Sulitnya memberantas tambang ilegal di wilayah Kecamatan Panceng, Kabupaten Gresik, tidak lepas dari campur tangan beberapa nama yang disebut dekat penguasa di Pemerintahan Kabupaten Gresik. Campur tangan yang dimaksud mulai adanya “izin” kepada Polres, Polda, hingga oknum penegak hukum lainnya.
Jadi, tidak heran apabila keberadaan tambang ilegal di wilayah Kecamatan Panceng menjadi persoalan dilematis, yang kegiatannya berdampak buruk terhadap lingkungan, baik berpotensi longsor, banjir, dan mengurangi tingkat kesuburan tanah. Terlebih, jika lokasi tambang berada dekat dengan objek vital nasional seperti yang tampak di Kecamatan Panceng.
Baca juga: Komplotan Perusak Lingkungan di Kecamatan Panceng Divonis Ringan
Maka, absah saja jika publik menilai maraknya tambang ilegal di wilayah Kecamatan Panceng sebagai salah satu contoh lemahnya fungsi penegakan hukum di Kabupaten Gresik. Dari Polres Gresik, Kejari Gresik, hingga Satuan Polisi Pamong Praja (PP), seolah tak berdaya menghadapi para terduga pelaku tambang ilegal, yang santer disebut berada di lingkaran kekuasan di Kabupaten Gresik.
Dari hasil telusur yang dilakukan oleh Redaksi Lintasperkoro.com bersama dengan Aliansi Wartawan dan LSM Gresik Selatan (WaGs) di wilayah Kecamatan Panceng selama beberapa hari ini, dan terakhir pada Selasa (7/11/2023), terdapat beberapa lokasi tambang yang beraktivitas. Luasannya berkisar hingga 39 hektar yang terbagi di 3 desa, yaitu Desa Ketanen (± 21 ha), Desa Banyutengah (± 11 ha), dan Desa Pantenan (± 7 ha).
Informasi yang dihimpun Lintasperkoro.com, di lokasi tambang galian C tersebut, terdapat enam penambang yang beroperasi dengan puluhan alat berat salah satunya yang memiliki adalah keluarga orang nomor satu di Kabupaten Gresik.
Indikasi kuat adanya keterlibatan orang dekat penguasa di Pemerintahan Kabupaten Gresik ialah dump truk kapasitas besar yang digunakan untuk mengangkut material tambang. Sejumlah dump truk itu tampak berjejer menunggu antrian untuk muat tanah urug.
Ironisnya, lahan yang digali merupakan Tanah Negara, yang aktivitas penambangan izinnya sudah tidak berlaku. Tanah negara tersebut digali terus menerus sampai mengalami kerusakan alam yang parah, bahkan sampai keluar air dari dalam tanah dan dapat mengakibatkan sumber air di beberapa desa terdekat mengalami kekeringan.
“Dinas ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral) Provinsi Jatim sudah tidak menerbitkan izin sejak 10 Desember 2020 dilokasi tambang Desa Pantenan, Desa Ketanen, dan Desa Banyutengah. Tapi kenapa tidak ada penegak hukum yang menindak? Warga Kecamatan Panceng juga sudah pernah melaporkan aktivitas galian C ke Polres Gresik, ke Camat Panceng, dan ke Kepala Desa. Beberapa kali ditindak, namun aksi pengerukan kembali dilakukan saat pengawasan lengah,” ujar Efianto, Ketua WaGs disampaikan kepada Lintasperkoro.com, Rabu 8 November 2023.
Efianto berkata, Polres Gresik dan Polda Jatim sudah berkali-kali menghentikan aktivitas tambang ilegal galian C di tanah milik negara tersebut, namun penambang ilegal masih saja meneruskan proses pengerukan tanah dan beroprasi sampai dengan saat ini.
Setiap ada operasi penegakan hukum dari instansi terkait, pelaku tambang otomatis akan tahu dan berhenti sementara waktu yang diduga ada oknum penegak hukum yang menjadi backing tambang tersebut.
Lanjut Efianto, tanah urug dari lokasi galian C tersebut untuk memenuhi kebutuhan urugan untuk perusahaan-perusahan besar, diantaranya perusahaan di kawasan industri di Manyar, Kawasan Ekononi Khusus (KEK) JIIPE, dan beberapa perusahaan lain.
