Induk Bala PPDB

Reporter : -
Induk Bala PPDB
Proses belajar mengajar
advertorial

Induk Bala PPDB

 

Baca Juga: Guru SDN 167 Gresik Mengaku Ada Jasa Kolektif untuk Daftar PPDB SMPN

Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) menimbulkan banyak permasalahan tiap tahunnya. Korupsi salah satunya. Pada 11 Juli 2017, aturan PPDB terbit dan pertama kali dijalankan. Regulasi yang rilis dalam rupa Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) nomor 17 tahun 2017 tentang PPDB itu menyebutkan, tiap sekolah yang diselenggarakan Pemerintah Daerah (Pemda) wajib menerima siswa baru yang berdomisili di radius zona terdekat dari sekolah.

Minimal calon peserta didik yang diterima dari daerah bersangkutan berjumlah 90% dari keseluruhan. Radius zona terdekat ditetapkan Pemda sesuai dengan kondisi daerah setempat.

10%-nya, Pemda boleh menerima calon peserta didik dari luar zona yang sudah disepakati, asalkan dari 2 jalur. Pertama, dari jalur prestasi. Total kuotanya 5%. Jalur kedua ialah pindah domisili. Sama, jatahnya 5% dengan rute ini. Mudahnya, sistem ini disebut zonasi.

Catatan, regulasi itu tak berlaku untuk SMK negeri dan sekolah swasta. Komposisi dalam aturan itu disebutkan juga, alamat zonasi harus klop dengan kartu keluarga (KK) calon siswa.

Dalam pernyataan resmi Kemendikbud kala itu, dibuatnya PPDB dengan harapan tidak ada lagi pengotakan sekolah. Satu dipandang favorit, lainnya tidak. Tapi bukan regulasi itu titik masalahnya. Induk bala kekisruhan PPDB 2023 ialah Permendikbud nomor 1 tahun 2021.

Ubaid Matraji, Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menuturkan, aturan yang dirilis untuk merevisi Permendikbud nomor 17 tahun 2017 itu belum pernah ditinjau ulang hingga sekarang. Regulasi penerimaan siswa baru sejak 2 tahun lalu itu juga jadi acuan di daerah dan ditafsirkan berbeda oleh tiap Pemda.

Dampak yang timbul, regulasi itu punya aturan turunan yang berlainan di saban wilayah, bahkan tak sedikit satu sama lain berbenturan.

Masih menurut Ubaid, kegaduhan di banyak daerah menunjukkan bila Permendikbud nomor 1 tahun 2021 memang bermasalah. Beda cerita semisal cuma di satu-dua tempat, maka boleh jadi biang kerok masalah PPDB ada di pihak Pemda.

Baca Juga: Oknum Guru di SDN Wilayah Desa Cangkir Diduga Jadi Calo PPDB SMPN, Narik Biaya hingga Rp 5 Juta

Selama ini, telunjuk jari Mendikbudristek, Nadiem Makarim selalu diarahkan ke hidung Pemda menyusul muncul berulangnya ragam masalah PPDB. PPDB 2023 diketahui banyak menuai protes di sejumlah daerah.

Sebut saja di Jakarta. Di sini, satu di antara masalah yang ditemukan ialah pelaksanaan jalur prestasi. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Suara Orang Tua Peduli, yang diwakili anggotanya Rahmi Yuniarti, menyatakan ketidakjelasan definisi prestasi menimbulkan kesenjangan pengaturan skor prestasi.

Masalah lainnya, dalam temuan P2G, migrasi domisili dengan modus menitipkan nama calon siswa dalam KK kerabat/warga yang tinggal dekat dengan sekolah. Pemandangan ini jamak terjadi di daerah yang punya sekolah unggulan/favorit.

"Kasus seperti itu terjadi di Jateng, Jabar, DKI, Jatim, dan terbaru di Kota Bogor," ungkap Satriawan Salim, Koordinator P2G. 

Bukan cuma itu. Akibat sistem zonasi, karena berjubel pendaftar dan terbatasnya daya tampung, tak sedikit sekolah yang tak bisa menerima calon siswa.

Baca Juga: Kemendikbudristek Didesak Kembalikan Guru Swasta Lulus PPPK ke Sekolah Swasta Asal

Yang terjadi kemudian, banyak sekolah sepi peminat di satu pihak. Di Jateng seperti Magelang, Temanggung, Solo, Sleman Klaten, juga Batang ditemui kasus kekurangan siswa. Hal serupa juga dijumpai di Pangkal Pinang, Bangka Belitung.

Pada PPDB 2022, sebanyak 21 SMP negeri di Batang kekurangan siswa. Hingga akhir Juni 2023, sebanyak 12 SMP negeri di Jepara minim siswa baru pada PPDB 2023. Sama, di PPDB 2023, 3 SMA negeri di Yogyakarta sepi peminat, dan 99 SD negeri di Kabupaten Semarang juga demikian.

Persoalan lainnya ialah makin marak jual-beli kursi, siswa titipan, dan pungli sejak 3 tahun terakhir. Problem ini ditemui hampir di semua daerah.

Protes PPDB juga muncul dari lembaga pemerintah sendiri. Belakangan, sejumlah anggota DPR ramai-ramai mengoreksi sistem ini. Mewakili DPR RI, Wakil Ketua Komisi VII, Eddy Soeparno menuturkan, PPDB belum berdampak pada pemerataan akses dan mutu pendidikan. Padahal, lanjut Eddy, pendidikan berkualitas adalah hak tiap anak, sesuai amanah Pasal 31 UUD 1945 dan Pasal 34 Sistem Pendidikan Nasional. (dry)

 

Editor : Syaiful Anwar