Kepala Desa Banarankulon Divonis 1 Tahun 4 Bulan
Mujiono selaku Kepala Desa Banarankulon, Kecamatan Bagor, Kabupaten Nganjuk, beserta Darmaji (50 tahun) selaku Kepala Urusan (Kaur) Keuangan atau Bendahara Desa Banarankulon, dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi Dana Desa Banarankulon. Vonis bersalah tersebut mengemuka saat sidang pembacaan putusan yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya Jumat, 18 Juli 2025.
Sidang putusan tersebut dipimpin oleh Majelis Hakim, I Made Yuliada, dengan Jaksa Penuntut Umum, yaitu Sri Hani Susilo selaku Jaksa Fungsional Kejari Nganjuk.
Dalam amar putusannya, Majelis Hakim menyatakan bahwa kedua terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi terkait penyalahgunaan keuangan desa yang telah merugikan keuangan negara.
Darmaji selaku Bendahara Desa Banarankulon dijatuhi pidana penjara selama 1 tahun 10 bulan, denda sebesar Rp50.000.000,00 subsidiair 6 bulan kurungan, serta diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp162.860.000,00 subsidiair 8 bulan kurungan.
Sedangkan terdakwa Mujiono selaku Kepala Desa Banarankulon dijatuhi pidana penjara selama 1 tahun 4 bulan dan denda sebesar Rp50.000.000,00 subsidiair 2 bulan kurungan tanpa kewajiban uang pengganti. Selain itu, Mujiono juga dikenakan pidana denda.
“Menjatuhkan pidana tambahan kepada Terdakwa Mujiono untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp352.127.978,86. Oleh karena pada saat tahap Penyidikan Terdakwa telah melakukan penitipan atau pengembalian uang sejumlah Rp352.128.000,00 ke Kejaksaan Negeri Nganjuk, maka uang titipan sejumlah tersebut diperhitungkan sebagai pembayaran uang pengganti. Untuk itu memerintahkan kepada Jaksa untuk menyetorkan atau mengembalikannya ke Rekening Kas Desa Baranankulon, Kecamatan Bagor, Kabupaten Nganjuk,” kata Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tipikor Surabaya.
Keduanya terbukti melanggar Pasal 2 Ayat (1) Jo. Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Republik Indonesia (RI) nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Tuntutan
Sidang sebelumnya, Mujiono selaku Kepala Desa Banarankulon dituntut dengan pidana penjara selama 1,4 tahun dengan dikurangi selama Terdakwa berada dalam tahanan sementara dengan perintah Terdakwa tetap ditahan serta Pidana Denda sebesar Rp50.000.000 dengan ketentuan apabila terdakwa tidak mampu membayar pidana denda tersebut maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan. Mujiono juga dituntut membayar uang pengganti sejumlah Rp 352.127.978,86.
Untuk Terdakwa Darmaji bin Kusdianto, Jaksa menuntut dengan pidana penjara selama 1 tahun dan 10 bulan serta pidana denda sebesar Rp100.000.000,00 dengan ketentuan apabila terdakwa tidak mampu membayar pidana denda tersebut maka diganti dengan pidana kurungan selama 5 bulan.
“Membebankan kepada Terdakwa Darmaji Bin Kusdianto untuk membayar Uang Pengganti sebesar Rp162.860.000,” kata Jaksa dalam surat tuntutannya.
Dalam dakwaan yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum, Tersangka Darmaji selaku Bendahara Desa Banarankulon diduga telah merugikan keuangan negara sebesar Rp162.860.000,00.
Tersangka Mujiono selaku Kepala Desa Banarankulon diduga menyebabkan kerugian negara yang lebih besar, yaitu mencapai Rp337.352.896,64. Perbuatan kedua tersangka ini dinilai telah mencederai kepercayaan masyarakat terhadap pengelolaan dana desa yang seharusnya digunakan untuk pembangunan dan kesejahteraan warga.
Mujiono selaku Kepala Desa Banarankulon dan Darmaji yang sebelumnya menjabat sebagai Bendahara Desa Banarankulon pada tahun anggaran 2020–2022, ditetapkan tersangka oleh Kejaksaan Negeri Nganjuk.
Kepala Kejari Nganjuk, Ika Mauluddhina mengatakan, Darmaji diduga telah menyelewengkan dana sebesar Rp 162.860.000 yang seharusnya digunakan untuk program sertifikasi tanah kas desa pada tahun anggaran 2021. Alih-alih mengembalikan sisa anggaran yang tidak terpakai ke kas desa, Darmaji justru menggunakan dana tersebut untuk kepentingan pribadi, sehingga menghambat pelaksanaan program yang telah direncanakan.
Sama halnya dengan Mujiono. Ika Mauluddhina menjelaskan, Mujiono ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi penyalahgunaan Dana Desa Banarankulon tahun anggaran 2020 hingga 2023.
Berdasarkan hasil audit dari Kantor Akuntan Publik Nur Shodiq & Partners Surabaya, didapati bahwa perbuatan tersangka Mujiono mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp337.352.896. Kerugian negara ratusan juta itu didapat dari 19 kegiatan pembangunan, yang dalam pelaksanaan pembangunannya memiliki kekurangan volume
"19 kegiatan tersebut salah satunya adalah pembangunan sebuah pendopo (desa) yang dalam pelaksanaannya belum memiliki dokumen perencanaan dan dokumen teknis. Pendopo tersebut telah selesai dibangun pada pertengahan tahun 2022, namun pada tahun 2023, masih terdapat pencairan pembangunan pendopo, sehingga total pencairan untuk pembangunan pendopo sebesar Rp760.097.859. Sedangkan berdasarkan hasil audit, pembangunan pendopo hanya sebesar Rp621.936.488," ungkap Ika.
Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Nganjuk, Koko Roby Yahya, menambahkan bahwa untuk 18 kegiatan pembangunan lainnya, yang juga mengakibatkan kerugian negara, proyeknya dipegang sendiri oleh tersangka Mujiono.
"Baik dari pengelolaan anggaran hingga pelaksanaan kegiatan, baik pembelian bahan material hingga upah tukang, tanpa melibatkan perangkat desa lainnya, serta ditemukannya nota dan stempel yang fiktif dalam pelaporan pertanggungjawabannya," ucap Koko Roby Yahya.
Menurut Koko, uang hasil korupsi tersebut dipakai tersangka Mujiono untuk membeli sejumlah aset. Tersangka ditahan di rutan selama 20 hari, mulai 9 sampai dengan 28 Desember 2024.
Mengembalikan uang Korupsi
Setelah ditetapkan tersangka, Mujiono kemudian mengembalikan seluruh kerugian negara yang ditimbulkan akibat kasus korupsi penyalahgunaan Dana Desa senilai Rp 100 juta pada Selasa, 25 Februari 2025.
Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus, Yan Aswari, S.H., M.H. mengatakan bahwa tersangka juga telah menitipkan pengembalian kerugian sebesar Rp 200.000.000 pada tanggal 20 Desember 2024 dan Rp 52.127.978,86 pada tanggal 13 Februari 2025.
Dengan demikian, total pengembalian yang telah dilakukan oleh tersangka adalah sebesar Rp 352.127.978,86 dari total kerugian negara sebesar Rp 352.127.978,86. (*)
Editor : Bambang Harianto