Munir Said Thalib : Dibunuh dengan Racun Arsenik hingga Dikirimi Bangkai Ayam

Reporter : -
Munir Said Thalib : Dibunuh dengan Racun Arsenik hingga Dikirimi Bangkai Ayam
Munir Said Thalib

Seorang aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) paling vokal di negeri ini tewas mengenaskan dalam penerbangan ke Amsterdam, Belanda. Munir Said Thalib, yang berani membongkar pelanggaran HAM oleh militer, diracun dengan arsenik zat mematikan yang membuatnya muntah dan kesakitan hingga akhirnya meninggal. Kasusnya penuh kejanggalan.

Seorang pilot Garuda Indonesia yang tiba-tiba mendapat surat tugas misterius, panggilan mencurigakan ke pejabat intelijen, hingga teror berupa bangkai ayam yang dikirim ke keluarganya. Dua dekade berlalu, dalang di balik pembunuhan ini masih berkeliaran bebas. Bagaimana seorang pejuang HAM bisa dibungkam begitu saja?

Baca Juga: Kasus Munir: Misteri yang Belum Terpecahkan

Munir Said Thalib (8 Desember 1965 – 7 zSeptember 2004) adalah seorang aktivis hak asasi manusia (HAM) terkemuka di Indonesia. Ia dikenal sebagai pendiri Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) dan penerima Right Livelihood Award pada tahun 2000.

Munir vokal dalam mengkritik militer Indonesia atas dugaan pelanggaran HAM di wilayah seperti Timor Timur, Papua, dan Aceh. Ia juga menuduh militer terlibat dalam jaringan kriminal, termasuk eksploitasi ilegal sumber daya alam dan penyelundupan narkoba.

Sebagai advokat HAM, Munir banyak menangani kasus-kasus penghilangan paksa dan kekerasan negara terhadap aktivis serta masyarakat sipil.

Sebelum mendirikan KontraS, ia aktif di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, di mana ia terlibat dalam advokasi korban penculikan aktivis pada akhir Orde Baru. Perjuangannya membuatnya sering menerima ancaman, namun ia tetap gigih dalam membela keadilan.

Pada 7 September 2004, Munir meninggal dunia dalam penerbangan dari Jakarta ke Amsterdam setelah diracun dengan arsenik. Investigasi mengungkapkan adanya keterlibatan pihak tertentu dalam pembunuhannya, namun hingga kini kasusnya masih menyisakan banyak tanda tanya.

Kematian Munir menjadi simbol perjuangan bagi kebebasan berekspresi dan hak asasi manusia di Indonesia, menginspirasi banyak aktivis untuk melanjutkan perjuangannya.

Keterlibatan beberapa kasus dengan aksi munir:

1. Penculikan Aktivis 1998

Munir aktif dalam Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), yang mendampingi keluarga korban penculikan aktivis oleh Tim Mawar Kopassus.

2. Penembakan Mahasiswa Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi II

Munir dan KontraS terlibat dalam advokasi untuk mengungkap keterlibatan aparat keamanan dalam penembakan mahasiswa pada peristiwa tersebut.

3. Timor-Timur (1999)

Munir melalui KontraS juga berperan dalam mendokumentasikan pelanggaran HAM yang dilakukan militer selama referendum Timor Timur.

4. Talangsari (1989) & Tanjung Priok (1984)

Munir dan KontraS turut serta memperjuangkan keadilan bagi korban dalam kedua peristiwa tersebut dengan mendorong proses hukum bagi pelaku. Munir terus memperjuangkan keadilan bagi korban pelanggaran HAM hingga akhirnya dibunuh dengan racun arsenik pada tahun 2004 dalam perjalanan menuju Belanda.

Kronologi Pembunuhan

- 6 September 2004:

Munir berangkat pada 6 September 2004 malam, diantar oleh istri tercinta Suciwati serta rekan-rekan Imparsial dan KontraS. Munir terlihat sehat dan ceria seperti biasanya, dengan candaan khas yang kerap membuat suasana hangat.

