Kisah Gareng & Petruk yang Lucu, Satir, dan Sarat Makna

Dua Hati Garuda

Reporter : -
Dua Hati Garuda
Tokoh pewayangan

Alkisah, di atas cakrawala Nusantara, Garuda duduk termangu di puncak gunung, sayapnya mengembang tapi enggan terbang. Dadanya sesak, jiwanya galau. Dua hati berdegup di sana—satu berbisik tentang keadilan, satu lagi merayu dengan kemewahan.

Tiba-tiba, muncullah dua sosok nyeleneh: Gareng dan Petruk, dua pendekar koplak yang selalu hadir di saat bangsa ini butuh cermin.

Gareng, dengan muka ditekuk seperti tahu basi, menatap Garuda.

"Lho, Garuda! Kok lungkrah gitu? Tumben nggak gagah perkasa!"

Petruk, dengan hidungnya yang panjang seperti janji politikus, menimpali.

"Pasti lagi galau, Gareng! Lha wong rakyatnya aja bingung, apalagi simbol negaranya!"

Garuda menghela napas panjang.

"Aku bingung, Rek! Aku ini lambang kebanggaan bangsa, tapi kenapa rasanya aku ditarik-tarik ke sana ke mari? Satu pihak meminta aku tetap setia pada rakyat, satu pihak meminta aku tunduk pada oligarki dan konglomerat!"

Gareng melipat tangannya.

"Hmmm... Ini pilihan yang sulit. Satu jalannya berbatu tapi benar, satu lagi jalannya mulus beraspal tapi jebakan!"

Petruk nyengir.

"Yang pertama itu jalannya rakyat, yang kedua itu jalannya koruptor, Gareng!"

Garuda mengangguk.

"Dulu, aku yakin hatiku cuma satu: hati rakyat. Tapi sekarang, ada yang mencoba menyusupkan hati lain, hati yang bicara soal kekuasaan, kemewahan, dan jabatan! Apakah aku harus memilih madu yang manis tapi bikin kecanduan, atau tetap tegak dengan kejujuran meskipun pahit?"

Gareng dan Petruk berpandangan.

Gareng maju duluan.

"Garuda, dengarkan aku! Kalau kamu ikut mereka yang serakah, kamu bakal jadi simbol boneka! Dipajang di kantor, di gedung-gedung megah, tapi tak punya nyawa! Rakyat akan melihatmu bukan sebagai lambang perjuangan, tapi cuma pajangan!"

Petruk ikut nimbrung.

"Tapi kalau kamu tetap di jalur rakyat, ya siap-siap dikuyo-kuyo! Diancam, disingkirkan, dituduh radikal! Bahkan mungkin ada yang bilang kamu kudeta! Lha wong zaman sekarang, yang benar bisa disalahkan, yang salah malah dibenarkan!"

Garuda semakin bingung.

"Terus aku harus bagaimana?"

Gareng tersenyum, matanya berbinar.

"Kembali ke hatimu yang pertama, Garuda! Yang asli! Yang sejak dulu ada di dada rakyat! Lihatlah petani yang berjuang di sawah, buruh yang berpeluh di pabrik, nelayan yang melawan ombak. Itulah hatimu yang sejati!"

Petruk mengangguk.

"Jangan biarkan hatimu dirusak oleh mereka yang cuma ingin menghisap negeri ini! Kalau Garuda kehilangan hati rakyat, nanti yang tersisa cuma burung dalam sangkar emas, yang bisa disuruh bernyanyi sesuai kemauan majikannya!"

Garuda terdiam sejenak. Lalu, ia berdiri. Sayapnya mengembang dengan megah.

"Kalian benar, Gareng, Petruk! Aku harus memilih! Dan aku memilih rakyat! Karena aku bukan Garuda sang peliharaan, aku adalah Garuda yang terbang bebas!"

Gareng dan Petruk bersorak.

"Merdeka! Garuda masih punya hati! Meskipun banyak yang mencoba mematahkannya!"

Dari kejauhan, terdengar suara gemuruh rakyat, menyanyikan lagu kebangsaan dengan lantang. Garuda pun terbang tinggi, menembus langit, membawa harapan yang sempat redup.

Tapi di bawah sana, di balik gedung-gedung megah, ada yang mulai gusar.

"Garuda sudah memilih... apakah kita siap melawannya?"

(— Tamat —)

---

Cerita ini menggambarkan dilema bangsa, di mana Garuda harus memilih: tetap setia kepada rakyat atau tunduk pada oligarki. Pilihan yang sulit, tapi pada akhirnya, hanya dengan hati rakyat, Garuda bisa terbang bebas.

Kisah ini kami tujukan untuk Presiden Kami Tercinta Bapak Prabowo Subianto.

Kami Rindu Garuda Terbang Tinggi Kembali, kami rindu Garuda yang punya hati

Kami Pasukan 08 akan setia menjadi angin dibawah sayap Garuda

Editor : Syaiful Anwar