Opini
Sinar Mas Group dalam Pusaran Kasus Tipikor
Franky jadi orang terkaya ke-4 Republik Indonesia (RI). Sumber hartanya berasal dari bisnis Sinar Mas Group. Terbaru, Berau Coal Energy, anak bisnis Sinar Mas, tercatut menerima keuntungan diduga ilegal dalam pembelian solar non subsidi bermasalah di Pertamina.
Sepertinya, hari itu tak ada yang wajahnya sekecut Muhammad. Sudut mata dan bibir seorang Jaksa Penuntut itu melorot, batinnya terpukul menyimak gema palu yang diketuk Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk vonis Indrasari Wisnu Wardhana.
Persidangan bertarikh 4 Januari 2023 itu memutuskan Indrasari hanya bakal menjalani hukuman selama 3 tahun dan denda sebesar Rp 100 juta subsider 2 bulan kurungan. Vonis terhadap mantan Direktorat Jenderal (Dirjen) Perdaganga Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) ini dinilai tidak sesuai dengan rasa keadilan.
Ganjaran yang dijatuhkan Majelis persidangan itu terlalu rendah apabila dibanding dengan kerugian yang ditanggung negara, yang tercatat menyentuh Rp 18 triliun akibat perkara korupsi ekspor minyak kelapa sawit mentah periode Januari 2021-Maret 2022 tersebut.
"Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Agung dan Kejaksaan Negeri Pusat mengajukan permintaan banding," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung), yang kala itu masih dijabat Ketut Sumadena.
Upaya hukum yang diajukan Jaksa agar putusan pengadilan tingkat pertama diperiksa ulang itu memang ditolak Pengadilan Tinggi. Namun hukuman Indrasari akhirnya diperberat menjadi 8 tahun dan denda Rp 300 juta subsider 6 bulan penjara di persidangan Kasasi.
Indrasari pun sempat membikin pasang mata seisi ruang sidang terpicing sewaktu Jaksa membacakan surat dakwaan yang disusun dari pengakuannya pada berkas perkara.
Kepada penyidik, mantan Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) itu berterus terang dirinyalah yang memberi titah terhadap anak buahnya di Tim Verifikator agar mempercepat proses penerbitan surat izin ekspor bahan dasar minyak goreng yang diajukan beberapa produsen sawit.
Nama konglomerasi milik taipan Franky Oesman Widjaja, Sinar Mas Group, tercantum dalam daftar peminta perizinan ekspor itu.
Persetujuan ekspor disebut menubruk aturan, lantaran semua perusahaan pemohon teridentifikasi belum memenuhi kebijakan DMO (Domestic Market Obligation) atau kewajiban memasok kebutuhan minyak goreng dalam negeri sebesar 20�ri produksi mereka sebagai upaya mengontrol harga ketika itu.
Jaksa memperoleh petunjuk para produsen sawit, yang disinyalir tergiur tingginya harga di pasar internasional semasa itu, memberi pelicin agar Indrasari berkenan menerbitkan perizinan ekspor yang dibatasi pemerintah untuk menanggulangi kelangkaan yang mengerek harga minyak goreng naik.
Tercatutnya nama perusahaan Franky Oesman, yang merupakan anak ke-8 Eka Tjipta Widjaja—pendiri Sinar Mas Group—dalam kubangan "bisnis abu2" sejatinya bukanlah hal mengherankan. Sinar Mas punya segudang catatan negatif dalam dokumen sejumlah penegak hukum.
Katakanlah dalam perkara investasi bodong Jiwasraya, perusahaan asuransi jiwa milik negara. Enam tahun silam, Jaksa menetapkan PT Sinarmas Asset Management, unit usaha Sinar Mas, sebagai satu dari 13 tersangka korporasi klaster pencucian uang investasi abal-abal tersebut.
Petugas berhasil mengamankan fulus hasil kejahatan senilai Rp 77 miliar dari brankas Sinarmas Asset. Setahun sebelum perkara Jiwasraya bergulir di Kejaksaan, seorang petinggi di 2 unit bisnis Sinar Mas terciduk dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) bersama belasan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Tengah (Kalteng).
Yg ikut tertangkap basah oleh lembaga antirasiah Gedung Merah Putih itu adalah Edy Saputra Suradja, Wadirut PT Sinar Mas Agro Resources and Technology (SMART) Tbk sekaligus Direktur PT Bina Sawit Abadi Pratama (BAP).
Selama proses persidangan, Edy didakwa jaksa telah menyuap sejumlah anggota dewan disana sebesar Rp 240 juta supaya tidak diperkarakan dalam pemanfaatan lahan hutan. Kendati telah mengoperasikan lahan sejak tahun 2006, 2 anak usaha agribisnis Sinar Mas itu terindikasi tidak mempunyai Hak Guna Usaha (HGU) dan IPPH (Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan).
Masih di lembaga penegak yang sama, anak bisnis Sinar Mas kembali terseret kasus korupsi investasi fiktif senilai Rp 1 triliun di PT Taspen, Badan Usaha Milik Negara (BUMN ) jaminan sosial untuk Aparatur Sipil Negara (ASN). Akhir Agustus 2025 lalu, Indra Widjaja lagi-lagi mangkir tanpa alasan yang jelas ketika petugas Gedung Merah Putih hendak memeriksanya.
Komisaris Utama (Komut) PT Asuransi Jiwa Sinarmas dan PT AB Sinar Mas Multifinance itu total sudah 3x mengabaikan panggilan petugas Kejaksaan. Anak usaha Sinar Mas ini teridentifikasi memperoleh keuntungan ilegal sebagai broker investasi bodong tersebut.
Sayangnya, tidak semua perkara yang bertebaran disana-sini yang menyeret Sinar Mas dan entitas bisnisnya bisa diulas hanya di sebuah ruang yang terbatas.
Menjadi sumber penghasilan Franky Oesman Widjaja—yang menempati posisi ke-4 orang terkaya di Republik Indonesia dengan total hartanya yang menyentuh Rp 307,34 triliun, secara fakta konglomerasinya beroperasi dalam bisnis “abu-abu”, usaha dengan memanfaatkan celah regulasi yang acapkali menggunakan praktik yang tidak etis. (*)
*) Sumber : Jaksapedia
Editor : Bambang Harianto