeh, Kabupaten Muara Jambi, melakukan aksi demonstrasi di depan Markas Polda Jambi pada Senin siang, 30 Juni 2025. Sasaran demo ialah Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Jambi, Kombes Manang Soebeti “Pak Bray”.
Ada beberapa tuntutan yang diungkapkan pendemo dari Mahasiswa HMI Jambi. Diantaranya hentikan pemeriksaan dan penyelidikan kasus 7 orang warga Desa Puding, karena sudah terjadi kesepakatan perdamaian dan sudah dilakukan ganti rugi segala kerusakan Pelapor.
Baca juga: Misteri Nota Percakapan A 298
Kedua, segera tindaklanjuti laporan warga Desa Puding di Polda Jambi laporan terjadinya mafia tanah di Desa Puding. Dan segera tangkap dan sidik Kepala Desa Pulau Mentaro yang diduga salah satu mafia tanah milik warga Desa Puding.
Dalam orasinya, mahasiswa HMI Jambi menyebutkan jika Polda Jambi diduga tidak becus dalam menangani Pak Bray yang selaku oknum pemain di Provinsi Jambi.
“Dimana posisinya Bray,” kata mahasiwa HMI Jambi dalam orasinya.
Menanggapi aksi demo itu, Kombes Manang Soebeti atau akrab dipanggil Pak Bray berterima kasih atas aksi demo yang dilakukan mahasiwa HMI Jambi.
“Terima kasih sudah demo,” ucap Kombes Manang Soebeti, yang saat ini sudah dipindah jabatan di Mabes Polri sebagai Auditor Kepolisian Madya TK. III Itwasum Polri.
Kombes Manang Soebeti menjelaskan duduk perkara kasus yang dituntut pendemo dari HMI Jambi. Menurut mantan Dirres Narkoba Polda Riau tersebut, tuntutan pendemo dari HMI Jambi ada kaitannya dengan kasus dalam pasal 170 KUHP, yakni terhadap orang dan barang dengan korban sebanyak 15 sepeda motor dirusak oleh Terlapor.
“Demo mencari saya terkait permasalahan Desa Pulau Mentaro dengan Desa Puding. Dalam perkara itu, memang ada laporan dari masyarakat Desa Pulau Mentaro yang jadi korban penganiayaan dan pengrusakan terhadap beberapa kendaraan yang dimiliki oleh para Pelapor. Menurut surat pemberitahuan terkait demonstrasi tersebut mengatakan bahwa pihak masyarakat Desa Puding sudah ada perdamaian dengan masyarakat Desa Pulau Mentaro. Faktanya belum ada perdamaian,” jelas Kombes Manang Soebeti.
Baca juga: Mutasi Kapolri Terbaru, Ada Dirreskrimum Polda Jambi
Kemudian Kombes Manang Soebeti menunjukkan surat dari dari Kantor Advokat / Konsultasn Hukum Gerbang Indonesia tertanggal 19 Mei 2025 yang ditujukan ke Bupati Muaro Jambi, perihal jawaban atas pertemuan Timdu Kabupatan Muara Jambi.
Dijelaskan Kombes Manang Soebeti, dari pihak pengacara warga Desa Pulau Mentaro selaku Pelapor, belum ada menerima perdamaian dan belum ada kesepakatan terkait perdamaian itu. Makanya, perkara tersebut sampai saat ini masih berjalan atas pengrusakan beberapa kendaraan.
“Kami selaku penyidik akan bersikap profesional, objektif, tidak ada tebang pilih. Dan tentunya pekara itu harus sampai dengan selesai sampai ada kekuatan hukum yang tetap,” tegas Kombes Manang Soebeti.
Dari salinan surat Kantor Advokat / Konsultan Hukum Gerbang Indonesia yang ditandatangani oleh Sulton Anam selaku Konsultan Hukum dari Gerbang Indonesia, disebutkan bahwa Laporan Polisi LP/B/332/XI/2024/SPKT/Polda Jambi tanggal 11 November 2024 atas nama Pelapor Ade Darmawan, dkk., tentang dugaan tidak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 170 KUHP.
Berita acara hasil undangan Pemkab Muaro Jambi tanggal 29 April 2025 yang salah satu poinnya, Kepala Desa Pulau Mentaro meminta waktu untuk musyawarah untuk menjawab saran perdamaian atas laporan tersebut.
Baca juga: Sikap HMI Cabang Pamekasan di Pemilu 2024
Hasil pertemuan antara Pelapor dan tokoh masyarakat Desa Pulau Mentaro atas saran Timdu Pemkab Muaro Jambi untuk upaya perdamaian atas laporan tindak pidana menyebutkan, tidak adanya tindakan Terlapor untuk meminta maaf dan mengajukan perdamaian atas laporan aquo, yang justru meminta Pemkab Muaro Jambi membuat surat yang menyatakan telah ada perdamaian.
“Ini menunjukkan bahwa para warga Desa Puding yang telah dilaporkan oleh warga Desa Pulau Mentaro atas dugaan melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksuk pasal 170 KUHP tidak ada itikad baik dan tidak ada keinginan untuk meminta maaf serta menyesali perbuatannya,” sebut surat dari Kantor Advokat / Konsultan Hukum Gerbang Indonesia.
Disebutkan juga dalam isi surat tersebut, jika melihat Peraturan Kapolri nomor 8 tahun 2021 dan Peraturan Jaksa Agung nomor 15 tahun 2020 tentang Restorative Justice, bahwa perdamaian yang dapat dijadikan dasar Restorative Justice perdamaian yang melibatkan pelaku (terlapor), korban (pelapor), dan keluarga kedua belah pihak dengan syarat dan ketentuan disepakati oleh pelaku (terlapor), korban (pelapor), dan keluarga kedua belah pihak.
“Untuk itu, para Terlapor dan tokoh masyarakat Desa Pulau Mentaro mengambil sikap untuk tidak berkenan melakukan perdamaian dan tetap akan melanjutkan laporan pidana aquo sampai ada keputusan hukum yang tetap,” isi surat Kantor Advokat / Konsultan Hukum Gerbang Indonesia. (*anhar)
Editor : S. Anwar