Mengenal Pencucian Uang Gaya Kripto

Reporter : Redaksi
Kripto

Penggunaan mata uang virtual telah berkembang pesat sejak buku putih Bitcoin rilis pada tahun 2008 lalu. Tingginya tingkat anonimitas menarik perhatian penjahat untuk mencuci uangnya. Kasus Asabri jadi yang terbesar ditangani Jaksa.

Sempatkah Satoshi Nakamoto sepintas meramalkan seberapa besar kripto akan mengubah lanskap sistem keuangan konvensional saat ia mempublikasikan "Bitcoin White Paper" tertggl 31 Oktober 2008 silam?

Baca juga: Kasus Tom Lembong Menurut Pandangan Ahli

Dalam buku putih tersebut, Nakamoto--yang hingga kini belum diketahui persis sosoknya--menulis ihwal keberadaan mata uang virtual yang menggunakan rantaiblok (blockchain) alias pangkaldata berbasis kriptografi, berisikan teks sandi yang rumit sehingga hanya pihak tertentu yang tahu.

Sepanjang penelitiannya, kata dia, penggunaan kriptografi dalam mata uang kripto dapat mengamankan data transaksi karena melalui sejumlah proses verifikasi.

Kemudian dalam beberapa tahun saja sejak di pasaran buku putih tersebut meluncur, alat tukar kripto telah berkembang di seluruh layanan digital dunia.

Namun, karena mata uang kripto menyediakan tingkat anonimitas yang tinggi terhadap identitas sang pemilik, sehingga faktanya telah menarik perhatian para penjahat yang hendak mencuci uang dari hasil kegiatan terlarang mereka.

Dari tahun 2010-an hingga saat ini, tercatat peningkatan penggunaan mata uang kripto yang terus-menerus, termasuk di Tanah Air. Tapi ironisnya, justru di saat yang sama dokumen laporan adanya jumlah pencucian uang melalui kripto makin ke sini kian menumpuk di meja kerja Jaksa.

Sebut saja kasus Benny Tjokrosaputro, Jimmy Sutopo dan Heru Hidayat di PT Asabri. Perkara yang baru bergulir sekitar 4 tahun lalu ini disebut masuk bagian menjadi yang terbesar dalam kasus pencucian.

Baca juga: Polemik Kasus Tom Lembong, Politisasi atau Bukan?

Kala masih proses pemeriksaan, penyidik mendapati total kerugian negara hingga Rp 23,73 triliun. Adapun total keuntungan yang didapat Benny, Jimmy, Heru beserta tersangka lain dihitung Jaksa sebagai sumber kerugian negara tersebut.

Sebagian keuntungan hasil kejahatan itu, masing-masing terbukti telah dibelikan saham dengan menggunakan sejumlah keping bitcoin melalui PT Indodax Nasional Indonesia, platform penyedia layanan jual-beli aset kripto.

"Saham di dalam negeri yang mereka beli dengan bitcoin," ujar Febrie Adriansyah pada 21 April 2021 silam, sewaktu masih menjabat Dirdik Jampidsus Kejagung.

Usaha penyitaan aset bitcoin belakangan diketahui batal lantaran 3 akun mereka sudah dlm keadaan kosong.

Baca juga: Polemik Kasus Tom Lembong, Politisasi atau Bukan?

"Tersangka ini sudah tahu kalau bitcoin ini sedang diincar penyidik. Jadi mereka langsung kosongkan akun bitcoinnya."

Febrie menuturkan, modus mengelabui petugas dan penghilangan jejak kejahatan lewat pembelian bitcoin ini terbilang baru.

Demi menutup kerugian negara, hingga detik ini petugas secara keseluruhan telah menyita Rp 16,2 triliun dari tangan total 9 pelaku.  (*)

*) Source : Jaksapedia

Editor : Bambang Harianto

Peristiwa
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru