Ilmu Membunuh Naga

Reporter : -
Ilmu Membunuh Naga
Ilustrasi naga
advertorial

Dulu waktu masih menjalani pendidikan salah seorang guru sering berkata, “Jangan belajar ilmu membunuh naga.” 

Konon ilmu membunuh naga adalah ilmu yang tertinggi di dunia persilatan. Hanya para begawan yang bisa menguasainya. 

Baca Juga: KOMPAK Adakan Dialog Nasional Tentang Pembangunan Kesehatan Indonesia

Kalaupun mau mempelajarinya harus mencil di pedalaman pegunungan menjalani tapa brata dan latihan yang luar biasa beratnya. Berat, dan butuh  waktu panjang untuk menguasai ilmunya. 

Nah, setelah bertahun-tahun belajar ekstra keras dan balik ke kampung, baru nyadar ternyata naga itu sebenarnya tidak ada. Naga itu hanya makhluk mitikal  dalam mitos… 

Moral storynya belajar jangan ketinggian sementara yang dasar belum dikuasai. Bisa sia-sia saja belajar seperti itu, seperti sia-sianya belajar membunuh naga padahal naganya tidak ada.  

Memang di kalangan residen selalu saja ada yang menguasai biomolekuler penyembuhan fraktur, metalurgi dan fabrikasi implant, sementara pasang bidai saja tidak becus.

Saat ini ada lagi yang belajar ilmu membunuh naga, ngurusin genom sementara obat TB,  obat kusta sudah lama menghilang dari pasaran dan masih gagal restok kembali sementara demand  pasien jalan terus. 

TB dan kusta adalah problem purba yang seharusnya sudah dikuasai  penatalaksanaannya.

Baca Juga: IDI Dan Universitas Syiah Kuala Berikan Beasiswa Pendidikan untuk Mahasiswa Palestina

Difteri meningkat prevalensinya padahal dengan vaksinasi yang baik harusnya  sudah lama punah dari bumi Nusantara. Dan yang baru-baru ini, rabies banyak lagi kasusnya, mortalitasnya tinggi pula. 

Most recent, kasus antraks sampai 87 kasus dengan korban meninggal. 

87 kasus, padahal satu kasus saja sudah masuk kategori KLB yang butuh ekstra perhatian dari semua  pihak, terutama yang sedang belajar ilmu membunuh naga. Ini semua problem nyata, problem dasar  kesehatan bangsa. 

Harusnya dibereskan dulu sebelum ngurusin genom. Jangan keburu belajar  metalurgi implant sementara pasang bidai saja belum bisa. 

Baca Juga: IDI Siagakan Dokter untuk Penanganan Korban Bencana Erupsi Gunung Marapi

“Jangan belajar ilmu membunuh naga,”  

pesan bijak guru saya.  

*) Penulis : dr.Erry Yunus, Sp. OT (Aktivis Dokter Indonesia Bersatu)

Editor : Syaiful Anwar