“Supplai tanah urug ke KEK JIIPE, itu sama saja menjual tanah negara kepada negara. Jika dihitung, berapa kerugian negara akibat tambang ilegal tersebut. Di sisi lain, akibat pengerukan galian C tersebut mengakibatkan akses jalan antar desa terputus,” kata Efianto.
Efianto menyebutkan, adanya dugaan pungutan liar (pungli) yang berkedok atensi sebesar Rp. 40 ribu/truk muatan 10 kubik, dan Rp 60 ribu/truk untuk muatan 20 kubik. Pungli itu kuat dugaan untuk pengondisian di lapangan dan uang keamanan yang diduga dikordinatori oleh keluarga orang nomor satu di Gresik.
Baca juga: Miris ! Penambang Ilegal di Kabupaten Gresik Dituntut Ringan
“Kami harapkan, Mabes Polri ataupun Kejagung yang menindak langsung tambang di Panceng. Jika mau menindak, langsung saja supaya operasi penindakan tidak bocor. Dan penambang tidak beraktivitas. Jika dibiarkan, kerusakan lingkungan akan bertambah parah. Disitu ada objek vital yang dekat dengan tambang,” kata Efianto, sambil menyebut objek vital itu ialah 3 tiang Sutet yang melintasi lokasi tambang galian C ilegal.
“Dirasa sangat menghawatirkan apabila dilakukan pengerukan secara terus menerus, dikarenakan jarak tiang dengan tanah yang dikeruk sudah sangat dekat. Ketiga tiang tersebut berada di wilayah Desa Pantenan, dengan tiang 1, jarak tiang Sutet dengan tanah yang dikeruk sekitar 5 meter. Tiang 2, jarak tiang Sutet dengan tanah yang dikeruk sekitar 10 meter. Dan tiang 3, jarak antara tiang Sutet dengan tanah yang dikeruk sekitar 20 meter. Jika tiang itu sampai roboh, arus listrik Jawa Bali bisa terputus,” ungkap Efianto.
Pada kesempatan terpisah, Sdri. DT, seorang warga Desa Banyutengah mendukung langkah Efianto agar melaporkan keberadaan tambang ilegal di wilayah Panceng. Dia menyebutkan, diantara pelaku tambang ilegal ialah oknum Pemerintahan Desa Banyutengah.
“Tanah Negara digarong, eh perangkatnya ikut nggarong, ditambah BPD juga ikut nggarong. Wes benar-benar na’as masyarakat Desa Banyutengah. Tanah galian habis, masyarakat tidak mnikmati sama skali hasilnya. Jika BPD ikut nggarong, terus kami sebagai warga mengadu ke siapa?” ujar Sdri. DT.
“Apa kabar susahnya kena ganti rugi 2 alat berat karena garong tanah perpajakan. Sudah garong tanah negara, gak beri kompensasi apa-apa ke Desa Banyutengah. Apa masih kurang banyak. Kata orang desa, semoga kena karma. Warga dizolimi,” lanjut Sdr. DT.
Baca juga: Konflik Tambang di Panceng : Cuan, Lingkungan, dan Lemahnya Penegakan Hukum
Sebelumnya, kepada wartawan, Kepala Desa Banyutengah, Fandloli membenarkan ada proses penggalian galian C di wilayahnya tidak memiliki perizinan dan meresahkan warga. Pelakunya terdiri dari 2 kelompok, yakni Ns dan Jd (Caleg DPR RI dapil Gresik – Lamongan).
“Keduanya menambang tidak memiliki perizinan dan meresahkan warga,” ujarnya, Kamis silam (7/4/2023).
Di lain kesempatan, Ar, seorang warga Desa Banyutengah juga memastikan jika galian c di wilayah Desa Banyutengah tidak memiliki izin usaha pertambangan (IUP) lengkap yang dikeluarkan Kementerian ESDM.
“Semua galian disini (Desa Banyutengah) ilegal. Semoga bisa dihentikan semua galian disini, biar tidak merusak lingkungan dan tidak meresahkan masyarakat," ujar Ar.
Ar menyebut nama salah satu pemilik armada, yaitu FAY, yang merupakan petinggi di pemerintahan Kabupaten Gresik.
“Armadanya punya dia. Bukan dia saja, tapi banyak. Tanah yang digali tanah milik Negara. Semua ilegal. Bumi milik negara dihabiskan semua,” kata Ar dengan dengan penuh keprihatinan terhadap kondisi di desanya. (did)
Editor : Syaiful Anwar