Selama menunggu keberangkatan, Munir dan Suciwati sempat makan dan minum di Dunkin Donut’s sebelum berpisah saat waktu boarding tiba. Saat memasuki koridor pesawat, Pollycarpus Budihari Priyanto, seorang crew Garuda Indonesia yang bertugas sebagai extra crew/aviation security, menghampiri Munir dan berbincang dengannya.

Pollycarpus menawarkan Munir untuk duduk di kursi bisnis kelas, namun tawaran ini awalnya ditolak karena Munir merasa tidak enak hati. Akhirnya, Munir menerima tawaran tersebut dan menempati kursi 3K di bisnis kelas.

Pesawat Garuda yang ditumpangi Munir berangkat pukul 21.55. Selama perjalanan dari Jakarta ke Singapura, Munir menikmati hidangan penerbangan berupa jus jeruk, mi, dan irisan buah segar.

Baca Juga: Terungkap Keterlibatan Oknum Aparat hingga Ormas di Kasus Kematian Wartawan Tribrata TV

- 7 September 2004

Pada pukul 00.40 Pesawat tiba di Bandara Changi, Singapura, waktu setempat dan transit selama satu jam sepuluh menit sebelum melanjutkan perjalanan ke Amsterdam pada pukul 01.50. Dalam perjalanan dari Singapura ke Amsterdam, Munir kembali duduk di kelas ekonomi pada kursi 40G.

Sekitar 40 menit setelah lepas landas, Munir menuju toilet. Dua jam kemudian, ia mendatangi pramugara Bondan Hernawa dan mengeluhkan sakit, meminta untuk bertemu dokter Tarmizi yang duduk di kelas bisnis.

Bondan Hernawa dan Madjib Nasution mendatangi dokter Tarmizi, namun dokter sedang tidur pulas, sehingga Madjib meminta Munir untuk membangunkannya. Setelah bertemu, Munir mengaku telah muntah dan buang air besar enam kali.

Dokter Tarmizi memberikan penanganan dan memindahkan Munir ke kursi nomor 4 di bisnis kelas agar lebih dekat dengan pengawasan. Meski telah diberikan obat diare, susu, dan air garam, kondisi Munir tidak membaik dan terus muntah. Beberapa jam kemudian, dokter kembali memberikan minuman yang langsung dimuntahkan oleh Munir. Dokter Tarmizi akhirnya memberikan suntikan yang membuat Munir lebih tenang.

Pada Selasa, 7 September 2004, sekitar pukul 04.05 UTC di atas wilayah Rumania, atau pukul 08.00 waktu setempat, dua jam sebelum mendarat di Bandara Schiphol, Amsterdam, Munir dinyatakan meninggal dunia.

- 12 November 2004

Hasil otopsi dari Institut Forensik Belanda mengungkapkan bahwa Munir meninggal akibat keracunan arsenik dengan dosis hampir tiga kali lipat dari yang mematikan.

- 23 Desember 2004

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membentuk Tim Pencari Fakta (TPF) untuk menyelidiki kasus pembunuhan Munir.

- 18 Maret 2005

Pollycarpus Budihari Priyanto, pilot Garuda Indonesia, ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan oleh Mabes Polri.

9 Agustus 2005

Sidang perdana kasus pembunuhan Munir dengan terdakwa Pollycarpus digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

- 3 Oktober 2006

Mahkamah Agung membatalkan vonis terhadap Pollycarpus, menyatakan bukti tidak cukup, dan membebaskannya.

- 19 Juni 2008

Muchdi Purwopranjono, Deputi V Badan Intelijen Negara (BIN), ditetapkan sebagai tersangka atas keterlibatannya dalam kasus pembunuhan Munir.

- 31 Desember 2008

Muchdi dibebaskan oleh Pengadilan Jakarta Selatan setelah dinyatakan tidak bersalah.

- 2018: Pollycarpus dinyatakan bebas murni setelah menerima beberapa kali remisi.

- 2020: Pollycarpus meninggal dunia karena Covid-19.

*) Source : enzo (X : @dbuaya)

Editor : Bambang Harianto