Indonesia Perlu Vaksin untuk Percepat Eliminasi Tuberkulosis 2050

Reporter : -
Indonesia Perlu Vaksin untuk Percepat Eliminasi Tuberkulosis 2050
Staf RSUD Sungai Lilin memperingati hari tuberkulosis

Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah kesehatan global yang signifikan, termasuk di Indonesia. Menurut Global Tuberculosis Report 2024 yang diterbitkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pada tahun 2023 terdapat sekitar 10,8 juta kasus baru Tuberkulosis di dunia, dengan 1,25 juta kematian akibat penyakit ini. Meskipun terjadi sedikit penurunan dari tahun sebelumnya, Tuberkulosis tetap menjadi penyebab utama kematian akibat penyakit menular secara global.  

Indonesia berada di peringkat kedua dengan jumlah kasus Tuberkulosis terbanyak di dunia, menyumbang sekitar 10% dari total kasus global. Pada tahun 2023, terdapat sekitar 1.090.000 kasus baru Tuberkulosis di Indonesia dengan angka kematian mencapai 130.000 jiwa, atau sekitar 17 kematian setiap jam.  

Baca Juga: Kajian Dampak Pandemi COVID-19 terhadap Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia

Tuberkulosis adalah penyakit yang telah dikenal sejak zaman dahulu, bahkan teridentifikasi dari temuan lesi Tuberkulosis di mumi. Bakteri penyebab Tuberkulosis, Mycobacterium tuberculosis, pertama kali ditemukan oleh Robert Koch pada tahun 1882. Meskipun berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasi Tuberkulosis, termasuk pengembangan vaksin BCG pada tahun 1921 dan obat-obatan sejak tahun 1940-an, penyakit ini masih menjadi ancaman kesehatan global.  

Prof. DR. Dr. Erlina Burhan, Sp.P (K), Peneliti Nasional Vaksin Tuberkulosis, menjelaskan, “Tuberkulosis adalah penyakit kuno yang masih ada hingga kini. Meskipun vaksin BCG telah digunakan selama lebih dari satu abad, efektivitasnya dalam mencegah Tuberkulosis paru pada remaja dan dewasa masih terbatas. Ini menjelaskan mengapa Tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan meskipun cakupan imunisasi BCG di Indonesia cukup tinggi.”  

Mayoritas anak di Indonesia menerima vaksin BCG setelah lahir sebagai bagian dari program imunisasi nasional. Namun, vaksin ini hanya efektif mencegah bentuk Tuberkulosis berat pada anak-anak, bukan pada remaja dan dewasa. Oleh karena itu, diperlukan vaksin Tuberkulosis baru yang lebih efektif dalam memberikan perlindungan terhadap populasi yang lebih luas.  

Saat ini, vaksin kandidat M72/AS01E sedang menjalani uji klinis fase 3 yang dimulai pada Maret 2024. Uji coba ini berlangsung di lima negara, termasuk Indonesia, dengan melibatkan hingga 20.000 peserta, termasuk individu dengan HIV. Jika berhasil, M72/AS01E bisa menjadi vaksin pertama dalam lebih dari satu abad yang mencegah TB paru pada remaja dan dewasa.  

“Vaksin M72/AS01E telah menunjukkan perlindungan sekitar 50% dalam uji klinis fase 2b selama tiga tahun pada orang dewasa yang terinfeksi Mycobacterium tuberculosis. WHO memperkirakan bahwa dalam jangka waktu 25 tahun, tingkat perlindungan ini dapat menyelamatkan 8,5 juta jiwa, mencegah 76 juta kasus baru Tuberkulosis, dan menghemat biaya sebesar USD 41,5 miliar bagi rumah tangga yang terdampak Tuberkulosis,” tambah Prof. Erlina. 

Sejak tahun 2022, Indonesia menjadi salah satu lokasi utama dalam uji klinis fase 3 vaksin M72/AS01E. Hingga Maret 2025, jumlah subjek yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini di Indonesia hampir mencapai 2.000 orang. Ini menunjukkan komitmen kuat Indonesia dalam mendukung inovasi dan penelitian untuk menemukan solusi yang lebih efektif dalam memerangi Tuberkulosis.  

Meski demikian, keberhasilan vaksin tidak hanya diukur dari efektivitasnya dalam uji klinis, tetapi juga dari kemampuannya menjangkau dan diterima oleh masyarakat luas. Prof. Erlina menekankan empat aspek penting yang perlu diperhatikan:  

1. Ketersediaan : Vaksin harus tersedia dalam jumlah yang cukup dan berkelanjutan.  

2. Aksesibilitas : Vaksin harus dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat, termasuk kelompok rentan.  

3. Keterjangkauan: Biaya vaksinasi tidak boleh menjadi penghalang.  

4. Penerimaan Masyarakat : Edukasi dan komunikasi risiko yang tepat sangat penting untuk memastikan masyarakat memahami manfaat vaksin.  

Dengan meningkatnya beban Tuberkulosis di Indonesia, upaya untuk mengembangkan vaksin yang lebih efektif harus didukung oleh berbagai pihak, termasuk pemerintah, tenaga kesehatan, peneliti, serta masyarakat luas. Vaksin M72/AS01E memberikan harapan baru dalam pencegahan Tuberkulosis, sehingga memerlukan waktu dan dukungan agar dapat tersedia untuk masyarakat yang membutuhkan.  

“Kami mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk terus mendukung penelitian dan pengembangan vaksin Tuberkulosis, serta meningkatkan kesadaran akan pentingnya pencegahan, deteksi dini, dan pengobatan Tuberkulosis. Dengan kerja sama yang erat, kita dapat mewujudkan target eliminasi Tuberkulosis pada tahun 2050 dan menciptakan masa depan yang bebas dari penyakit ini,” tutup Prof. Erlina. 

Di lain tempat, pada Senin, 24 maret 2025, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sungai Lilin melakukan penyuluhan dalam rangka memperingati hari tuberkulosis (TBC) sedunia, dengan tema gerakan indonesia akhiri tuberkulosis dengan komitmen dan aksi nyata.

Penyuluhan dilakukan untuk mengingatkan pentingnya pencegahan, pengobatan, dan dukungan bagi mereka yang terkena tuberkulosis. Dan mencapai dunia yang lebih sehat.

Materi kali ini disampaikan oleh dr. Antoni, Sp. PD, dr. Alind Praditya Racha Chyntia, dr. Dzaki Muhammad, dan Tuta Febianti, A. Md. Kep. Adapun materi yang disampaikan diantaranya, yaitu latar belakang tuberculosis, data kasus tuberculosis, cara penularan tuberculosis, siapa saja yg beresiko terkena tuberculosis, faktor yg mempengaruhi penularan, gejala, alur pemeriksaan, cara pengobatan, cara pencegahan penularan, atika batuk, dan gerakan TOSS tuberculosis. (*)

Editor : Zainuddin Qodir