Di Desa Punduttrate, Embung Digali Excavator, Tanahnya Dijual Dibuat Material Urug
Baru-baru ini, muncul kegiatan penggalian embung di kawasan Desa Punduttrate, Kecamatan Benjeng, Kabupaten Gresik. Bukan tentang galian embungnya supaya bisa menampung air saat musim hujan tiba, melainkan transaksi tanah galian embung yang dijadikan material urug.
Dalam mengeruk tanah embung di Desa Punduttrate tersebut, pelaku usaha menggunakan excavator jenis PC 200. Usai dikeruk, tanah embung dimuat dan diangkut oleh puluhan dump truk kapasitas 8 sampai 10 kubik (m3). Tujuannya ke Dusun Petis, Desa Petisbenem, Kecamatan Duduksampeyan, Kabupaten Gresik.
Baca Juga: Tanah dari Tambang Ilegal Jadi Bahan Urug Perumahan
Umumnya, harga tanah embung untuk bahan urug diperjualbelikan tiap kubik kurang lebih Rp 70.000. Jika dalam satu dump truk bisa angkut 8 kubik, maka dalam satu rit (sekali angkut) mencapai Rp 560.000. Sehari, ditaksir bisa mengangkut puluhan hingga ratusan rit.
Embung yang digali di Desa Punduttrate
Transaksi tersebut bernilai cukup fantastis, dan ironinya tidak ada yang masuk ke PNPB (Penerimaan Negara Bukan Pajak) Sumber Daya Alam (SDA) dari pertambangan non minyak bumi dan gas alam. Hal tersebut disebabkan kegiatan usaha penggalian tanah embung tersebut tidak dilengkapi perizinan usaha sebagaimana diatur dalam Undang – Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 3 tahun 2020 tentang perubahan atas Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba), sebagaimana yang telah diubah dengan Undang – Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang – Undang.
Agus Subakti dari Komunitas Rakyat Anti Korupsi menilai, pelaku diduga melakukan kegiatan usaha penggalian tanah dan masuk kategori penambangan tanpa izin dari Pemerintah Pusat yang tidak memiliki izin usaha pertambangan (IUP), IUP Khusus, IUPK sebagai kelanjutan operasi perjanjian, izin pertambangan rakyat (IPR), izin penugasan, izin pengangkutan dan penjualan, Izin Usaha Jasa Pertambangan (IUJP), dan IUP untuk penjualan. Jadi tidak mengherankan apabila PAD (pendapatan asli daerah) Kabupaten Gresik bocor diakibatkan banyaknya kegiatan penambangan ilegal.
Baca Juga: Tambang Galian C Ilegal di Desa Punduttrate Kembali Beroperasi
Dijelaskan Agus, di tahun 2022, PAD Kabupaten Gresik mencapai Rp 1.191.799.202.154 atau 86,26 % dari target. PAD bersumber dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kakayaan daerah, dan lain-lain PAD yang sah. Dari total PAD tersebut, pajak mineral bukan logam dan batuan sebesar Rp 2.251.649.925.
Dijelaskan Agus, pencapaian pajak mineral bukan logam dan batuan jauh dari target pendapatan yang ditentukan, yakni Rp 8 miliar atau 28,15%. Hal itu disebabkan karena pelaku usaha yang tidak punya izin serta belum maksimalnya pengawasan lapangan membuat realisasi pajak tersebut jauh dari target yang ditetapkan.
"Dampak lingkungan besar tapi PAD rendah. Jika UU RI Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah diterapkan, kami yakin PAD Gresik dari sektor minerba akan tercapai. Perlu diterapkan juga Perda (Peraturan Daerah) Kabupaten Gresik Nomor 2 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah. Disitu ditentukan bahwa Tarif Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan ditetapkan sebesar 25%. Sedangkan jika ilegal, itu tak berlaku. PAD bocor," ucap Agus.
Baca Juga: Dibayar Receh Jadi Motif Azis Membacok Tetangganya di Desa Punduttrate
Untuk itu, Agus berharap ada pengawasan dan penertiban dari Satpol PP (Satuan Polisi Pamong Praja) terhadap usaha galian c ilegal. Demikian pula dengan aparat penegak hukum, harus tegas supaya tidak ada lagi kebocoran PNBP.
"Galian c ilegal bukan hanya tentang kerusakan lingkungan dan ekosistem, tapi juga ada pendapatan yang seharusnya diterima negara tapi bocor," jelasnya. (rif)
Editor : Syaiful Anwar